Ketika Mori baru saja berbaring, dalam sekejap mata Mori melihat seekor harimau melompat di atasnya dan menerjang lelaki ras Garuda. Kedua ras berbeda yang selama ini hanya dianggap mitos bergulingan di tanah. Saling hantam dan terjang lalu berakhir dengan Cindaku yang dalam perubahan sempurna Harimau berdiri di atas tubuh ras Garuda yang juga dalam perubahan sempurnanya. Kepala elang, tubuh dan tangan manusia dengan sayap dan kaki elang.
"Apa aku sedang berimajinasi?" gumam Mori ketika membalik tubuhnya ke samping untuk melihat apa yang terjadi.
"Tentu saja tidak." Sahut satu suara di dekat Mori.
Mori melihat ke sumber suara lalu duduk dengan cepat. "Tuan Idris?!"
Idris tersenyum melihat Mori. "Benar sekali! Ternyata kamu masih ingat?"
"Tentu saja aku ingat. Aku tidak akan lupa seperti kata tuan!"
"Ya. Itu karena kamu sedikit keras kepala ternyata."
Mori mengerutkan dahinya. "Tuan Idris, Miranda sedang berkelahi dengan ras Garuda itu! Apa tidak akan dibantu?"
Idris hanya tersenyum mendengar perkataan Mori, kemudian berkata. "Miranda itu gadis yang kuat. Kamu lihat saja."
Walau tidak habis pikir dengan membiarkan Miranda menghadapi ras Garuda yang bertubuh tinggi dan besar satu lawan satu, tapi setelah memperhatikan beberapa saat Mori melihat bahwa Miranda jauh lebih lincah dan kuat.
Miranda begitu menerjang ras Garuda dalam wujud Harimaunya kemudian kembali berubah ke wujud manusianya dalam hitungan detik. Tidak, bukan wujud manusia sesungguhnya. Miranda dalam perubahan manusia setengah harimau, dengan ekor menjuntai panjang, telinga harimau di atas kepalanya dan tangan yang berbulu loreng serta bercakar panjang.
"Huaa... i, itu Miranda comel sekali!" seru Mori melihat perubahan setengah Harimau Miranda.
Miranda yang sedang bertarung dengan ras Garuda tiba-tiba menarik tangannya yang hampir menusukkan cakar tajamnya ke leher ras Garuda. "Berhenti berteriak dan mengatakan kata 'comel'!"
"Eh. Kenapa Miranda marah?"
Idris yang masih berdiri di samping Mori mengangkat kedua bahunya diiringi senyuman.
Garuda yang lehernya hampir ditusuk Miranda dengan cakar tajamnya, menjatuhkan diri ke tanah. Langsung berbaring dan menarik nafas lega. "Hampir saja..."
Miranda melihat kepada ras Garuda yang masih berani bersuara, mengangkat kaki kanannya dan menginjak dada Garuda dengan memasang wajah bengis.
Lelaki ras Garuda mengangkat kedua tangannya. "Aku menyerah."
"Kalau sekali lagi kamu mengganggu anak baru dari ras Cindaku, akan aku potong lehermu dan akan aku jadikan makanan untuk Harimau Sumatera di hutan!" ucap Miranda sambil mendekatkan cakarnya ke wajah Garuda yang mencoba tersenyum walau berkeringat dingin diancam seperti itu oleh Miranda.
"Waw! Dia terlihat seksi sekaligus comel!" gumam Mori melihat pose Miranda seperti itu.
"Sudah aku katakan, jangan sebut-sebut kata comel!" sahut Miranda yang dapat mendengar suara Mori walau cukup jauh.
Mori melihat kepada Idris. "Kenapa dia bisa mendengarnya?"
"Pendengaran Cindaku itu sangat tajam! Jadi hati-hatilah kepadanya." Jelas Idris sambil tersenyum. Idris mengulurkan tangannya kepada Mori yang masih duduk.
Mori menerima jabatan tangan Idris yang terasa sedikit hangat. Mori memperhatikan tangan Idris ketika berdiri. "Tangan tuan hangat."
"Tentu saja. Ayo saya perkenalkan kepada ras Garuda itu yang sebenarnya sekutu ras Cindaku."
"Sekutu?"
"Ya." Idris mulai berjalan mendekat ke arah Miranda dan ras Garuda.
Melihat Idris mendekatinya, Miranda menurunkan kakinya dari dada ras Garuda. Menundukkan sedikit kepalanya kepada Idris.
Lelaki ras Garuda juga ikut berdiri dan memberi hormat kepada Idris dengan menundukkan kepalanya.
