webnovel

Resah… Apa Dia Saingan Cintanya?

Editor: Wave Literature

"Tapi… aku ingin bersamamu," Yang Sitong menatap Lu Yanchen dengan tatapan kosong; matanya berkaca-kaca dan ia merasa ingin menangis.

Lu Yanchen membenci perempuan yang cengeng; karena itulah Yang Sitong tahu ia tidak boleh menangis—ia tidak boleh melakukan apapun yang tidak disukai Lu Yanchen.

"Pergi sajalah." Ekspresi kasihan di wajah Yang Sitong hanya mendapat balasan berupa kata-kata dingin Lu Yanchen. Suaranya yang sedingin es seperti danau beku di musim dingin. Pada akhirnya, Lu Yanchen masih bersikap sopan karena Yang Sitong pernah menyelamatkannya.

"Kau sudah melihatnya sendiri tadi. Supirku sudah pergi," mata Yang Sitong berubah memerah. Ia lalu memaksakan tawa kecil, "Bisakah kau mengantarku?"

Lu Yanchen masih menolaknya. "Sudah larut. Tidak enak." Melalui ponselnya, ia memesan kendaraan melalui aplikasi. "Tiga menit. Ada yang akan menjemputmu nanti."

Tak peduli betapa enggannya Yang Sitong, ia hanya bisa menerima keputusan Lu Yanchen.

Ia tersenyum getir, "Baiklah, aku akan pulang! Tapi, Yanchen, menurutku kau seharusnya tetap mempertimbangkan tawaranku. Lagipula, walaupun kau telah membatalkan pernikahannya, di mata orang tua kita, kita masih terikat dengan janji itu. Selama aku belum menikah, perjodohan ini belum akan dibatalkan. Kita masih harus menikah, pada akhirnya. Sebenarnya aku tidak seburuk yang kau kira. Sungguh!"

Lu Yanchen menatapnya, tatapannya masih sedingin biasanya. Tapi kali ini ada secercah rasa mengejek dari matanya yang tak bisa dilihat orang lain.

Pada tahun ketika ia terjatuh ke dalam air, ia mendapati telah diselamatkan oleh seorang perempuan ketika terbangun. Tak hanya itu, Keluarga Lu dan Yang kemudian setuju untuk membiarkannya menikahi putri keluarga Yang.

Mendengar berita itu, ia merasa sedikit gugup dan bingung. Hatinya juga dipenuhi rasa antisipasi. Ketika ia tenggelam dan kehabisan napas, ia merasa putus asa. Namun perempuan itu dengan berani menariknya keluar dengan segenap kekuatannya, membantunya melihat secercah cahaya harapan lagi.

Setelah bertemu dengan Yang Sitong hari itu, entah kenapa ia tak lagi bisa merasakan hal yang sama dengan yang ia rasakan ketika gadis itu menyelamatkannya. Walaupun ia masih setengah sadar dan hanya bisa melihat sosok kabur di matanya, ia tahu kalau sosok itu tidak terlihat seperti Yang Sitong.

Setelah beberapa kali berinteraksi dengan gadis itu, ia menemukan bahwa gadis itu perhitungan. Kelihatannya seakan setiap orang punya derajat kebergunaannya sendiri di dalam hatinya.

Kala itu, mereka berdua hanya murid SMP. Tapi gadis itu sudah mampu melihat siapa yang harusnya ia ajak bicara pertama kali di keramaian, yang harusnya dibiarkan tetap sendiri, yang harusnya digoda, yang bisa dirundung, dan yang bisa diinjak-injak.

Pernah suatu hari Lu Yanchen lewat di depan sekolahnya, dan menyaksikan gadis itu membiarkan beberapa siswi merundung siswi lainnya dengan kekerasan.

Jika saja ia menengahi mereka waktu itu, mungkin….

Tapi ada terlalu banyak 'jika saja' dalam hidup ini. Pada akhirnya, perempuan seperti Yang Sitong mungkin akan menjadi istri yang ideal bagi banyak orang di luar sana—tapi tidak bagi Lu Yanchen.

Ia terus-menerus memaksa ayahnya untuk mendatangi rumah Keluarga Yang dan membatalkan perjodohan mereka, tapi ia selalu ditolak setiap kali.

Tidak lama kemudian, kendaraan yang dipesan Lu Yanchen tiba. Yang Sitong masuk ke dalam mobil dan menurunkan kaca jendela untuk melambai kepada Lu Yanchen. "Aku pulang dulu, kalau begitu. Selamat beristirahat juga, kurasa. Malam!"

Mobil itu melaju perlahan, dan setelah berbelok meninggalkan area kecil itu, wajah Yang Sitong menggelap dan ia melemparkan tas ke sampingnya dengan marah.

Pengemudi mobil itu meliriknya dari cermin—air muka wanita itu sangat mengerikan.

Ponsel Yang Sitong tiba-tiba berdering. Saat mengangkatnya, sebuah suara terdengar dari ujung lain, "Bagaimana? Kau sudah lihat perempuan itu?"

"Belum, tapi aku sudah bertanya pada Tante Lu. Katanya Lu Yanchen pergi ke pantai tadi karena ia menghadiri kelas."

"Memang skenario yang bagus. Biasanya kebanyakan perenang memiliki lengan dan kaki yang gempal. Rumor yang beredar hari ini pasti palsu. Tidak mungkin Lu Yanchen menyukai perempuan seperti itu."

"Benar!" Walaupun Yang Sitong terlihat menyetujuinya, bukan itu yang sebenarnya ia pikirkan.