webnovel

04 TDG2

" Yasmin!" panggil Zab.

Wanita yang sedikit berlari itu menghentikan langkahnya. Jantungnya berdetak sangat keras mendengar suara pria yang sangat dirindukannya itu.

" Ya?" sahut Yasmin memutar tubuhnya.

" Siapa, Ben?" tanya Zab.

" Lu nggak berhak tahu siapa dia!" jawab Yasmin.

" Aku berhak, karena kamu calon istri adikku!" jawab Zab menahan amarah.

" Masih calon! Belum sah!" sahut Yasmin.

" Tapi sebagai wanita muslim kamu harusnya tahu batasanmu!" sindir Zab.

" Gosh! Kalo lu nggak suka sikap gue, lu bisa batalin semua kekonyolan ini!" balas Yasmin.

Semua orang yang ada di resto melihat pertengkaran mereka dan Yasmin tidak perduli dengan semua itu. Sudah lama dia ingin meluapkan segala kekesalan hatinya pada pria yang menurutnya munafik itu.

" Aku tidak akan menyakiti hati adikku dan aku akan melakukan apa saja untuk membuat kebahagiannya terwujud!" ucap Zab tegas.

" Kebahagiaan! Apa lu nggak salah dengan apa yang lu ucap? Semakin lama lu melakukan semua ini, akan banyak orang yang tidak bahagia! Itu...termasuk lu!" kata Yasmin membuat hati Zab berdebar kencang.

" Aku bahagia!" balas Zab mencoba mengelak.

" Ahhh, betapa bodohnya lu, Yas! Apa lu lupa kalo Kak Zabran ini kekasih Nadia!" sindir Yasmin kesal.

" Dia bukan..."

" Thats enough! Stop ruining my life! I don't want to know you anymore, this hurts me too much!" kata Yasmin yang meremas dadanya dengan airmata meleleh di kedua pipinya.

" Aku..."

" What do you want from me? I wish we had never met at all!" ucap Yasmin kemudian wanita itu berlari pergi meninggalkan Zab yang terpaku di tempatnya.

Ya Allah! Apa hamba telah melakukan kesalahan? Hamba hanya ingin adik hamba merasakan bahagia! batin Zab sedih.

" Assalamu'alaikum!"

" Wa'alaikumsalam!"

" Ada apa, Zab?" tanya seorang pemuda.

" Hai, San! Nggak ada apa-apa!" jawab Zab dengan wajah tersenyum.

" Apa kita jadi bicara bisnis?" tanya Hasan.

" Tentu saja! Sorry!" kata Zab lagi.

" Its, Ok! Ayo!" ajak Hasan.

Mereka ke meja yang tadi di booking oleh Zabran dan menikmati makanan yang ternyata telah di pesan oleh Hasan. Sambil menikmati makannya, Hasan mengemukakan rencananya pada Zab. Zab yang baru saja selesai makan hanya memesan secangkir kopi saja.

" Jadi gue akan ajak beberapa orang temen kita...lu nggak papa, Zab?" tanya Hasan yang melihat Zab mulai memijit pelipis dan mengipas-ngipas tubuhnya.

" Panas, ya?" tanya Hasan tersenyum

" Masak, sih? Gue kedinginan malah!" kata Hasan.

" Gue ke toilet dulu!" kata Zab yang berdiri dan berjalan sedikit terhuyung, dia menarik dasinya dan membuka kancing kemejanya.

Tiba di dalam toilet, dia memutar kran lalu membasuh wajahnya hingga berkali-kali. Kenapa bertambah panas? batin Zab. Dia berjalan keluar toilet dan dilihatnya ada Yasmin sedang berdiri dihadapannya. Gadis itu sedang asyik menelpon seseorang.

" Zha..."

" Kak? Kakak kenapa?" tanya Yasmin yang terkejut melihat Zabran berjalan mendekatinya.

Wajahnya pucat dan berkeringat, kedua matanya terlihat sedang menahan hasrat karena perlahan bagian bawahnya memberontak.

" Apa kamu...menjebakku?" tanya Zab curiga.

" Apa maksud kakak?" Yasmin mengeritkan dahinya.

" Panas, Zha!" ucap Zab dengan mata yang sudah berhasrat, terlebih dia melihat gadis yang begitu di inginkannya.

Zab memeluk tubuh Yasmin.

" Astaughfirullah! Kak, ini dosa!" ucap Yasmin yang berusaha untuk memberontak.

Tapi Zab mengabaikan semua yang diucapkan Yasmin.

Tubuhnya sudah dikuasai oleh zat setan yang dicampurkan ke dalam minumannya dan entah siapa yang melakukan itu, Zab akan mencari tahu nanti. Saat ini yang dia butuhkan hanya pelampiasan agar hasratnya bisa terpenuhi.

