Jam satu malam, Karen yang merasa kelaparan keluar dari kamarnya dan mencari makanan yang ada di dalam kulkas.
Ia pikir Rafael sudah pergi dari rumah itu sejak tadi. Namun lelaki itu saat ini sedang tidur di sofa dengan lelap.
Tampak wajahnya yang kelelahan dengan mulutnya yang sedikit terbuka. Mungkin jika rumah itu kemasukan perampok, Rafael tidak akan menyadarinya.
Tak ingin menganggu tidur Rafael. Karen berjalan mengendap-endap menuju dapur. Ia buka perlahan kulkas dan makanan yang dibawa oleh Rafael tadi masih ada di sana.
Sambil makan di meja makan. Mata Karen tertuju pada bayangan Rafael yang tengah tidur. Ia tiba tiba merasa bersalah karena sudah bertengkar dengan Rafael seperti tadi.
Seharusnya dia tidak boleh melakukan itu pada Rafael. Namun entah mengapa perasaan Karen dan suasana hatinya selalu berubah ubah sendiri sejak dia hamil.
Namun di sisi lain, Karen merasa sebal tiap kali ingat jika Rafael dan Cindy saat ini sering bertemu di luar.
Jika saja posisi Karen saat ini diketahui oleh Cindy, mungkin dia bisa mengabaikannya. Namun—dia takut jika Rafael berbelok arah kemudian meninggalkannya.
Karen menghela napasnya dengan berat. Ia mengembalikan bolu yang baru saja masuk ke dalam mulutnya setengah.
Gara gara memikirkan hal itu, dia harus kehilangan selera makannya.
Tak lama kemudian, ketika Karen hendak berdiri dan masuk ke dalam kamarnya. Dia mendengar dering ponsel milik Rafael.
Rafael yang tidak menyadari keberadaan Karen mengangkatnya setengah sadar. Matanya masih setengah menutup karena kantuknya.
"Cindy?" Rafael mengulangnya. Karen jadi tahu jika yang menghubunginya saat ini adalah Cindy.
"Iya, aku sudah tidur. Ada apa?"
"Dipercepat? Besok?"
"Baiklah, aku akan berangkat jam tiga pagi," tutup Rafael. Dia mengakhiri panggilannya pada Cindy. Yang tak lama kemudian manajernya menghubunginya dan menanyakan keberadaannya.
"Tidak perlu dijemput, aku akan ke lokasi sendiri. Oke."
Karena masih mengantuk, akhrnya Rafael menutup telepon dari manajernya. Ia tidak ingin manajernya menjemputnya karena nanti pasti akan tahu jika rumahnya saat ini ada Karen di sana.
"Kau sudah bangun?" tanya Rafael ketika melihat bayangan Karen berdiri di samping meja.
"Hmm aku lapar."
"Mau pesan makanan?"
Karen melihat jam dinding. "Sudah malam."
"Aku besok akan ke lokasi syuting pagi pagi. Kalau kau ada sesuatu—"
"Aku bisa mengatasinya kok."
**
Rafael sudah mengenakan jasnya yang berwarna hitam. Yang sangat cocok untuk acara pernikahannya. Pernikahan palsunya atau lebih tepatnya.
Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Rambutnya sedang ditata oleh hairstylist. Wajahnya tidak dapat menyembunyikan jika dirinya saat ini masih mengantuk.
"Pengantin wanitanya sangat cantik, lho," komentar penata rambut Rafael.
Rafael hanya tersenyum. "Semua wanita kan cantik," sahutnya.
"Tapi Cindy sangat berbeda. Jika dia berada di panggung, dia seperti seorang perempuan yang tomboy. Tapi tadi—ketika aku mengintipnya di ruang ganti. Dia benar benar sangat cantik."
"Hmm begitu ya?"
"Apakah kau tak ada niatan untuk berkencan?"
Rafael menggeleng pelan. "Jangan berkata aneh aneh, aku bisa dipukuli oleh penggemar lelakinya."
Namun, ketika Rafael menemui Cindy yang saat ini berada di ruang tunggu. Dia benar benar terpesona dengan kecantikan Cindy saat ini.
