webnovel

SATAN'S AND THEIR OMEGA'S MISTRESSES

bagags

Renji_Isamu · LGBT+
Sin suficientes valoraciones
5 Chs

BAB 3: TWO BEAUTY SPLATTERED

Pulang ke rumah, kekhawatiran Wang Yibo tentang ibu yang marah-marah ternyata hilang begitu saja. Hanya Mile yang menyambut dirinya di ruang tamu, dan kakaknya itu mengerjakan tugas kuliah seperti biasa. "Selamat datang, Yibo. Ibu diajak Ayah mendadak pergi. Mereka sekarang menjenguk Nenek yang kondisinya turun lagi di RS," kata Mile. Awalnya lelaki itu masih fokus ke layar, tapi langsung mencopot kacamata begitu menoleh. "Hei, kau kenapa?"

Wang Yibo melewati ruang tamu dan langsung naik ke lantai dua. "Bukan apa-apa, Ge. Biasalah pekerjaan anak muda. Gege pura-pura tidak tahu saja."

"Apa?" Mile pun mengikuti adiknya masuk ke kamar. Bagaimana pun cuma dia wali yang tersisa di rumah. Passakorn dan Xixia akan pulang beberapa hari lagi, mana mungkin dia mengabaikan yang barusan?

"Gege buat apa kemari? Aku ini mau mandi," kata Yibo. Dia tanpa sungkan lepas kaos di depan sang kakak, lalu mondar-mandir dengan bertelanjang dada. Mile jelas melihat keseluruhan dari lukanya. Lelaki itu pun terpongah beberapa detik, lalu menghadang lemari baju.

"Tentu mau menginterogasi," kata Mile. Dia menahan Yibo yang ingin mengambil baju ganti. "Tadi kau sedang apa saja? Jangan tawuran, ya ampun. Kau ini baru daftar kuliah. OSPEK saja belum sudah babak belur begini."

"Arrrgh, kenapa tidak tanya pacarmu?" kata Yibo kesal. Dia mendorong Mile agar tidak menghalangi pekerjaan, tapi juga tak terlalu keras. "Gege itu cuma dianggapnya selingkuhan. Gila saja aku lihat dia berciuman dengan Alpha."

"Tunggu, apa?"

Wang Yibo menepuk bahu Mile sebelum meninggalkannya ke kamar mandi. "Intinya dua orang itu sudah aku hajar. Sekarang terserah kalau mau selesaikan dengan cara lembut khas-mu itu."

Setelah meninggalkan Mile di balik pintu, lelaki itu pun menelepon Chiye. Dia pikir, Yibo hanya mengada-ada. Karena Chiye baru dipertemukan dengannya sekali, jadi agak mengagumkan kalau sang adik menandai kekasihnya di tempat umum.

"Halo?" kata Mile. Namun, tak ada sahutan dari seberang sana, kecuali bisik-bisik kecil. Alis tebalnya pun sempat mengerut, tetapi tidak lagi setelah dirinya dimaki-maki.

"BIAR AKU YANG MENJAWAB, SIAL! MENJENGKELKAN SEKALI ADIKNYA ITU!" bentak seorang Alpha dari seberang sana.

"....??"

"HALO, KAU ITU SI BRENGSEK MILE KAN? DASAR GILA. CHIYE SEKARANG LUKA-LUKA KARENA YIBO! KITA ADU TINJU LAH KALAU KAU BERANI! DIMANA?! BERITAHU TEMPAT DAN WAKTUNYA. AKU AKAN DATANG MENGHAJARMU!"

Pegangan Mile pun mengerat, tapi dia segera mengatur napas. "Oh, jadi benar yang adikku bilang," katanya. "Tapi bisa kau alihkan ponsel dulu? Aku mau bicara dengan kekasihku."

"TIDAK ADA! KEKASIH-KEKASIH APA!" bentak si Alpha lagi. "KAU BOLEH NGOMONG DENGANNYA KALAU MENGALAHKAN AKU! DASAR BAPAK-BAPAK TUA!"

Oke? Sampai sini Mile pun langsung menutup sambungan. Dia tersinggung karena baru umur 25, tapi bukan itu yang membuat marah. Melainkan kenapa Yibo sampai luka-luka separah itu. Belum tahu saja si Alpha kalau dirinya bertindak. Tapi lebih baik culik Chiye untuk bicara sebentar, daripada adu bogem tak perlu dengan werewolf yang satu itu.

[Hei, PECUNDANG KAU! Bicara belum selesai dimatikan! SINI! MAJU! BIAR KUBERI PELAJARAN BOKONGMU! FUCK! ]

Setelah pesan singkat itu masuk, Mile langsung merubah niat baiknya. Dia pun keluar dengan dengusan, lantas menyetir mobil untuk menemui Chiye.

BRRRRRMMMMMMMM!

Bukan untuk menghajar si Alpha sih, walau nanti ada adu pukul. Tapi memastikan apa janin yang dikandung Chiye adalah anaknya. Namun, sang Omega malah menggeleng. Dia sepertinya takut karena sudah ketahuan, jadi Mile pun memporak-porandakan ruang tamunya saja dengan smackdown random.

"MAJU KAU BRENGSEK!!" teriak sang Alpha yang ternyata masih sama muda-nya. Dia mungkin hanya seumuran Yibo, pantas saja emosinya berapi-api.

Well, Mile tidak mau menghabiskan banyak waktu di tempat itu. Apalagi hanya untuk menghajar bocah yang sudah terluka. Mile pun membekuk sang Alpha hingga lengan kirinya terpelintir, lalu membungkam mulut besarnya dengan taplak meja. Cukup itu, sudah. Tidak ada lagi omong kosong yang bisa dia ucapkan. Sementara Mile menandai Chiye.

