webnovel

Secret Story of Demigod

Arsen Dionysus, demigod tampan dengan segala pesonanya yang ada. Dalam darahnya mengalir pula darah Ares sang dewa perang, dan Aphrodite sang dewi cinta. Namun siapa sangka jika sifat Aphrodite juga menurun pada Arsen, membuat pemuda itu mendapat julukan, si tampan pemecah hati. Ah tidak hanya itu, karena memang di dalam dirinya mengalir darah sang dewa perang, Arsen menjadi begitu pembangkang, sulit di atur, dan cenderung suka membuat onar. Hingga suatu hari, Anna, si manis putri Dewa Apollo, menangis keras karena Arsen yang mencampakkan cintanya, dan di hari yang sama pula, Arsen membuat ulah dengan menyembunyikan salah satu senjata milik Dewi Anthena. Belum lagi dengan kemarahan Medusa karena tingkah menyebalkan Arsen tempo hari. Cukup membuat pemuda itu diusir dari akademi demigod, dan mendapat sebuah misi penting. Arsen harus menyamar menjadi manusia biasa! Dan harus menemukan dua demigod yang hilang. Kalau sudah begini, Arsen lebih baik menangis keras di pelukan ibu asuhnya Airin, karena demi trisula agung Dewa Zeus, dunia manusia bahkan lebih menyebalkan dari omelan Dewi Aphrodite yang bahkan tidak berhenti dalam waktu berhari-hari. Ah malang sekali nasibnya, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Eshais · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
5 Chs

Anna (1)

Arsen tengah berjalan riang memasuki demigod akademi dengan seorang gadis yang di gandengnya, Mirai namanya, putri dari Dewa Poseidon sang penguasa laut. Namun berbeda dengan sang ayah yang berpostur tinggi besar dengan tubuh yang berotot, Mirai hanyalah seorang gadis mungil dengan wajah menggemaskan, terutama jika tengah tersenyum.

"Sebaiknya kau masuk ke kelas terlebih dahulu," Arsen menghentikan langkahnya ketika keduanya telah sampai di depan kelas.

Mirai berkedip beberapa saat, menatap Asren polos, "Kau akan pergi?"

"Ya, aku harus menemui seseorang, selamat belajar sayang," pemuda itu tersenyum, mencium kilat pucuk kepala gadis yang lebih pendek darinya.

"Terimakasih Arsen," Mirai tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit membentuk bulan sabit.

"Hiks--Arsen,"

Keduanya menoleh bersamaan, "Anna?"

"Hiks--kau jahat Arsen--hiks--kau jahat sekali," Anna berlari kencang meninggalkan Arsen dan Mirai yang hanya memandangi gadis itu seperti orang bodoh.

"Apa yang terjadi pada Anna?" Mirai menatap Arsen penasaran, "Dia kekasihmu?"

"Buk--"

"Arsen Dionysus," suara geraman rendah yang cukup di kenali oleh Arsen cukup membuat sang empunya nama bergidik ngeri, "Apa yang kau lakukan pada Anna?"

"Ah Dewa Apollo, selamat datang di demigo--"

"Tidak usah berbasa-basi lagi Arsen," Apollo melotot marah, "Apa yang kau perbuat sehingga kau membuat putriku menangis?"

"Hei Apollo, kau seperti tidak tahu tabiatnya saja," Athena datang entah dari mana asalnya, "Kembalikan senjataku bocah,"

Arsen memiringkan kepalanya bingung, "Apa yang anda maksud dewi? Saya tidak mengetahui di mana tombak anda dewi,"

Athena menghela napas lelah, "Lihatlah netapa bodohnya dirimu, sekarang beri tahu aku di mana kau menyimpan tombakku?"

Bak seorang maling tertangkap basah, Arsen hanya mampu tersenyum manis, lalu mengangkat kedua tangannya, "Tempat di mana para gadis cantik bersuara merdu tinggal,"

Sang dewi yang segera mengetahui di mana tombak kesayangannya berada, dengan kesal menggertakkan giginya, "Kau benar-benar cari mati! Bagaimana bisa kau menyembunyikan tombakku di tempat tinggal para siren?!"

"Karena mereka cantik dewi,"

"Astaga, aku tidak habis pikir dengannya, Apollo, aku serahkan dia padamu, aku harus mengambil tombakku dulu," Athena menepuk pahu tegap Apollo beberapa kali sebelum pergi dari sana.

"Jadi Arsen? Apa kau mempunyai pembelaan sebelum aku memenggal kepalamu?" sang dewa beralih menatap Arsen yang hanya terdiam kaku dengan alis yang menukik tajam.

"Tapi dewa, saya tidak melakukan apapun, saya hanya--"

"Dia mencampakanku," adu Anna yang kini tengah berjalan mendekati mereka, "Arsen--hiks--mencampakanku--hiks,"

"Tenanglah Anna, ayah akan memenggal kepala bocah ini,"

"Tidak ayah! Itu terlalu kejam, beri saja dia hukuman,"

Apollo menghela napas berat lalu mengangguk, "Kita bicarakan saja ini pada Dewa Zeus,"

Arsen melotot, tidak bisa, jangan Zeus, terakhir kali pertemuannya dengan ayah para dewa itu sangat tidak menyenangkan, karena demi apapun Zeus sangat menyeramkan ketika mengetahui banteng-bantengnya telah di lepaskan dari kandang oleh Arsen.