Dia memang sangat cocok mengenakan gaun pengantin berwarna putih gading dengan bahu yang terbuka.
"Aku tidak tahu apakah aku cocok mengenakan ini—"
"Cocok kok, kau cantik mengenakan gaun pengantin itu."
Rafael tidak menyadari jika saat ini ada kamera yang sedang menyorotnya.
"Ini untuk behind the scene kalian, tidak sesuai naskah dan kalian bisa melakukan apapun yang kalian mau," kata sutradara yang tiba tiba masuk ke ruangan tunggu.
Wajah Rafael seketika menegang. Apakah ini artinya BTS acara ini akan ditayangkan juga?
Kalau iya, maka Karen tidak boleh sampai melihatnya.
**
Scene ke empat adalah ketika Rafael mengangkat tubuh Cindy yang sedang mengenakan gaun pengantin dan membawanya masuk ke dalam kamar yang sudah disiapkan.
Atas ranjangnya sudah diberi mawar merah yang dibentuk hati dengan norak oleh penulisnya.
Rafael pun menurunkan Cindy di atas kasur tersebut dengan hati hati. Dan scene berakhir dengan bibir Rafael yang hendak mencium bibir Cindy.
"CUT!" Sutradara puas dengan adegan saat ini. "Bagaimana kalau kalian benar benar ciuman? Anggap saja ini adalah drama akhir pekan?"
Rafael dan Cindy saling menatap.
"Aku sih tidak masalah," kata Cindy membuat Rafael gugup seketika.
"Kalau kau bagaimana Rafael?!" seru sutradara.
"Oh itu—"
"Oke, setelah aku bilang action kalian harus mulai saling mendekati dan ciuman. Ciumannya improvisasi dari kalian, oke. Karena ini sejak awal tidak ada di dalam skrip."
Rafael menelan ludahnya. Bagaimana kalau Karen sampai melihatnya?
"Action!"
Rafael yang sedang duduk di pinggir ranjang, mendekati wajah Cindy. Kemudian dia mencium bibir Cindy dengan lembut.
Namun, Cindy yang melakukan improve. Dia menarik leher Rafael ke arahnya. Melumat bibir Rafael dengan nafsu, dan memasukkan lidahnya ke dalam mulut Rafael.
Rafael membulatkan matanya, dia terkejut jika Cindy akan melakukan hal itu padanya.
**
Sebuah artikel berita keluar dengan judul. "CINDY ADALAH PENGGEMAR RAFAEL YANG SUKSES MENJADI PENYANYI SOLO"
Karen kemudian mengklik sebuah tautan yang ada di bawahnya. Ia dibawa ke sebuah video trailer acara PURA PURA MENIKAH milik Rafael.
Dan tidak tanggung tanggung, adegan yang ia lihat adalah ketika Rafael mencium Cindy. Ah bukan, mereka saling berciuman!
Mata Karen lantas melihat di bagian komentar. Delapan puluh persen dari mereka menyukai adegan tersebut dan berharap jika Rafael dan Cindy akan berlanjut di real life.
Sementara itu, dua puluh persen adalah fans yang kecewa karena Rafael berciuman dengan Cindy.
"Kalian sangat cocok, aku mohon kalian menikahlah!" salah satu komentar membuat Karen kesal.
"Mereka berdua tampan dan cantik, jadi cocok untuk jadi pasangan."
"Cindy adalah penggemar Rafael yang sukses."
"Cindy another level. Bagi kalian kentang kentang busuk, harap menyingkir!"
"Aku tidak menyangka, jika Rafael akan berciuman dengan Cindy. Aku tidak ingin melihat acara ini lagi."
"Rafael, kau telah menyakiti hatiku!"
"Ya, dia menyakiti hatiku," kata Karen yang mendukung komentar yang ia baca barusan.
"Cindy adalah bintang dan aku adalah kentang," gumam Karen.
Ia melempar ponselnya. Perutnya terasa sakit seperti ada yang menekannya.
Keringat dingin menetes di pelipis dan punggungnya.
"Tidak, aku tidak mungkin akan melahirkan sekarang kan?" tanya Karen dalam hatinya.