Saat pagi hari Seul Gi membuka mata. Ia merasa kegetiran mengingat kejadian semalam berada dirumah yang ternyata adalah rumah Lee Sung Kyu. Seul Gi masih kesal dibuatnya dan bingung mengapa perempuan itu melakukan hal itu padanya. Ia bahkan tidak mengingat masalah apa yang Seul Gi perbuat pada perempuan jahat itu.
Seul Gi mencari handphonenya yang ia dapatkan berada dibawah kakinya. Banyak panggilan masuk dari Jin Shim dan Sunny Eonnie.
Pesan yang mereka tinggalkan berisi kekhawatiran mengenai keadaan dan juga posisi Seul Gi berada. Tentunya mereka bertanya siapa lelaki yang menarik Seul Gi dari atas panggung.
Lalu diakhir pesan dari Jin Shim ia memberitahu bahwa bayaran mereka sudah masuk direkening masing-masing.
Seul Gi membenamkan wajahnya pada bantal lalu ia berteriak. Ia benar-benar benci disituasi seperti ini. Yang Seul Gi ingat bahwa tadi malam ia sangat malu dibuat lelaki gila itu. Hingga Seul Gi melupakan hal indah tadi malam.
Eomma sudah menyiapkan sarapan. Badannya sudah kembali pulih dan dia sudah marah jika dilarang untuk bergerak lincah. Menjadi perempuan tua sakit bukanlah tipenya.
Do Hyon dan juga So Hyun sedang pamit dan memakai sepatu mereka masing-masing saat Seul Gi baru saja selesai berseragam.
"Apa kau tidak sarapan?", tanya Eomma namun Seul Gi hanya menggeleng.
"Eomma", Seul Gi memastikan bahwa kedua adiknya sudah berangkat.
"Ceklah rekeningmu. Kau bisa memakai uang itu untuk biaya sekolah adik-adik", ujarnya lalu melesat pergi. Seul Gi bahkan memakai sepatunya dengan asal.
"Seul Gi-aahhh, tunggu!!!", suara Eomma tetap tidak didengarkan. Eomma menggigit ibu jarinya karena bingung mengapa Seul Gi dapat tahu bahwa ia butuh uang. Apa adik-adiknya mengadukan hal itu padanya.
Eomma duduk, baru saja pagi hari ia sudah merasa begitu sedih. Pantas saja tadi malam Seul Gi pulang larut malam. Anak itu juga kembali pulang telat.
Tetesan air mata jatuh dari pelupuk mata wanita paruh baya yang memiliki gores wajah seperti anak pertamanya itu. Seul Gi mengambil sifat kuatnya namun dibalik itu semua, Eomma tahu bahwa ia pun rapuh. Begitu juga dengan Seul Gi namun anak perempuan pertamanya itu sudah terlanjur memakai topeng kuat didepannya.
***
Lagi dan lagi. Mungkin ini hal yang dirindukan bagi sebagian murid-murid disekolah. Membicarakan keburukan orang padahal mereka juga memiliki keburukannya masing-masing. Remaja masa kini, hanya sibuk berbisik sana sini, menunjuk orang yang mereka tidak kenal baik.
Seul Gi membaca group sekolah yang berisi banyak murid. Ia sebelumnya tidak pernah diundang masuk namun saat ia baru sampai di kelas notifikasi undangan itu masuk.
Ia mendengus dan tertawa lalu menatap teman sekelasnya yang juga curi-curi pandang ke arahnya dengan tatapan meremehkan.
Isi group itu hanyalah foto dan juga cemohan terhadap dirinya.
Seseorang membuka pintu kelas dengan kasar. Semua anak-anak langsung menoleh dan terpaku bahwa orang itu adalah pangeran mereka. Jimin dengan handphone ditangan kirinya, wajahnya sangat menunjukkan kesal hingga telinganya memerah.
Seul Gi hanya menatap Jimin yang berjalan ke arahnya dan menarik lengannya. Mau tidak mau Seul Gi mengikutinya. Ia tidak mengeluarkan suara.
Seiring langkah kaki mereka, Seul Gi tahu bahwa semua orang mencemohnya. Ia menghentikan langkah kakinya dan menahan tarikan Jimin saat mereka berada ditengah lapangan untuk menyeberang agar keluar dari sekolah.
