webnovel

7. A New Rival

Malam hari

Hari ini cukup melelahkan untuk fisik sekaligus pikiran Gangga. Dia harus malu di depan mahasiswa-mahasiswa lain. Dan parahnya, semua menikmati kekonyolan keadaannya. Gangga mengetik chat kepada Bisma.

📱Gangga: Bis, kemarin aku lupa nggak bawa slayer jadi harus beli mahal. Sekarang aku salah beli mi cup. Tapi nggak apa-apa sih. Mi cup isi double yang dikumpulin sebagai tugas ospek itu ternyata disumbangin ke panti asuhan oleh panitia ospek. Ikhlas.

📱Gangga: Oh iya, aku jadi badut fakultas, tahu! Aku tadi nyanyi dan semua ngetawain keindahan suaraku. Padahal suaraku kan indah ya kan? Setuju? Dasar, mereka aja yang nggak ngerti seni.

Wajah Gangga memanas. Tak kuat menahan kerinduan akan sahabatnya, ia pun menangis.

Entah karena hari ini begitu menguras emosi dan tenaganya atau karena apa, tangis Gangga tidak terkontrol. Dia terus terisak hingga mengeluarkan suara sedikit keras.

~

Rumah sakit Keluarga Bahagia

Karen sudah lebih sehat. Dia sudah mampu duduk. Dalam buaiannya, Darren sedang tertidur sehabis 'makan malam' ASI dari Karen. Daniel menggendongnya dan meletakkannya di dalam box bayi.

"Ken, ceritain gimana tesnya tadi."

Kendrik tersenyum lebar.

"Idih, bukannya jawab malah senyum-senyum doang. Terus, kamu tadi ngapain ngechat Daniel mau pinjem tuxedo segala? Udah mau kawin?"

Entah, apa yang menggerakkan jari Kendrik mengirim pesan itu. Dia pun menatap Daniel dengan tatapan menuduh. Kenapa bisa chat antar lelaki itu bocor ke kakaknya.

"Nggak usah pelototin Daniel. Aku sama Daniel itu suami istri, aku bisa akses handphonenya and vice versa. Ayo cepet jawab, mau buat apa tuxedonya?"

"Bu-buat cosplay. Ya ya, cosplay. Ceritanya aku jadi tuxedo bertopeng."

"Cosplay? Kapan? Ada Ironman? Black Widow? Aku mau nonton."

"Hashhhhh."

***

2 Juni 20XX

Hari ini adalah ospek jurusan sekaligus hari terakhir ospek bersama kakak tingkat. Peserta di ospek ini tidak sebanyak saat ospek universitas dan fakultas.

Jumlah peserta hanya 80 orang. 40 dari kelas reguler (yang masuk melalui SBMPTN) dan non reguler (jalur mandiri).

Selanjutnya masih ada beberapa kegiatan orientasi, namun dalam bentuk kegiatan yang lain.

Ada yang berbeda pada ospek jurusan ini dibanding ospek universitas dan ospek fakultas. Hari ini seluruh mahasiswa di jurusan yang sama dengan Gangga menggunakan tanda nama yang dibuat dari kardus.

"Dek, mau ikut HIMA nggak?" tanya seorang senior bernama Adam.

"HIMA?"

"Iya, Himpunan Mahasiswa. Aku kasih nomerku ya. Nanti aku kasih tahu di HIMA ada apa aja."

"Oh, iya iya." Gangga memberikan nomor ponselnya kepada Adam.

"Ehem, subtle banget, Dam, tertolong posisi sebagai pengurus HIMA sih," seloroh senior yang lain.

Adam langsung membekap mulut temannya dan pergi dari sana. "Diem!"

Kehadiran mahasiswa baru selalu menjadi ajang sorotan bagi mata-mata jomblo. Selalu saja ada yang berusaha mendekati.

Gangga adalah orang ke sekian yang didekati oleh senior. Itu pun hanya satu orang. (Kalau Kendrik nggak masuk hitungan ye, dia kan udah bukan mahasiswa lagi).

Ada sekelompok mahasiswi yang malah menggenit di depan senior. Mereka berbisik-bisik membicarakan senior mana yang mereka incar.

