webnovel

MENDADAK DINIKAHI

Seorang gadis terbangun di tempat menyeramkan. Gelap dan hanya diterangi oleh obor-obor yang tersemat di dinding gua. Ia pun berpakaian aneh dengan busana hitam yang sangat pekat. Di kepalanya terdapat mahkota berbentuk tanduk kerbau. Bau amis darah dan busuk kini membaur di ruangan itu. Sedangkan dirinya kini dikelilingi oleh banyak orang yang berwajah menyeramkan. Mereka bertanduk, serta berekor, yang lelaki bercawat sedangkan wanitanya tidak mengenakan sehelai benang. Kecuali sebuah bulu alami di tubuh yang menyerupai bulu monyet guna menutupi bagian inti mereka.

"Rupanya kau telah bangun istriku," sapa sebuah suara serak, besar dan menyeramkan.

Sontak gadis cantik berbibir mungil ini melihat ke arah orang itu. Ia terkejut saat melihat orang yang mengaku sebagai suaminya, duduk di atas kursi tinggi. Bertubuh tiga kali lipat dari tubuh lelaki yang ada di alam nyata. Berpenampilan buruk rupa. Bibir lebar nyaris merobek bagian pipi. Berperut buncit dan tangan yang besar.

"Di mana aku, siapa kalian?" tanyanya sambil mengawasi mereka.

"Aku adalah suamimu, sayang. Kita telah menikah."

"Tidak! Aku bukan istri siapa-siapa!" teriak gadis ini.

"Kau tidak boleh membantah raja iblis hutan!" bentak seorang lelaki. Ia hanya mengenakan cawat hitam.

"Aku tidak ingin menikah dengan bangsa kalian! Aku ingin kembali ke alamku!"

"Hahaha ...." Raja iblis hutan ini tergelak. Namun, setelah beberapa menit ia berpaling kiri.

Tiba-tiba keajaiban terjadi. Rupanya ketika sang raja berpaling kiri tadi. Ia sedang menggunakan kesaktiannya untuk memindahkan gadis itu ke kamar pengantin mereka.

"Tidak!" teriak gadis ini. Ia tidak dapat bergerak. Dirinya kini telah berada di ranjang. Kedua tangannya terikat. "Lepaskan aku bedebah!"

"Lela, sayang. Aku suamimu, Sarka." Ia mendekati Lela yang saat ini sedang berusaha melepaskan diri.

"Aku tidak sudi disentuh oleh kamu! Cuih!" Lela meludahi wajah Sarka.

Sarka menyapu ludah yang mengenai wajahnya. Ia mengeram marah lalu merobek pakaian Lela. Bret! "Kamu harus menerimaku, Ratuku!"

"Tidak!" pekik Lela. Ia menjadi histeris. Sebab dirinya akan dinodai oleh lelaki yang tidak diinginkanya. "Aku bersumpah! Lebih baik mati daripada memberikan kesucianku padamu!"

"Germ!" Sarka mengeram marah. "Beraninya kamu mengatakan sumpah itu. Cabut sumpahmu!"

"Tidak mau!"

Kemarahan Sarka menjadi memuncak. Saat Lela berhasil melelehkan rantai yang membelenggu gadis itu. Apalagi saat ini Lela tengah mencakari dadanya. Dengan gerakan cepat Sarka merenggut rambut gadis itu kemudian mendekatkan wajahnya. Mulutnya yang lebar seolah hendak menelan kepala gadis itu. Lela meringis sembari berontak dari cengkraman Sarka. "Tarik kembali sumpahmu itu, atau aku juga akan bersumpah akan membunuh setiap pemuda yang akan menikmati malam pertama denganmu!"

"Aku akan mematahkan sumpah itu!" teriak Lela. Plak! "Auh!" Ia ditampar oleh Sarka. Sehingga darah mengucur deras dari hidung dan bibir kirinya. Sarka merangkul punggung Lela kemudian menggigit pundaknya. "Agh!" pekik Lela. Darah mengucur deras dari luka bekas gigitan itu.

"Di balik gigitan ini aku meninggalkan sumpahku."

Setelah Sarka berkata. Tiba-tiba Lela sudah berada di sebuah hutan yang gelap nan sunyi. Gadis ini meringis sembari mengusap punggungnya yang berdarah. Wajahnya memucat. Ia yang berantakan kini berjalan sempoyongan. Dbuk! Tiba-tiba lututnya melemah. Lela kini tersungkur. Pandangannya menjadi buram. Lela jatuh tidak sadarkan diri.

