webnovel

Sincerenly, Rain

Pesawat melambung tinggi di atas awan. Aku hanya bisa menahan rasa sedih di dadaku. Aku meninggalkan orang yang aku pikir miliku selamanya, kita seharusnya berjanji untuk membuatnya hubungan ini bekerja, untuk membuat jarak jauh bisa kami atasi, tetapi ketika aku melihat ke luar jendela ke kota yang memudar di bawah, aku tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa ini adalah akhir. Aku tidak tahu apa yang menungguku di belahan dunia lain tetapi sedikit yang aku tahu, perjalananku baru saja dimulai. Ketika aku memasuki kehidupan baruku di luar negeri, aku mendapati diriku terlempar ke dalam angin puyuh pengalaman baru dan orang-orang baru. Aku mencoba membenamkan diri dalam budaya dan memanfaatkan waktuku di sana. Namun di tengah semua hiruk pikuk, pada suatu malam yang sangat hujan, aku bertemu dengannya. Dia tidak seperti siapa pun yang pernah aku temui sebelumnya, dengan semangat berapi-api dan jiwa petualangnya. Mau tidak mau aku tertarik padanya, dan sebelum aku menyadarinya, aku jatuh cinta padanya dengan cara yang tidak pernah kubayangkan. Tapi bagaimana aku bisa move on dan mencintai seseorang yang baru, ketika hatiku masih milik orang lain? Rasa bersalah membebaniku saat aku berjuang untuk mendamaikan masa lalu dan masa kiniku, tetapi ketika aku menjelajahi jalan-jalan asing di negeri asing ini dengannya, aku merasa bahwa inilah tempat yang seharusnya aku tuju, bahwa cinta baru ini sepadan dengan risikonya. Ini adalah awal dari perjalanan yang tak terduga, perjalanan cinta, patah hati, dan penemuan diri. Itu adalah perjalanan yang akan membawa aku lebih jauh dari yang pernah aku bayangkan, dan yang akan mengubah aku selamanya…

deLluvia · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
14 Chs

The Way He Do

Dia yang tersenyum menatapku. Dia yang berjalan ke arahku. Dia yang bercanda bersamaku. Dia yang hadir dalam mimpiku. Dia yang hadir dalam tangisku. Dia yang aku cintai lebih dari bintang dilangit. Mungkinkah bisa terganti dengan seseorang yang kehadirannya seperti sebuah kebohongan.

***

Aku meminta Leslie untuk membersihkan beberapa sampah plastik bubur dan mangkuk kotor di atas meja kerjaku. Wajahku benar-benar pucat sekali pagi ini, karena malas membuat cereal untuk sarapan, aku memilih membawa beberapa kukis coklat dan susu yang akan aku makan di sela-sela kelas pagi ini. Udara cukup dingin setelah semalam hujan mengguyur kota Paris, aku menggunakan rok putih pendek berbahan lace tipis dengan lapisan tak beraturan organza transparan sepanjang betis dan atasan kamisol biru pucat serta ankle boot biru sapphire.

Setelah memasukan kukis dan susu kedalam paper bag aku segera keluar kamar berlari menuju kampus, Arielle sudah berangkat lebih dulu karena katanya dia harus meminjam buku untuk mata kuliah Esensi Desain, untungnya Arielle berbaik hati mau meminjamkan buku untukku juga setelah aku mengatakan diriku pingsan kemarin sore. Cuaca cukup mendung, sepertinya akan turun hujan lagi hari ini, aku menyesal karena tidak membawa jacket ataupun syal untuk melindungi tubuhku dari udara dingin ini.

Saat tiba di kelas yang terletak di sebelah ruang theater, Arielle sudah duduk manis di barisan pertama paling depan sambil memegang gelas kertas berisikan coklat hangat, untukku. Aku berlari kecil sambil memasang wajah terharu yang malah membuat Arielle tertawa.

Kelas berakhir tepat pada jam makan siang dan kukis-kukisku tidak sedikit pun tersentuh karena kelas ini membutuhkan seluruh perhatian yang aku miliki, kami memutuskan untuk makan berdua saja ke kafetaria dikarenakan mood ku yang sedang buruk. Kafetaria selalu ramai setiap jam nya terlebih saat jam makan siang, aku dan Arielle duduk di barisan paling kanan dekat dengan taman yang membatasi kafetaria dengan area parkir.

Titik-titik hujan sedari tadi terus turun, Arielle sedang pergi untuk berbaris mengantre mengambil makan siangnya saat Gallant dan Tom muncul melambaikan tangan lalu duduk di hadapanku.

"How are you, Aubrey? Nethan says you are sick." ucap Gallant sambil memakan choco bar di tangannya.

Tom meletakan tangannya di dahi ku. "Have you taken your medicine?" tanyanya.

Sebuah pukulan mendarat di lengan Tom, aku menoleh dan melihat Arielle sedang menatap tajam kearah Tom. "Don't touch her carelessly, wash your hands first."

"I swear, my hands are clean." jawab Tom sambil mengelus lengannya yang dipukul Arielle.

"You two know each other?" tanyaku penasaran.

"He's my high school friend." ucap Arielle, "My ex girlfriend." ucap Tom, hampir bersamaan yang akhirnya membuat Arielle menatap tajam sekali lagi.

Aku hanya mengangguk-angguk paham, lalu membuka box kecil berisikan beberapa kukis yang ku bawa dan susu. Aku menawarkan pada mereka namun hanya Tom yang mengambilnya karena Gallant dan Arielle masih sibuk dengan makanan mereka masing-masing.

Dari kejauhan aku melihat El berjalan sambil menggandeng seorang pria yang ternyata adalah Jeffyin. El melambaikan tangannya padaku, berjalan ke arah tempat duduk kami, lalu memukul pelan kepala Gallant dan Tom sebelum duduk di sampingku. Jeffyin duduk tepat di hadapanku, di antara Gallant dan Tom, aku tidak berani menatap matanya.