Di antara para mahasiswa baru, ada seorang mahasiswi yang paling digandrungi banyak senior. Tapi mahasiswi itu sama sekali tidak menanggapi.

Dia terlihat risih jika ada senior yang berusaha mendekatinya.

"Kenapa di sini?" tanya Gangga pada si mahasiswi bersinar itu.

Gadis itu berjongkok, meringkuk di dekat toilet wanita. Hampir saja Gangga mengira gadis itu adalah suster ngesot. Namun dia segera sadar bahwa itu adalah manusia, dilihat dari tanda nama kardus yang dia pakai. Suster ngesot tidak akan iseng ikut ospek, bukan?

"Sssttt. Jangan keras-keras. Tolong dong lihatin, masih ada senior-senior nggak di luar situ."

Gangga keluar sebentar dan menengok ke kanan dan ke kiri. Para senior yang haus gacoan baru itu sudah tidak ada di sana.

"Nggak ada orang kok. Aman."

Gadis itu keluar dan bernapas lega. Sedari tadi napasnya tidak lega karena selain banyak senior di luar, dia juga berada di dekat toilet.

Dia menahan napas setiap kali toilet itu digunakan. Telinganya juga dia tutup karena mendengar 'suara merdu' dari dalam bilik toilet.

Sorrr sorrr sorrr ...

Begitulah kira-kira onomatopoeia dari ekskresi manusia yang suaranya lebih nyaring dari keran air.

"Aku Gangga," kata Gangga sembari mengulurkan tangannya.

"Iya tahu," jawabnya sembari menjabat uluran tangan Gangga dan membaca tanda nama kardus di dada Gangga.

"Oh iya, hahahah."

Gangga pun melihat tanda nama si gadis cemerlang itu.

~

Rumah Sakit Keluarga Bahagia

Bangsal Lavender

Karen sedang memberikan ASI secara langsung kepada Darren. Daniel memasuki ruang bangsal itu masih dengan jas dokternya. Daniel bekerja sebagai dokter spesialis jantung yang berdinas di rumah sakit itu. Mudah baginya bekerja sembari menengok istrinya yang baru saja melahirkan.

"Hai papa Kudanil."

"He'll call me that?" (Dia akan memanggilku begitu?)

"Kamu pengen dipanggil apa? Ayah, papi, daddy, abah, bapak atau babe?"

"Papa," jawab laki-laki yang hemat bicara itu.

"Kudanilnya? Nggak suka ya?"

"Khusus mamanya," jawabnya dengan ekspresi khas datarnya.

"Aaarrrggghhh sakit, Niel," erang Karen.

Dia melepaskan perlekatan ASI dari mulut Darren yang sudah tidur itu kemudian meletakkannya di box bayi. Terlihat sumber kehidupan sang anak saat ini lecet dan memerah.

"Nanti sebelum diminumkan ke Darren, ASInya dioleskan dulu ke areola*. Seluruh areola harus masuk mulut Darren. Dagu Darren harus menyentuh dadamu biar hidungnya bebas bernapas."

Karen takjub dengan penjelasan suaminya. "Kok kamu jadi ahli masalah laktasi? Kamu kan spesialis jantung."

"Tanya Dion dan bidan tadi." Tentu saja dia sudah menimba ilmu dari rekan dokter dan bidan di rumah sakit itu. Tidak mungkin ilmu pengetahuan mak tlebuk** jatuh dari langit dengan sendirinya. Datang tak diundang, pulang tak diantar.

Karen terharu dengan kesigapan suaminya. Akan tetapi, ekspresi suaminya tetap datar sedatar wajan teflon yang sedang digantung.

"Makasih ya Niel, udah cari info tentang laktasi," kata Karen sembari menjatuhkan kepalanya di bahu Daniel.

Daniel membelai lembut pipi istrinya. "Terimakasih sudah melahirkan Darren."

Mereka pun menyatukan bibir mereka.

"Kak Ren, Kak Niel aaarrrrggghhh mataku!" pekik Kendrik yang tanpa mengetuk pintu memasuki ruangan itu. Dia langsung buru-buru keluar lagi daripada matanya terkontaminasi adegan mesra kakaknya sendiri.