***

Lela terbangun di sebuah rumah megah bercat putih. Gadis ini pun keheranan saat melihat pakaiannya yang koyak kini berganti dengan kemeja putih. Milik seorang lelaki. Ia meraba tubuhnya bahkan bagian kewanitaannya. Berharap tidak ada yang terjadi kepada dirinya. Ternyata dirinya tetap utuh. Gadis ini meraba alas kasur berwarna putih bersih. Di sebelah kirinya. Ia segera merapatkan kaki dan menutupi pahanya yang terlihat sebagian. Saat pintu kamar terbuka. Seorang pemuda berumur tiga puluh tahun kini berjalan sembari membawa nampan berisi semangkuk bubur dan air putih.

"Siapa Anda?" tanya Lela, sambil mengawasi pemuda itu.

Pemuda ini duduk di samping Lela sambil meletakkan tangan kanannya di atas paha gadis itu. Lela terkejut, ia segera mundur dan merapat pada kepala ranjang. "Jangan takut! Aku tidak akan menyakitimu."

"Siapa kau?" ulang Lela.

"Namaku Kelana. Siapa namamu?"

"Aku Lela."

"Aku menemukanmu tergeletak di hutan Hijau dalam keadaan menyedihkan. Apakah kamu korban pelecehan?"

Wajah gadis ini memerah. Sebab pastinya Kelana telah melihat durinya yang utuh.

"Kamu tidak perlu takut. Aku seorang polisi. Maaf tadi aku merabamu. Sebab ingin tahu apakah kamu mengalami trauma atau tidak."

Sontak gadis ini memandang sekitar. Mencari foto atau bukti pekerjaan polisi seperti yang dikatakan pemuda itu. Seperti tahu apa yang dicari oleh gadis itu, Kelana berdiri untuk mengambil kartu namanya di laci meja.

"Ini!" berinya kartu nama itu pada Lela.

Bibir mungil ini membaca nama Kelana Jaya di kartu itu. "Apakah kau benar-benar seorang polisi?"

"Ya," jawab Kelana sembari duduk kembali. "Apa itu masih meragukan?"

"Aku masih tidak yakin," lirih Lela sambil mengembalikan kartu itu. Saat tangannya menyentuh tangan lelaki itu. Lela merasakan getaran yang tidak biasa. Ia langsung menarik diri. Untuk menghindar.

"Itu makanan untukmu. Makanlah!"

Lela hanya mengangguk. Membiarkan pemuda itu pergi. Lima menit berlalu saat pemuda itu pergi. Ia masih termenung. Tiba-tiba terdengar sebuah suara, "Lela, kau tidak akan pernah menikmati malam pertamamu. Aku akan menghabisinya!"

Lela menutup pendengarannya. Dengan kedua tangan. Ia pejamkan mata untuk mengusir gangguan itu. Namun, saat mata terpejam. Justru ia melihat kejadian di hutan. Di mana Kelana menemukannya tergeletak dalam keadaan tidak sadarkan diri. Pemuda itu panik dan segera menghentikan darah yang mengucur dari pundak Lela. Bahkan Kelana melepaskan seragam polisinya. Kemudian melepaskan kaus putih singlet. Kaus itu ia jadikan sebagai pembalut pundak Lela. Setelah itu seragamnya tadi ia gunakan sebagai pakaian Lela. Kini pemuda itu resmi tanpa atasan. Hanya celana seragam yang menutupi bagian bawahnya. Ia memangku Lela kemudian mencoba menyadarkan gadis itu. Namun, Lela tak sadar jua. Hingga napas bantuan pun diberikan. Sampai di sini Lela tersadar. Ia segera membuka mata.

Kelana kembali ke kamar itu. Ia heran melihat Lela menatapnya. "Apakah ada sesuatu yang aneh?"

"Terima kasih atas bantuanmu," ucap Lela.

Kelana tersenyum hangat. Lalu melihat ke meja. Karena Lela belum menyentuhnya. Ia pun mengambil semangkuk bubur. "Setelah makan, aku akan mengantarmu pulang. Di mana rumahmu?"

Lela meraih mangkuk itu, lalu menjawab, "Dusun Hijau."

Pemuda ini berkerut dahi. "Hutan Hijau, bukankah Dusun Hijau juga? Kau mengalami hal buruk di sana."

"Aku memang tinggal di hutan itu."

"Siapa? Kau?"

"Ya."

"Di sana terkenal dengan dusun mati. Mengapa kamu tinggal di sana?"

Lela tersenyum, ia tak menjawab. Walau Kelana kini melihatnya dengan tatapan menuntut dijawab.