webnovel

MENJEMPUT KELUARGA

Pagi ini rombongan berangkat dengan senang hati, meninggalkan pondok- pondok yang telah selesai dibangun, dan tak lama lagi akan bertemu keluarga dan famili. Tiba di Talangpadang mereka beristirahat sebentar di rumah keluarga anggota rombongan. Mereka tak mau berlama-lama karena ingin secepatnya segera sampai di Dusun Lampar.

Tiba di pinggir sungai Musi, mereka masih harus menyeberang lagi dengan rakit, rupanya tidak ada rakit yang tersedia. Ada beberapa rakit bersandar di tepi seberang. Mereka berteriak dan memekik kuat-kuat memanggil orang di seberang agar ada yang mendengar dan dapat menjemput mereka.

Suara mereka tidak terdengar karena terlalu jauh dan kalah oleh gemuruh air yang deras. Akhirnya dua orang diantara mereka yang ahli dan gagah- gagah berenang menyeberangi sungai Musi. Sesampai di seberang dan dengan beberapa penduduk yang lain, mereka membawa empat rakit untuk menjemput.

Sementara itu, penduduk Dusun Lampar berbondong-bondong berkumpul di pinggir sungai, menyongsong suami-suami mereka yang kembali. Suasana menjadi riuh dan riang gembira. Majedah dan anak perempuannya bernama Hanimah, juga hadir di pinggir sungai.

Majedah melihat suaminya ada diantara mereka yang sedang menyeberang di atas rakit. Begitu rakit merapat, mereka berlompatan ke darat disambut oleh keluarga dan famili, dan langsung pulang ke rumah masing-masing. Lepas maghrib, bapak dan ibu mertua Kuris beserta adik- adik Majedah dan beberapa famili berkumpul di rumah Kuris.

Kuris bercerita tentang perjalanan, tentang usaha di lahan perkebunan yang sangat bagus, tentang pondok-pondok yang telah selesai dibangun, sayur-mayur yang telah ditanam, sungai yang jernih berbatu-batu dan tentang pemandian di depan pondok-pondok.

Majedah dengan Hanimah dipangkuan merasa senang sekali, dan selain itu juga bangga karena suaminya diikrarkan sebagai kepala rombongan, yang berkuasa mutlak menentukan semua persoalan; pembagian tanah, perluasan tanah perkebunan, dan bisa tidaknya ada pendatang baru, serta lain-lain hal yang menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi.

Dalam kesempatan pulang ke Dusun Lampar kali ini dirundingkan pula siapa yang akan menjaga rumah, mengurus kebun di belakang dusun dan ternak, kalau nanti Majedah ikut ke Bukit Balai.

Disepakati kebun kopi dan kebun kelapa akan diurus oleh mertuanya. Sedangkan ternak akan diurus oleh adiklelaki Majedah, yang baru menikah dan sekaligus akan menempati rumah Kuris di dusun.

Semua ini perlu diatur, karena Kuris mengatakan bahwa mereka akan berada di perkebunan selama kira-kira lima tahun, barangkali akan jarang pulang dan sesekali ada yang pulang kalau ada sesuatu keperluan yang penting atau ada kejadian yang sangat penting di dusun.

Persiapan-persiapan untuk kembali ke kebun di Bukit Balai mereka lakukan dengan tidak membuang-buang waktu. Kuris sudah memperhitungkan bahwa mereka harus secepatnya kembali agar mempunyai banyak waktu untuk membuka hutan, membersihkan dan membakarnya sebelum datang musim penghujan.

Selama balik ke dusun ini, setiap hari ada saja orang yang datang menemui Kuris untuk menanyakan bermacam-macam ataupun minta nasihat tentang sesuatu hal.

Dari empat ekor sapinya, Kuris merencanakan akan membawa seekor sapi jantan dan seekor betina. Keduanya akan dipakai untuk menarik pasangan. Sapi yang jantan akan menarik semua perlengkapan, berupa beras dan lain-lain yang cukup berat dan banyak bebannya, sedangkan sapi yang betina akan menjadi tempat tumpangan Majedah dan Hanimah serta pakaian-pakaian.

Tak lupa pula mereka akan membawa bibit untuk bumbu masak, seperti jahe, serai, kunyit, temulawak, dan lain-lain yang dulu belum terbawa, juga bibit tanaman obat-obatan.

