webnovel

Peter's Hidden Nature.

SETELAH menghabiskan waktu di perjalanan. Kini, Peter menyudahi aksi tengilnya yang entah datang dari mana. Anak laki-laki bertubuh tinggi itu, menahan malu karena telah melakukan hal tadi. 

Peter menutup wajahnya yang tiba-tiba memerah. 

Kelly yang melihatnya tampak bingung. "Kenapa kamu menutup wajahmu? Apakah kamu bertemu seseorang?" tanya Kelly sembari melihat Peter sesekali, lalu melihat orang-orang sekitar yang tidak memperdulikan mereka berdua. 

Peter mengangkat wajahnya. "Ah, tidak ada. Ayo, kita ke tempat itu," ajaknya sembari menunjuk toko aksesoris wanita. 

Di lihatnya toko itu oleh Kelly. Manusia pun juga tahu, jika toko tersebut adalah toko paling bergengsi.

"Wah, cantiknya," ucap Kelly. Dia tidak berhenti menengadah perhiasan yang melekat indah dan berkilau. 

Peter melihatnya senang. "Di sana. Ayo, Kelly," ajaknya kembali sembari menarik tangan Kelly. 

Peter menunjukan sudut paling cantik. Tidak ada yang tidak berkilau. 

Kelly tidak berhenti menatapnya kagum. "Wah, teman-temanku pasti menyukainya juga," ucap Kelly tiba-tiba, mengejutkan Peter dengan ucapannya. 

Peter memegang bahu Kelly. "Teman-teman? Kamu ingat sesuatu?" tanya Peter dengan penuh penasaran. Matanya tidak meleset kemanapun. 

Kelly terdiam bagaikan patung. Entah dia harus mengatakan apa. Namun, dia memiliki ide konyol dengan harap semoga Peter percaya. "Hah? I-iya, teman. Bukankah kamu juga mengenalnya?" jawab Kelly dengan sedikit terbata. 

"Siapa?" tanya Peter. Dia mendekatkan wajahnya. 

"Dia temanmu juga, 'kan? Gadis itu," jawabnya pura-pura. 

Peter melepas pegangannya. Dia menutup mulutnya  dengan kepalan tangan. Matanya tersimpul indah. "Hahaha. Maksud kamu Maisha?" tanya Peter sembari menahan tawanya. Pertanyaan tersebut di angguki Kelly cepat. 

"Aku pikir temanmu di masa lalu. Kamu ingin berteman dengannya? Maksudku, kamu ingin lebih dekat dengannya?" tanya Peter sembari duduk di kursi yang hanya bisa diisi dua orang. 

"Ah, apakah tidak apa-apa? Aku takut, dia tidak menyukaiku," jawabnya serius kali ini. Entah bisikan dari mana sampai Kelly merasa teman Peter itu tidak menyukainya. 

"Siapa bilang? Dia akan menyukaimu, kok. Dia hanya dingin. Kalau sudah dekat, dia sama sepertiku, kok," jawabnya sambil mengusap bahu Kelly. 

"Ah, baiklah. Lain kali, aku juga mau bermain dengan kalian," ungkapnya. 

Peter menganggukan kepalanya. "Ah, aku hampir lupa. Kamu harus memilih salah satu dari mereka," kata Peter menunjuk beberapa kalung paling indah. 

Kelly melihat-lihat kebingungan. 

"Cantik semua, ya? Maaf, karena tidak bisa membelikan semuanya. Kamu harus pilih satu, ya. Tidak apa-apa, 'kan?" tawar Peter ragu-ragu. 

"Kamu mau membelikannya untukku?" tanya Kelly malu-malu. 

"Iya. Pilih saja, ya. Aku duduk di sini," jawabnya sambil membuka buku yang dia bawa dari rumah. 

"Peter," panggil gadis itu. 

"Hm?" kata Peter yang mengalihkan pandangannya menuju gadis itu. 

Mereka saling menatap lama. 

"Kenapa kamu membelikan kalung untukku?" tanya Kelly. Dia membalikkan badannya menghadap Peter. 

"Ah, karena aku merasa bersalah tidak memberikan kalungku padamu waktu itu," jawabnya. 

"Kamu tidak perlu seperti ini padaku. Kamu kasihan, ya?" tanya Kelly sedikit kesal dengan perlakuan Peter padanya saat ini. 

"Hah? Bukan itu maksudku. Dengarkan, aku bahkan baru mengajak wanita ke tempat seperti ini. Dan kamulah orangnya," jawab Peter benar. Setelah mengatakan hal itu, Peter sadar bahwa hanya Kelly yang pernah Peter beri kalung dan mengajaknya langsung. 

"Yang ini," jawabnya cepat. Dia menunjuk kalung yang sedikit sama dengan kalung milik Peter. 

"Ah, yang ini, ya. Ini mirip kalungku walau tidak terlalu sama. Kamu menyukainya?" tanya Peter kepada Kelly. Gadis itu mengangguk cemberut. 