Seul Gi menarik tangannya dan melepaskan genggaman Jimin yang begitu kuat. Rasa nyeri tidak ia pedulikan. Mereka berada diposisi strategis untuk semua orang memperhatikan mereka semua.
"Seul Gi-ah", panggil Jimin berusaha menyadarkan Seul Gi bahwa semua orang menatap mereka berdua sekarang. Jimin mendekat.
"Ayo kembali ke kelas", ajak Seul Gi.
"untuk apa? Ayo kita pergi".
Seul Gi menatap Jimin dan tersenyum, "Kalau aku pergi, mereka akn semakin senang mendapati kenyataan bahwa aku malu. Sudah ku putuskan bahwa aku tidak akan malu. Sebelum ada dirimu. Aku sudah terbiasa diperlakukan seperti ini".
Suara Seul Gi memang selalu terdengar kuat dan lantang. Itu yang membuat Jimin menaruh hati padanya. Jimin mengusap kepala Seul Gi.
"Kalau itu maumu. Aku akan menjadi pacar yang mendukungmu".
Seul Gi terkejut, ia lupa dengan kenyataan bahwa semalam ia mengungkapkan perasaannya.
Jimin meraih tangan Seul Gi dan menggenggamnya. Hal itu membuat semua anak perempuan semakin terkejut melihat pangeran mereka sekarang sedang menuntun Seul Gi dan tersenyum sembari berbicara dengan perempuan yang menjadi bahan cibiran disekolah itu.
Kabar itu jelas langsung masuk ke telinga Sung Kyu saat ia baru saja kembali dari ruang guru untuk mengambil buku absen. Ye Ri sudah menunggunya dikursi kelasnya.
Ia menceritakan pemandangan itu. Sung Kyu benar-benar kesal. Ye Ri juga tidak habis fikir ada apa dengan mereka. Mengapa kejadian semalam malah membuat Jimin sekarang semakin lengket dengan Seul Gi.
Sung Kyu sengaja mengikuti mereka pada saat istirahat dimulai. Jimin dan Seul Gi duduk dikursi yang berada dipojok didekat tembok. Kursi disamping mereka kosong namun Jimin dan Seul Gi nampak nyaman. Mereka tertawa dengan lepas.
Sesekali tangan mungil Jimin melakukan pendekatan pada wajah atau rambut Seul Gi. Group sekolah semakin sepi atas pemberitaan semalam karena mereka sibuk membicarakan bahwa Jimin adalah pria yang sangat baik untuk Seul Gi. Malahan banyak yang iri terhadap Seul Gi.
Berita berubah secepat kilat. Sung Kyu hanya bisa mendengus kesal dan tidak berselera untuk makan.
-
-
-
Waktu sekolah pun sudah usai. Jimin menghampiri meja Seul Gi yang masih merapihkan buku catatannya. Seul Gi belajar lebih giat akhir-akhir ini sehingga ia membawa buku pelajaran dengan benar.
"Apa yang akan kau lakukan pulang sekolah?", tanya Jimin, ia duduk diatas meja menghadap Seul Gi.
Perempuan yang sedang menguncir rambut itu menggeleng, ia selesai menguncir rambutnya.
Jimin tertegun saat melihat leher Seul Gi, poninya pun ia benarkan. Jimin mendekati Seul Gi dan tangannya melepas ikatan rambut Seul Gi.
"ihhh kembalikan", protes Seul Gi.
"diluar sedang dingin jadi jangan ikat rambutmu", Jimin beralasan.
Seul Gi hanya memutar bola matanya. Ia pun berdiri, "aku mau pulang. Ayo".
Jimin menarik tangan Seul Gi, "Ini hari pertama kita setelah kemarin. Ayo kita kencan".
Wajah Seul Gi seketika memerah. Hal itu membangunkan hasrat Jimin untuk menggoda perempuan didepannya. Jimin melempar tatapan memohon.
Seul Gi merasa ia tidak dapat mengeluarkan kata penolakan walaupun ia merasakan rasa pegal disekujur tubuhnya akibat semalam menari dan kejadian memalukan itu membuat ia tidak bisa tidur hingga pagi.
Jimin berdiri dengan antusias, "hajjaaaa!!!", ajaknya penuh dengan semangat.
***
aku mau tau dong. Kalian suka gak sih sama cerita ini? kalau kalian suka boleh dong bersuara. Aku hanya ingin tau apa kalian itu nyata atau tidak.
we are come back. so stay tuned and enjoy this story. loveees?????