Kuris berpikir dengan membawa sepasang sapi, jantan dan betina, mudah- mudahan nanti akan berkembang biak,dan akan menguntungkan mereka. Sementara itu anggota rombongan yang akan kembali ke dataran Bukit Balai ada juga yang akan membawa kerbau dan ada juga sapi. Tak semuanya anggota rombongan punya ternak besar, tetapi semuanya punya ayam dan mereka pun membawanya, termasuk Kuris.

Sehari sebelum berangkat ke Bukit Balai, semua rombongan berkumpul dulu di pekarangan rumah Kuris di Dusun Lampar. Dengan duduk di tanah mereka semuanya hadir bersama istri untuk mendengarkan rencana dan nasihat-nasihat ketua, pemimpin mereka.

Kuris menjelaskan bahwa setibanya nanti di Bukit Balai, mereka harus bekerja dengan tidak mengenal lelah, guna mengejar waktu. Sebelum musim hujan, lahan-lahan sudah harus bersih agar dapat ditanami sewaktu musim penghujan tiba. Bersamaan dengan menanam kopi merekapun akan menugal padi darat.

Beras yang mereka bawa, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, cukup untuk permakanan selama lima bulan saja, dan hasil menanam padi darat nantinya akan cukup untuk menutupi kebutuhan selanjutnya. Kuris mengingatkan agar jangan lupa membawa bibit padi darat.

"Kalau hasil panen padi darat cukup banyak, kita akan membikin kincir air, penumbuk padi," kata Kuris, sehingga para istri mereka tidak perlu bersusah-payah menumbuk padi di lesung yang banyak makan tenaga. Selain memeras tenaga, hasilnya tak sebaik kalau dikerjakan dengan kincir air.

Perempuan-perempuan diminta agar kerja membantusuaminya diwaktu yang senggang. Kalau ada adik lelaki atau perempuan yang kodapat diajak, supaya diikut-sertakan. 

Mereka dapat menjaga anak bayi selagi ibunya membantu kerja suami.Majedah sendiri akan ditemani adik perempuannya yang sudah beranjak remaja. Adiknya ini sudah terbiasa menanak nasi, memasak air. Adiknya itu juga nantinya akan menjaga dan mengasuh Hanimah, putri Kuris dan Majedah. 

Majedah sendiri akan turut turun ke ladang membantu suaminya menyiapkan lahan serta menanam beragam tanaman yang dibutuhkan.

Sama seperti suaminya, Majedah sendiri adalah seorang pekerja keras. Sudah menjadi tabiatnya untuk tidak berpangku tangan. Kebun yang dirawatnya bersih tak berumput, pekarangan rumahnya bersih, enak dipandang mata, rumah kecilnyapun bersih sampai ke dapur. Memang Majedah adalah juga seorang yang pembersih.

Memulai Hidup Baru

Pada pagi hari ini rombongan telah bersiap berangkat bersama keluarga masing-masing, di pinggir sungai sudah berkumpul dan dipenuhi seisi dusun, dan kepala dusun sendiripun berada di tengah-tengah warganya.

Rakit-rakit yang akan menyeberangkan rombongan ini juga sudah siap dan telah diisi muatan barang-barang yang akan dibawa. Sapi-sapi dan kerbau- kerbau dengan tali dihidungnya, nantinya dipegang dari atas rakit akan ikut berenang ke seberang.

"Pasangan" sebagai penarik muatan barang dan orang oleh sapi dan kerbau juga sudah disiapkan. Diseberangkan lebih dahulu barang-barang dan sapi-kerbau. Setelah itu, rakit-rakit akan kembali menjemput orang penumpang.

Ramainya suasana mereka kala berpamitan dan bahkan banyak yang menangis bercucuran air mata, sedih yang ditinggalkan dan sedih meninggalkan dusun halaman. 

Baik yang pergi maupun yang tinggal, dan kebanyakan adalah perempuan-perempuan.

Sampai di seberang dusun, perjalanan akan segera dimulai, maka pasangan-pasangan sapi dan kerbau segera ditautkan diatas lehernya. Dihitung ada dua puluh ekor sapi dan lima ekor kerbau. Kuris membawa sepasang sapi.