" Kak! Istighfar!" mohon Yasmin.

Ponselnya terjatuh saat Zab dengan paksa mendorongnya ke dalam toilet. Zab hanya memejamkan kedua matanya dan mulai merapalkan beberapa do'a sambil terus memeluk Yasmin. Matanya menatap penuh hasrat pada Yasmin karena posisi mereka saat ini. Dengan cepat Zab menyambar bibir tipis Yasmin, gadis itu membulatkan matanya dan mencoba meronta, tapi tenaga Zab begitu kuat.

" Astaughfirullah! Sadar, Kak! Istighfar, kak!" bisik Yasmin dengan derai airmata di telinga Zab. Saat ini bibir pria itu sudah menyesap lehernya dengan keras karena khimar Yasmin yang telah disingkap oleh Zabran.

" Allahu...Akbarrrrr!" teriak Yasmin merasakan pedih di lehernya.

Zab benar-benar berusaha menolak pengaruh zat itu, dia semakin keras merapal do'a-do'anya dan juga melawannya. Tapi Yasmin sudah disentuhnya, gadis itu merasa kotor, dia memang menginginkan Zab, tapi bukan seperti ini.

" Tolonggggg!" teriak Yasmin yang menyadarkan Zab dan membekap mulut gadis itu.

Brakkkk! Brakkkk! Suara orang mendobrak pintu.

" Apa yang kalian lakukan?" teriak seorang pria setelah berhasil mendobrak pintu toilet.

Zab tertidur di klinik resto, setelah mendapatkan suntikan dari dokter. Yasmin hanya bisa menangis di ruang security hotel.

" Mbak yakin nggak akan melaporkan pria itu?" tanya security hotel.

" Nggak, Pak! Dia bukan pria jahat!" jawab Yasmin.

" Tapi dia berusaha mem..."

" Cukup! Dia dijebak!" kata Yasmin lagi.

" Yasmin! Sayang!" panggil seorang wanita cantik berhijab.

Yasmin melihat ke arah wanita itu.

" Kak Hanum!" balas Yasmin kemudian dia memeluk wanita itu.

" Masya Allah! Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Hanum lagi.

" Alhamdulillah Yasmin baik-baik saja, Kak!" jawab Yasmin.

" Apa yang terjadi? Kenapa kamu ada disini? Bukannya kamu harusnya sudah di pesawat menuju Dubai?" tanya Hanum.

" Nanti Yasmin ceritakan! Yasmin hanya takut kalo Aba tahu!" kata Yasmin dengan mata berkaca-kaca.

" Apa mereka menghubungi mereka?" tanya Hanum.

" Iya!" jawab Yasmin memeluk erat Hanum.

" Astaughfirullah!" ucap Hanum mengusap punggung Yasmin.

Sementara Fatma dan Harun bersiap-siap untuk menuju ke Bandara, mereka akan terbang ke Singapore.

" Ada apa dengan Kak Zab, Ummi?" tanya Zib.

" Nggak apa-apa! Kakakmu hanya pingsan dan sekarang sedang di Rumah sakit!" kata Fatma.

" Zib ikut, ummi! Kalo Kak Zab kenapa-kenapa, bagaimana pernikahan Zib?" kata Zib egois.

Fatma tidak menyangka jika putra ketiganya akan berkata seperti itu. Dia tidak mengkhawatirkan keadaan kakaknya, tapi malah mengkhawatirkan dirinya sendiri.

" Kamu tetap disini, jaga adik-adikmu!" kata Harun tegas.

Zib yang melihat wajah serius Abanya, hanya bisa terdiam dan pergi meninggalkan mereka berdua.

" Astaughfirullah!" ucap Fatma dengan tubuh limbung.

Dengan cepat Harun memeluk istrinya agar tidak terjatuh.

" Apa ummi telah salah mendidik Zib, Ba? Kenapa dia seperti itu?" tanya Fatma menahan tangis di dada suaminya.

" Ummi yang sabar, ya! Kita fokus pada Zab dulu!" kata Harun.

Mereka kemudian membawa tas kecil dan masuk ke dalam mobil.

" Apa yang terjadi dengan anak-anakku, Ba?" tanya Fatma sedih.

" Anak kita!" sahut Harun.

Fatma memejamkan kedua matanya dan menghembuskan nafas dengan kasar.

" Aku tidak pernah mendidik mereka untuk mementingkan diri sendiri jika ada keluarga yang membutuhkan pertolongan. Tapi Zib..."

" Ummi tidak salah, mungkin Zib begitu karena pergaulan di luar, Aba tidak pernah meragukan cara Ummi mendidik anak-anak kita!" hibur Harun pada istrinya.