"Apakah tidak ada jalan lain dewa?" Arsen memasang wajah memelasnya, namun Apollo justru memalingkan wajah dan segera pergi dari tempat kejadian.

***

"Apa yang harus ku lakukan ibu?" tanya Arsen memandangi wajah cantik sang ibu yang tengah bermain dengan ikan-ikan di kolam.

"Temuilah Dewa Zeus, mudah bukan?" jawab Aphrodite tanpa menoleh.

Sang anak hanya mendesah lelah, "Ayolah ibu bisakah aku mendapatkan solusi yang lain? Mengembalikanku ke dalam rahim misalnya?"

"Kau dan semua pikiran bodohmu itu Arsen, aku bahkan tidak yakin kau benar putraku,"

Arsen menatap sang Dewi Cinta aneh, "Kau yang datang ke rumahku saat itu, saat aku sedang makan sereal favoritku dan tiba-tiba menarikku seperti seekor domba,"

"Karena bahkan saat aku datang kau berteriak seperti orang gila Arsen,"

"Itu karena ibu terlalu cantik, kau tau apa yang terlintas di otakku saat pertama kali melihatmu?" Aphrodite mengedikkan bahunya tanda tak tau, "Menjadikanmu kekasihku,"

Sang ibu hanya diam, menoleh menatap Arsen yang kini justru menampilkan senyum idiotnya, "Tunggu sampai aku merobohkan rumah ini dan membiarkanmu tetap berada di dalamnya,"

"Kau kejam sekali ibu,"

"Aku tahu,"

"Ibu,"

"Ya? Ah Eros, masuk nak," Aphrodite tersenyum lebar, "Ada keperluan apa kau datang kemari?"

"Ah tidak, aku hanya memastikan keadaan ibu," sang dewa asmara balas tersenyum pada ibunya.

"Hey ini sangat tidak adil," Arsen nyaris memekik nyaring, menatap Aphrodite dan Eros bergantian, "Kenapa ibu begitu ramah padanya sedangkan padaku, ibu selalu berteriak nyaring seperti seekor kakak tua,"

Eros menatap pemuda itu sinis, "Bagaimana mungkin kau berteriak seperti itu pada ibu?"

"Apa masalah anda dewa? Terserah padaku mau melakukan apapun,"

"Jangan sombong, kau hanya seorang demigod! Tidak lebih!"

"Lalu? Anda juga hanya seorang dewa, tidak lebih,"

"Derajatku lebih tinggi darimu,"

"Tanpa anda beritahu saja juga sudah tahu, tidak perlu menekankan seperti itu dewa, sikap seperti itu di namakan sombong,"

"Kau--"

"Jangan bertengkar di rumahku,"

"Maafkan aku ibu,"

"Ya, kau ku maafkan, Arsen--"

"Dia yang menyebalkan, sombong sekali, ku doakan saja kekuatanmu hilang dan kau berakhir menjadi manusia biasa,"

"Arsen," Aphrodite menoleh, "Jangan buat kepalaku pusing dengan tingkahmu,"

"Aku tidak pernah dengan dengaja membuat kepala ibu pusing, apa mungkin karena ibu sudah tua?" demi tuhan Arsen, wajahnya begitu polos ketika mengatakan kalimat terlarang itu.

"Kau benar-benar--"

"Permisi, Dewi Aphrodite?"

"Ya, Mirai? Masuklah,"

"Ah tidak dewi terimakasih, saya hanya di berikan perintah memanggil Arsen untuk menghadap Dewa Zeus," kata Mirai sopan.

"Ah Asren, kau mendengarnya?"

"Tidak bu, aku di kutuk oleh Dewa Helios menjadi tuli," jawab Arsen spontan.

"Pergi atau kutukan khayalanmu itu akan menjadi nyata,"

Arsen mencebik kesal, "Tidak bisakah aku kembali ke dalam kandungan? Aku tidak masalah jika itu mama, ah bahkan itu lebih baik,"

"Tidak! Pergi atau aku akan menjadikanmu pelayan Medusa,"

"Tidak!" Arsen melotot horor, "Ibu harus tau, kemarin aku memotong rambut ular Bibi Medusa hingga dia nyaris mencekik ku,"

"Kau seharusnya mengatakan itu pada Ares, bukan padaku," Aphrodite tampak acuh tak acuh, "Cepat pergi Arsen Dionysus,"

"Ibu, ayolah cepat masukkan aku kembali ke dalam rahim,"

"Tidak Arsen, apa yang membuatmu tidak mau bertemu Dewa Zeus?"

"Dia sangat menyeramkan, bahkan nyaris menguntukku menjadi banteng jika saja aku tidak kabur waktu itu,"

"Apa yang kau lakukan?"

"Melepas banteng milik Dewa Zeus,"

Bahkan Aphrodite nyaris kehilangan kecantikannya karena kaget, "Kau gila atau bodoh? Sebenarnya apa tujuanmu melakukan itu?"

"Aku melakukan hal yang mulia ibu, kasihan sekali mereka di kurung dalam kandang,"

"Dia benar-benar bodoh," Eros ikut menimpali.

"Dan satu lagi hal paling gila dan bodoh yang di lakukan Arsen setelah merobohkan gedung akademi," Sang Dewi hanya bisa tersenyum, "Arsen,"

"Ya ibu?"

"Pergi atau aku kutuk kau menjadi patung batu?"

"Aku pergi,"