Adik perempuan dan anak perempuan Majedah berada dalam satu pasangan beserta beberapa bungkus (buntalan) pakaian dan alat-alat kecil lainnya. Untuk sementara Majedah ikut berjalan kaki, dan kalau nanti kelelahan akan ikut juga dalam pasangan. Pasangan yang di sapi yang lain berisi muatan perbekalan dan lain-lain yang cukup banyak.

Setelah semua siap, maka berangkatlah rombongan Kuris ini menuju ke Talangpadang. Sungguh mengesankan, rombongan yang terdiri dari hampir seratus orang dengan dua puluh tujuh pasangan, bergerak beriringan diselingi suara-suara yang membentak-bentak sapi dan kerbau agar berjalan dengan cepat. Tidak jarang diantara sapi dan kerbau itu ada yang berhenti sejenak untuk memakan rumput di jalan yang tentunya hal ini tak disukai pemiliknya. Dipukullah pantat sapi sambil berseru membentak sapi agar terus jalan.

Di Dusun Talangpadang bergabung lagi empat keluarga, tapi tak seorangpun yang membawa pasangan, yang artinya tak ada yang membawa ternak sapi atau kerbau.

Setelah dari Dusun Talangpadang, jalan mulai mendaki dan perjalanan terpaksa ditempuh dengan sangat lambat. Jalan yang telah dirintis, semula hanya untuk perjalanan kaki atau jalan setapak.

Tetapi kalau sekarang menggunakan pasangan yang ditarik sapi dan kerbau, maka jalan rintis itu perlu diperlebar pada tempat-tempat tertentu.

Kalau dulu jalan setapak ini cukup untuk pejalan kaki, tetapi ada saja jalan yang sempit diantara dua pohon, sehingga harus menebang pohon atau membuat jalan melingkung agar pasangan dapat lewat.

Oleh karena itu diatur agar pasangan-pasangan berjalan beriringan dibelakang, sedangkan mereka yang lainberada dimuka untuk menebas dan menebang memperlebar jalan.

Sapi dan kerbau yang dibawa oleh rombongan ini sudah terbiasa menarik pasangan, jinak dan penurut, sehingga bisa diserahkan menuntunnya ke perempuan-perempuan, dan lelaki-lelaki dapat bekerja memperbaiki dan melebarkan jalan.

Dengan cara itu memudahkan dan mempercepat gerak maju, tapi jauh lebih lambat dari perjalanan sebelumnya. Tengah hari rombongan mereka beristirahat dan makan bekal yang dibawa dari dusun. Makan untuk petang nanti juga sudah disiapkan, sengaja agar jangan kehilangan waktu di jalan untuk betanak nasi.

Setelah selesai makan siang, mereka langsung bergerak lagi, terus melanjutkan perjalanan. Sebelum hari mulai gelap mereka mencari dan memilih tempat untuk bermalam.

Kayu-kayu kering dikumpulkan untuk masak dan membuat api unggun. Binatang buas tak akan berani mendekat. Asap dari perapian ini berguna pula untuk mengusir nyamuk.

Majedah sengaja menyiapkan dan membawa kelambu agar anak bayi perempuannya tidak akan digigit nyamuk. 

Dalam rombongan ini hanya Majedah saja yang membawa bayi.

Pagi-pagi sebelum meneruskan perjalanan dihari kedua ini, mereka menanak nasi untuk makan pagi dan sekaligus untuk berkal siang dan petangnya.

Seperti pada hari pertama, perjalanan lambat, tapi dengan pengalaman kemarin, kemajuan mereka lebih baik. 

Sudah diketahui bahwa lebih cepat dengan membuat jalan lingkung (melambung) daripada menebang pohon yang menghalangi. Apalagi kalau kayunya cukup besar.

Menebang pohon kayu tak bisa dengan orang banyak, dan harus dipotong sampai ke tanah. Kalau membuat jalan lingkung, orang banyak serentak dapat bekerja sehingga dapat selesai dalam waktu yang singkat.

Berhenti untuk makan siang, meneruskan perjalanan lagi, dan karena memang jalan yang ditempuh terus menanjak, mendaki membuat mereka cepat lelah, apalagi perempuan. Seringkali mereka harus berhenti jalan untuk beristirahat sebentar guna memulihkan kekuatan.

Di tempat yang dipikir cocok, mereka berhenti bermalam. Kembali api-api unggun mereka nyalakan mengelilingi mereka tidur. Ini adalah malam yang kedua dan diperkirakan masih akan dua kali lagi bermalam di jalan, serta tiga hari lagi berjalan kaki.