Semalam tiba-tiba saja suhu badanku meninggi, Jeffyin mengompres kepalaku dan tertidur di tepi ranjang, namun saat membuka mata di pagi hari, dia sudah tidak ada.

Hari ini Jeffyin memakai celana jeans panjang dan kaos hitam tipis tertutup jaket kulit berwarna putih rambutnya terkuncir rapih. "Deliberately not wearing a jacket, because you don't want to spoil today's concept, or have you completely forgotten?"

Aku akhirnya menatap pria pirang yang baru saja mengomel itu, dia berdiri, melepaskan jaket lalu memakaikannya di bahuku. "Sorry for just showing up, I got to campus as soon as possible after getting this porridge." katanya sambil mengeluarkan mangkuk plastik dan termos kecil dari dalam paper bag merah dengan tulisan China berwarna emas.

Jeffyin mengambil box kukis di hadapanku dan menukarnya dengan bubur dan sesuatu seperti teh yang masih panas, aku membenarkan posisi jaket lalu menjawab pertanyaannya "I completely forgot."

"That's fine." jawabnya singkat lalu membuka tutup mangkuk dan mulai menyendokkan bubur dari dalam situ, meniupnya beberapa kali sebelum mengarahkan sendoknya ke mulutku.

Sepertinya Jeffyin lupa akan kehadiran teman-temannya dan terlalu fokus pada bubur, "You're just like Aubrey's mother." ucap Gallant sambil menatap konyol ke arah Jeffyin.

"Or rather like a nanny." ucap Tom, lalu mereka berdua tertawa puas.

"You guys shut up and just continue eating, don't disturb my business." Jeffyin tidak melepaskan pandangannya dari mangkuk bubur.

Entah kenapa jawabannya dan raut wajah itu sangat mengganggu ku, kini dia terasa begitu jauh. Matanya tetap tidak menatapku. El menggerakkan kakinya dan tidak sengaja sedikit tertabrak kakiku, dia terlalu sibuk dengan ponselnya sampai aku lupa dia ada di sebelahku karena sedari tadi tidak mengeluarkan suara, tiba-tiba aku merasakan tangan seseorang mengacak-ngacak pelan rambutku dari belakang yang jelas saja membuatku menoleh, aku mendapati Nethan berdiri tepat di belakang ku, dia tersenyum lalu meletakan tangannya di dahi ku lalu turun ke leher.

"Hey! Nathan, you know what? Now Traynor is Aubrey's personal nanny! Look at all the food he brings and the way he treats Aubrey, what a nanny." Gallant menjelaskan panjang lebar pada Nethan.

Lalu mereka membahas sesuatu yang tidak terlalu aku perhatikan, tangan Nethan masih berada di puncak kepalaku saat Jeffyin mengarahkan sendok yang kesekian ke mulutku.

"Traynor, Fanette will be here in a moment." El akhirnya bersuara. Jeffyin hanya menganggukan kepalanya lalu mengetik sesuatu di ponselnya.

Tangan Nethan mengambil termos kecil di hadapanku, membukanya lalu menuangkan sedikit teh ke tutupnya. Aku menerima teh yang Nethan berikan, meniupnya sebentar lalu meminumnya perlahan, rasanya seperti teh yang di campur gingseng, ginger, dan berbagai jenis lainnya yang aku tidak tahu, namun rasanya masih bisa diterima lidahku dan saat itulah si gadis rambut biru muncul.

Rasanya seperti seluruh perhatian manusia yang ada di kafetaria tertuju padanya, termasuk diriku. Aku bahkan lupa untuk bernafas dan berkedip. Dia berdiri di ujung meja kami, tersenyum sekilas pada yang lain lalu menatap datar ke arahku.

"Wait a minute, this is the last one." ucap Jeffyin lalu mengarahkan sendok terakhir ke mulutku.

Jeffyin memasukan mangkuk bubur kosong ke dalam paper bag, "Finish the whole tea, I still have class. I'll finish the milk and cookies too." Jeffyin memegang box kukisku dan tali paper bag di tangan kirinya lalu berdiri ingin pergi.

Aku menatap ke arah mata biru Jeffyin dan mengangguk pelan, Jeffyin mencondongkan sedikit kepalanya dan menggenggam jemari tanganku, terasa sangat kuat genggamannya di tanganku. "Smile at me Rain, even if it's hard." ucapnya lalu berpamitan pada yang lain dan pergi.

"Don't forget, tonight and all week Darrell will be playing." teriak Nethan. Aku melihat Jeffyin meletakan tangannya di pinggang Fanette dan mereka berlalu. "11 o'clock, don't forget." ucap Nethan pada seluruh penghuni meja ini. Mereka semua mengangguk secara bersamaan. "You have to come Arielle." kali ini Nethan mengatakannya sambil menatap mata Arielle lalu pergi meninggalkan kami.

"there's no way this girl would want to come." Tom bergumam dengan dirinya sendiri. Arielle tidak memperdulikannya.

"Fanette is Jeffyin's girlfriend?" aku memberanikan diri bertanya.

"she's not." jawab Gallant singkat.

"then?" tanyaku ingin lebih tau.

"They both spent their childhood together. Fanette who comforted Jeffyin when his girlfriend left him for London. Their relationship is indeed very close, but not as a couple." El menjelaskan.

Aku hanya mengangguk-angguk mencoba memahami ketika sebuah pesan masuk berbunyi di ponselku.

[Ur future BAE!!] I think I like you, Rain

Pesan dari Jeffyin, jangan tanya, dia sendiri yang menaruh nomernya di ponselku.