"Kendrik, kok nggak jadi masuk?" tanya Bu Seli (mami Daniel) yang baru saja datang bersama Pak Danu (ayah Daniel).

"Oh, Mami Seli, uhm Kak Karen sama Kak Daniel lagi 'adu mulut'."

"Hah?! Gimana sih, istri baru melahirkan beberapa hari kok malah pada bertengkar. Nggak bisa dibiarin!"

"Eh maksudnya ..."

Terlambat, Bu Seli sudah membuka pintu ruang bangsal itu.

"Aaarrrggghhh ..." jerit Bu Seli.

Karen dan Daniel pun menghentikan kegiatan 'adu mulut' mereka. Kagetnya tidak seberapa, malunya tidak terkira.

Pak Danu turut masuk ke ruangan. Untunglah hanya Bu Seli yang sempat menyaksikan adegan itu. Namun tetap saja terjadi kecanggungan.

"Maaf ya Ren, Niel, Mami baru bisa ke sini lagi. Kemarin bantuin Stella nyiapin perlengkapan ospek," kata Bu Seli, memecah keheningan.

Stella adalah adik Daniel yang tahun ini masuk universitas.

Daniel mengangguk.

"Iya Mi, nggak apa-apa," jawab Karen.

"Mamimu itu over, Stella kan udah dewasa, bisa siapin apa-apa sendiri," protes Pak Danu.

~

Malam hari

Selepas dari rumah sakit, Kendrik langsung menuju kampus Vanguard yang sedang menghelat acara display UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) di pelataran rektorat. Dia turut membantu UKM karate yang selama kuliah dulu digelutinya.

Dia datang tidak hanya untuk membantu, tapi juga mencoba peruntungan siapa tahu bisa bertemu si gadis bermata amber yang belum diketahui namanya itu. Tempo hari mereka bertemu saat kegiatan ospek fakultas berlangsung sehingga gadis itu belum menggunakan atribut nama seperti di ospek jurusan.

Akh...

Ternyata atribut ospek sangat penting ya (bagi insan pencari cinta seperti Kendrik).

Nanti kalau dia datang, harus langsung kenalan. Oke? Langsung minta nomer handphone. Ehm gimana ngomongnya ya? Namaku Kendrik, kamu siapa? Tukeran nomer handphone ya? (Kendrik).

Rebel mind voice: Dia nggak mau ngasih tuh.

Harus mau. Kalau nggak mau, aku paksa dia. (Kendrik).

Rebel mind voice: Wuidih, ngeri. Adrenaline rush seorang jomblowan berhasil bikin logika matek!

Biarin. (Kendrik).

Lama menunggu, gadis itu belum juga muncul. Padahal, jam 9 malam stand UKM akan ditutup. Kendrik melirik jam tangannya. Pukul 20.20.

~

Kos Seruni

Gangga membuka matanya. Rasa pegal menjalari seluruh badannya. Ditambah kasur yang belum bersprei membuat kulitnya gatal-gatal. Walau pun sudah dilapisi selimut, tetap saja beberapa bagian tidak tertutup sempurna sehingga menyentuh kulitnya.

Dia terbelalak melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 8 lewat 20 menit.

"Ya ampun, display UKM tinggal 40 menit lagi!"

Dia mengenakan jaket dan bergegas pergi.

~

Display UKM, rektorat Universitas Vanguard

Mata jeli Kendrik menangkap bayangan seseorang yang sedari tadi dia tunggu. Si gadis gambas berlari memasuki lokasi display UKM.

Kendrik berdiri dan siap untuk melancarkan first move-nya terhadap gadis yang sudah 2 bulan ini mengusik hatinya. Jantungnya berdebar tak karuan saat gadis itu mendekati stand karate yang sedang dijaganya bersama para dohai***.

Tapi belum sampai gadis itu sampai di stand UKM karate, seorang laki-laki mencegatnya.

Damnn, siapa tuh laki-laki? (Kendrik).[]

Jogja, 29 September 2021

***

footnote:

*areola: bagian payudaraa yang tengah, berwarna coklat

**mak tlebuk: (bahasa Jawa) suara benda jatuh

***Dohai: karateka yang tingkatannya lebih rendah. Dalam karate, tingkat ditentukan oleh warna sabuk.