Hari ketiga, perjalanan lebih sulit dari kemarinnya karena beberapa kali harus menuruni lereng-lereng yang cukup terjal. Adakalanya sapi dan kerbau harus dilepaskan dari "pasangan", sebab dapat mencelakakan sapi atau kerbau penarik kalau tergelincir dan jatuh terguling bersama pasangan dan isi-isinya.

Berpuluh-puluh orang menurunkan "pasangan"-"pasangan" ke bawah secara perlahan-lahan. Sebelumnya lintasan yang akan dilalui dibersihkan dari kayu-kayu dan semak yang dapat menghalangi.

Tantangan perjalanan seperti itu membuat perjalanan merek sangat memakan waktu. Hari ketiga ini mereka lalui dalam keadaan sangat letih dan lelah. Mereka berhenti dan bermalam.

Besok adalah hari keempat. Perjalanan diperkirakan akan lebih ringan, karena tak ada lagi jurang-jurang yang harus dilalui, tapi tentu saja jalan masih terus menanjak. 

Kuris berharap sebelum matahari terbenam, mereka akan sampai di pinggir jurang, lembah terakhir, yang akan mereka turuni dan sekali mendaki lagi baru mereka sampai tujuan.

Hal itu disampaikan Kuris ketika mereka beristirahat malam yang ketiga. Kuris memandang perlu memacu semangat anggota rombongan. Sebab ada saja anggota yang tampak tak sanggup lagi meneruskan perjalanan, yang meletihkan dan memeras tenaga itu.

Mendengar penjelasan Kuris bahwa besok adalah hari terakhir perjalanan, semangat mereka timbul kembali.

Menurut Kuris, jurang terakhir sangat dalam. Mereka memerlukan waktu sehari lagi untuk menuruninya, kemudian mendaki sampai ke atas di seberang sana. Tapi keadaan ini tidak akan jadi penghalang guna sampai tujuan. 

Dari puncak tebing jurang sebelah sana mereka sudah dapat melihat pondok-pondok yang bakal mereka tempati.

Perjalanan hari keempat telah dimulai, masih cukup berat dan seperti dugaan Kuris, benar sebelum hari gelap mereka telah sampai di tepi jurang terakhir.

Hari masih terang dan sementara perempuan-perempuan menyiapkan makan, Majedah meminta beberapa lelaki kuat menaiki pohon yang tinggi guna melihat ke seberang sebelah sana jurang.

Dia ingin tahu apakah sudah dapat terlihat dataran yang mereka tuju. Mereka yang naik pohon, berteriak dan memekik dengan penuh takjub dan girang, melihat dataran yang luasnya sampai ke kaki langit.

Hari itu mereka kembali bermalam di perjalanan. Api unggun dinyalakan di beberapa tempat mengelilingi tempat mereka tidur. Pagi besoknya mereka bersiap-siap menuruni jurang. Jelas sekali bahwa sapi dan kerbau penarik tidak akan dapat dipakai menuruni tempat yang terjal.

Mau tak mau mereka harus menuntun semua sapi dan kerbau meskipun akan memakan waktu dan menyita tenaga. Barang-barang yang berat dalam "pasangan" harus dikeluarkan dulu.

Untuk memudahkan perjalanan mereka menuruni jurang yang terjal itu, beberapa lelaki membuat jalan di tempat yang agak landai, meskipun melingkung.

"Pasangan"-"pasangan" yang dikosongkan diturunkan perlahan-lahan menggunakan tali-tali rotan, diulur ke bawah dan disambut oleh mereka yang menunggu di bawah. Semua pekerjaan itu dilakukan secara gotong-royong. 

Bukan saja barang- barang dan ternak, tetapi juga para perempuan yang takut, harus dituntun turun ke bawah.

Yang lebih melelahkan lagi, mereka tidak dapat beristirahat sebelum sampai ke dasar jurang.

Akhirnya, melalui perjuangan yang begitu berat, telah menghabiskan waktu hampir setengah hari, mereka tiba dengan selamat di dasar jurang.

Berkumpul dan beristirahat untuk memulihkan tenaga.