Peter berbicara dengan pemilik toko tersebut. Dia dan pria tua itu tampak tertawa renyah. 

Sedangkan gadis ini, tampak kesal entah kenapa. 'Aish, ada apa denganku? Kenapa aku tiba-tiba kesal. Tidak. Ini bukan aku. Aku akan merepotkannya jika aku terus seperti ini,' batinnya. 

"Kelly, ini untukmu," kata Peter. Memberikan satu buah kotak berisi kalung tadi. 

Kelly pun mengambilnya dan berjalan lebih dulu dan cepat. 

Peter kebingungan. 'Ada apa dengan gadis itu?' tanya Peter dalam hati. 

Peter memikirkan cara untuk menghiburnya. "Kelly!" teriak Peter padanya. 

Kelly membalikan badannya. Peter yang tidak kunjung berbicara, membuat gadis itu melanjutkan jalannya. 

Peter menyusulnya untuk dengan berlari. 'Aish, dasar bodoh. Kenapa barusan aku malah diam? Ah, Kelly cantik banget tadi,' batinnya. 

"Hah! Jalanmu cepat sekali, ya. Apakah kamu Atlet di masa lalu?" kata Peter sembari meregangkan otot belakangnya. 

"Habisnya kamu memanggil tanpa berbicara lagi setelahnya. Itu menjengkelkan tahu. Aku harus melihatmu terdiam seperti tadi? Orang mungkin mengira aku menghalanginya tadi," jawabnya tanpa berhenti. 

Lagi-lagi, Peter menahan tawanya. Gadis itu tampak lucu saat marah. Terlebih, apa yang dikatakannya tidak masuk akal jika membuatnya marah. 

"Kenapa kamu tertawa?" tanya gadis itu kembali. 

"Hah, tidak apa-apa. Entah kenapa, saat aku memanggilmu, mulutku seperti terkunci. Aku jadi lupa mau berbicara apa," jawabnya dengan lembut. Benar. Peter yang dingin punya sisi seperti ini ternyata. 

"Jadi? Kamu sudah ingat sekarang?" tanya Kelly. Mengalungkan tangannya pada tas selempang miliknya yang kuno. 

"Hm. Kelly, bisakah kita tidak pulang sekarang?" tawarnya. 

"Kenapa?" tanya Kelly. 

"Ayo, kita ke tempat lain. Langit masih cerah. Sayang sekali jika kita pulang setelah ini," jawabnya. Entah kenapa Peter nyaman saat berada di dekatnya. Hal itu membuat Peter ingin berlama-lama dengannya. 

"Ah, baiklah jika itu maumu," jawabnya. 

"Kalau begitu, ayo! Kita berpetualang kembali! Hahaha!" kata Peter sembari menaiki sepedanya seakan-akan terbang. 

Kelly melihatnya sedikit merinding. 'Dasar gila!' umpatnya dalam hati. 

"Kelly!" panggil Peter di tengah perjalanan. 

"Hm," jawabnya singkat dengan mata menyipit karena angin memaksa masuk pada matanya. 

"Kelly!" teriak Peter memanggilnya kembali. 

"Iya, ada apa?" kata Kelly dengan suara tidak lemah. 

"Kelly! Kok, kamu tidak menjawab, sih?" tanya Peter sambil mengerutkan kening.

"APA? Aku sudah jawab, ya! Telingamu kenapa, sih? Masih tidak dengar, ya? Apa perlu aku masukan kerang ke telingamu itu? Supaya kamu makin tidak bisa mendengar apa-apa?!" bentak Kelly yang merasa kesal karena Peter mulai bisa menjahilinya. 

"Jangan, dong. Nanti kalau aku tuli, siapa yang akan mendengar ocehan lucu mu lagi," jawabnya sambil melepas ayuhan sepedanya. 

"Hey! Kenapa kamu tidak mengayuhnya? I-ini mengerikan!" kata Kelly yang berusaha memegang erat pinggang Peter. Dia juga tidak sengaja memeluknya. 

"Hahaha. Menyenangkan, ya? Di sini jarang ada kendaraan. Kelly, mari kuasai dunia. Hahaha," jawabnya sembari melepas kedua tangan. 

"Aaaaa! Tidak mau! Bagaimana kalau jatuh? Hey! Dasar gila!" umpatnya. 

"Hahaha. Tidak akan, Kelly. Lihat, nih. Aku sudah mengayuhnya seperti biasa tadi," jawabnya sembari tidak meninggalkan senyumnya. 

"Ck, kamu bisa seperti ini juga, ya," ucap Kelly sembari menggelitik Peter. 

"Hah? E-eh, hey! Kita akan jatuh jika kamu menggelitikku!" kata Peter berusaha hati-hati. 

"Tidak peduli. Hahaha," jawabnya puas. 

BRUK!