Mori melihat dengan takjub kepada Idris yang dihormati Miranda dari ras Cindaku dan lelaki ras Garuda. Mori merasa sangat penasaran siapa sebenarnya Idris, karena Idris bisa disentuh, tangannya terasa sedikit hangat dan kakinya menapak di tanah. Selain itu Idris tampak sangat dihormati ras Cindaku dan ras Garuda.
"Apa kamu tidak lelah dipukuli Miranda?" tanya Idris begitu sampai di tempat ras Garuda dan Miranda.
Lelaki ras Garuda yang telah berubah dalam wujud setengah Garudanya cengengesan sambil menggaruk kepalanya. "Entah kenapa saya menyukai ketika dipukuli Miranda. Hehehe..."
"Masokis." Gumam Mori sambil membuang wajah ke samping karena merasa jijik melihat si lelaki setengah Garuda itu tertawa.
Si lelaki Garuda hanya tertawa mendengar perkataan Mori.
"Dia semakin menjadi-jadi dikatakan seperti itu olehmu." Ucap Miranda kepada Mori yang kini berdiri tepat di sampingnya.
Mori melihat Miranda, terutama telinga Harimaunya.
Miranda yang menyadari tatapan mata Mori segera menutup telinga Harimaunya dengan kedua tangan yang ditutupi bulu loreng sebatas pertengahan lengan. "Jangan menatapku seperti itu! Apa kamu juga mau aku pukul seperti si Garuda masokis itu?!"
Mori mengangkat kedua tangannya setinggi bahu. "Aku menyerah! Hanya saja kamu begitu comel! Seperti sedang cosplay sebagai manusia setengah Harimau!"
"Sudah aku katakan jangan bilang 'comel'! kamu juga akan seperti ini kalau berubah!"
Mulut Mori terbuka lebar mendengar perkataan Miranda. "Apa?! Aku juga akan seperti kamu, memiliki telinga Harimau, ekor dan tangan seperti itu?"
"Tentu saja." Sahut Miranda sambil bersedekap dan terlihat tidak acuh melihat ekspresi keterkejutan Mori.
"Ras Cindaku kalau berubah dalam formasi setengah Harimau memang seperti itu. Terlihat comel dan menggemaskan dengan telinga di kepala, ekor panjang dan tangan berbulu sebatas siku atau pergelangan tangan." Jelas Idris kepada Mori kemudian sambungnya. "Oh ya, Mori kenalkan sekutu ras Cindaku. Vino, dari ras Garuda! Dan Vino, dia adalah Mori, Cindaku baru. Belum bisa apa-apa dan tolong jangan diusili lagi!"
Vino, ras Garuda yang terlihat berusia sekitar dua puluh lima tahun itu mengangguk sekali mendengar perkataan Idris. "Baik Tuan Idris." Ucapnya, lalu melihat kepada Mori dan berkata. "Halo... maaf kalau aku sudah mengerjaimu tadi. Hehehe..."
"Untunglah yang tadi itu hanya bercanda. Aku sungguh takut ketinggian ternyata! Hehehe..." komentar Mori.
Vino melirik Idris dan Miranda bergantian setelah mendengar perkataan Mori. "Dia anak yang unik."
"Dia sangat cerewet!" komentar Miranda.
"Ah iya. Dia terus berteriak ketika aku membawanya terbang sampai ke atas awan! Membuat telingaku sakit!" sambung Vino mengingat betapa ributnya Mori.
"Itu karena aku takut! Tiba-tiba dibawa terbang makhluk mitos dengan kecepatan suara sampai ke atas awan siapa yang tidak terkejut?!" sahut Mori.
"Tapi Mori juga memiliki kemauan yang keras. Dia bisa mengingat saya dan Miranda walau pertemuan pertama kami secara tidak sengaja dan sebelum waktunya." Ucap Idris membuat perhatian segera tertuju padanya.
Miranda mengangguk. "Tuan benar, karena itulah aku mengikutinya untuk mengetes apa dia akan lupa atau tidak. Tapi dengan santainya dia mengingat semua kejadian di hutan waktu itu. Padahal biasanya kalau belum masuk masa perubahannya, Cindaku baru pasti akan melupakan apa yang telah dilihatnya secara tidak sengaja."
"Oh... jadi itu kenapa kamu mengikuti aku, pagi setelah pertemuan pertama?"
Miranda diam saja, tanpa komentar sedikit pun pada Mori.
Seorang laki-laki berpakaian serba hitam, dengan tanjak dan kain samping melilit pinggang, terlihat seusia Vino mendekat dan berhenti tepat di belakang Idris. "Tuan, minumannya sudah siap."
Idris melihat kepada lelaki yang baru datang. "Baiklah semuanya. Ayo kita lanjutkan di dalam saja karena Hanas sudah membuatkan kita teh."