Pendakian Terakhir

Setelah makan mereka bergerak kembali. Kalau tadi menurun, sekarang mendaki. Ya, inilah pendakian akhir sebelum sampai ke pondok. Yang menyenangkan hati mereka, jalan menaik tidak begitu berat seperti jalan yang telah mereka turuni. Tetapi perjalanan itu tetap akan memakan waktu yang panjang untuk sampai di puncak.

Ternak-ternak dituntun dengan hati-hati mendaki dan kadang-kadang dimana jalannya tidak begitu terjal bisa dilepas tak dituntun. Perempuan- perempuan pun tidak perlu dituntun.

Pada waktu pendakian ini, mereka kadang dapat beristirahat sejenak di tempat-tempat yang datar. Tapi tentu tidak bisa berlama-lama, mengingat waktu yang harus dikejar agar sebelum matahari terbenam telah sampai di puncak jurang.

Kuris dan Mantap senantiasa mengawasi perjalanan yang berat ini. Keduanya langsung membantu bila ada yang mengalami kesulitan. Beliau berdua pula yang senantiasa memberikan dorongan semangat untuk terus bergerak maju.

Akhirnya dalam kelelahan yang luar biasa mereka sampai juga di atas jurang. Mereka bergelimpangan di atas tanah, istirahat guna sejenak dapat menghilangkan kelelahan.

Setelah dirasa waktu istirahat sudah cukup, mereka kembali berjalan untuk mencapai akhir dari perjalanan.

Mereka pun akhirnya sampailah di pemukiman di Cogong Temedak, sebuah Dataran di Bukit Balai. Istri-istrisenang sekali melihat pondok mereka.

Alangkah senangnya mereka melihat pondok-pondok yang teratur rapi serta tanaman-tanaman sayur mereka yang telah tumbuh dengan suburnya, dan malahan sudah ada yang berbuah.

Dua Tahun Kemudian

Tanpa terasa, sudah dua tahun mereka bermukim menetap di dataran Bukit Balai. Dataran tempat Kuris ini berkebun dikenal dengan nama Cogong Temedak/Cempedak.

Selama mereka bermukim di sana menonjol sekali kerukunan diantara mereka. Tolong menolong, perhatian antara sesama sangat kental. Ditambah lagi dengan adanya Kuris sebagai pemimpin mereka.

Semua warga patuh dan taat pada perintahnya Kuris, karena sikapnya, wibawanya,kebijaksanaan dan kearifannya. Kuris juga seorang pemberani sehingga dikagumi semua warga. Lagipula, dia sebagai pemimpin senantiasa bersikap adil dan tidak mementingkan diri sendiri.

Kebun-kebun kopi mereka sudah tumbuh dengan suburnya. Persediaan padi cukup untuk permakanan mereka. Melihat perkembangan tumbuh kopi-kopi di kebun pertama cukup baik dan menggembirakan, mereka berencana untuk membuka lahan baru untuk perluasan kebun.

Selain itu, di lahan kebun yang lama sudah tidak mungkin lagi untuk bertanam atau nugal padi darat lagi, mereka sudah dua kali panen padi darat.

Di lahan baru inilah mereka selain menanam kopi, juga akan menugal padi darat. Hanya dua kali musim penghujan saja bisa menanam padi darat di sela-sela tanaman kopi, guna menjaga pertumbuhan tanaman pokoknya, yaitu kopi. Kalau ditanam sampai tiga kali akan membuat kopi-kopi menjadi tidak baik tumbuhnya.

Dengan cara begitu, seperti yang diajari Kuris dan dari contoh yang diberikan, semua warga akan memiliki kebun yang lebih luas, serta persediaan padi untuk permakanan akan cukup sampai panen kopi.

Kuris juga menyampaikan pendapatnya, agar para warga membatasi berkebun seluas dua bidang saja dahulu. 

Memelihara dua bidang kebun yang masing-masing seluas lebih kurang dua hektar, dengan tenaga hanya dua orang suami-istri, sudah cukup berat. Kalau dipaksakan menanam melebihi kemampuan, dikhawatirkan kebun tidak terawat baik, akan memberikan hasil yang mengecewakan.

Kuris bersama istrinya, Majedah, bekerja keras, melebihi yang lain-lain. Dia juga dapat memperkerjakan warga yang lain pada waktu yang luang, terutama yang bujangan dengan memberi upah. Jadi kebun Kuris jauh lebih luas dari warga yang lain.