"Kartunya akan aku blokir setelah ini. Jadi, pacari saja lelaki manjamu itu."

Syok, Chiye pun berlari mengejar Mile hingga ke halaman. "Mile! Mile! Tunggu. Kumohon jangan begini ....!" katanya sembari memeluk dari belakang.

Sayang Mile terlalu muak. Sekejap dia langsung menghempas sang mantan begitu saja. "Tidak berguna," katanya. Lalu pergi keluar gerbang dengan mobil yang agak ugal-ugalan. Semua karena emosional. Cakar Satan Mile sampai keluar, tapi untung sudah berada di dalam.

BRRRRRMMMMMMMMM!!

Sebenarnya kalender hari ini menunjukkan tanggal 17 November. Ulang tahun Xiao Zhan sudah lewat satu bulan, tapi kawan-kawannya baru bisa merayakan. Ah, ralat. Lebih tepatnya Apo ngotot menjalankan ide pesta karena ingin keduanya melepas stress. Dia dan Xiao Zhan, maksudnya.

Mungkin karena sahabatan, nasib juga tak jauh beda. Apo ditinggal menikah tiba-tiba oleh Alpha-nya, Earth. Sementara Xiao Zhan ditarik-ulur sang kekasih muda, Haoxuan. Lalu ditinggal kabur kuliah di luar negeri. Entah dimana negara yang dituju si bocah itu. Yang pasti Haoxuan sudah bilang putus lewat WeChat, lalu mengirimkan foto berdua dengan pacar baru.

Kekanakan, memang. Tapi Xiao Zhan tidak mau stress-nya berlarut-larut. Toh dia sendiri yang punya selera bocah. Xiao Zhan pun setuju berpesta BBQ, hitung-hitung reunian dengan teman lama.

"Selamat ulang tahun! Selamat ulang tahun! Selamat ulang tahun! Selamat tahun, Zhan. Selamat makin tua! Ha ha ha ha ha!" tawa teman-teman Xiao Zhan meledek. Mereka pun mengadu gelas bir di udara hingga berdenting. Lalu makan-makan semalam suntuk.

Sambil mengobrol, bakar-bakar, dan nonton film bersama di taman rumah, kediaman Xiao begitu ramai meski sudah malam hari.

"Ceeeeeerrrrsssssss!!"

Tinnnnnng!

"Sial tua apanya. Aku baru 13," kata Xiao Zhan sambil tertawa. "Tapi angkanya dibalik!"

"Ha ha ha ha ha!"

Kalau orang luar yang mengatakan, Xiao Zhan pasti sudah tersinggung. Namun, kalau teman-temannya sendiri. Saling ledek adalah hal yang biasa. Toh di kumpulan ini ada yang lebih tua. Liu Haikuan, misalnya? Dia malah 35, tapi masih bujang juga.

"Baiklah, kami pulang dulu, ya. Astaga, Zhanjin sudah cegukan di sana-sini. Aku harus mengurusnya segera," kata Liu Haikuan sembari merangkul sahabatnya. Dia menyeret kaki Zhanjin menuju ke mobil. Begitu juga tamu-tamu Zhan yang lain yang ikutan pulang.

"Ya, ya. Sana," usir Apo. Mereka pun saling melambaikan tangan, hingga akhirnya tersisa dirinya dan Xiao Zhan. "Bagaimana, sudah puas? Atau masih ingin minum sampai pagi?"

Xiao Zhan pun menggeleng lalu meletakkan gelasnya di atas meja. "Tidak, tapi aku senang kalau ditemani di sini," katanya. Lalu menidurkan kepala di antara lipatan lengan. "Hmm, hmm, Apo. Terima kasih ide gilanya. Aku lega bisa melepaskan beban meski sedikit."

"Hm, sama-sama, Zhan," kata Apo. "Aku juga senang bisa berkunjung Beijing setelah sekian lama."

"Hehehehe," tawa Xiao Zhan dengan nada anehnya. Mungkin karena efek mabuk, wajahnya jadi merah dan suka meracau kemana-mana. "Tapi, Apo. Aku masih kurang terima dengan alasan Alpha-mu kawin lari."

"Hm?" tanya Apo yang sudah menenggak segelas lagi. "Kenapa?" Ekspresinya sangat kecut dan mulai pening, tapi anehnya tak mau berhenti minum.

"Ya, aneh saja. Gila. Dimana-mana orang kalau dapat pacar mumpuni pasti senang," kata Xiao Zhan dengan bibir yang mencebik imut. "Earth malah insecure karena dirimu pilot. Cih. Makan saja Omega-nya yang pas-pasan itu."

"Ha ha ha ha, hush," tawa Apo. "Aku sendiri tak menyangka dia jaga jarak setelah ditanya profesi."

"Cih ...." kata Zhan dengan wajah yang penuh intensi. "Bilang saja tak sanggup kalah dominan. Dasar ...."

Mereka pun tertawa bersama-sama. Membuat malam itu makin riuh hingga pukul 3, sampai-sampai keduanya tertidur di atas meja. Apo dan Zhan tidak sempat masuk rumah karena asyik curhat begitu lama. Xiao Lingmei, Ibu Zhan sampai geleng-geleng atas tingkah mereka.

"Sayangku, Sayangku ...." gumam Lingmei sembari menyelimuti punggung Apo dan Zhan bergantian. Keduanya sudah seperti anak sendiri, apalagi Zhan tak punya saudara kandung. Mereka sama-sama anak tunggal yang saling membantu, walau kadang harus repot lintas negara untuk berkunjung. "Semoga kalian tidak sakit saja ...."