webnovel

Sang Pembunuh Bayaran

Mercury adalah seorang pembunuh bayaran yang seperti hantu. bekerja sendiri. bahkan tak ada yang tahu identitasnya. membunuh tanpa ada yang menyadari, korbannya kebanyakan adalah para pelaku kejahatan yang memang ditarget untuk membalas dendamnya. tetapi ada seorang agen intelejen mencium identitasnya. terobsesi menangkapnya. agen intelijen itu adalah Ambrosia. dalam situasi yang tak terduga Ambrosia malah jatuh cinta pada Marvin. sosok sebenarnya dari Mercury. Ambrosia yang belum mengetahui identitas asli Mercury tak menyadari bila Marvin kekasihnya adalah Mercury sang pembunuh bayaran yang selama ini dikejarnya. akankah Mercury akhirnya tertangkap? bagaimanakah kisah cinta keduanya?

erica22 · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
11 Chs

Selamat Bekerja Cantik

Ambrosia masih tersenyum sendiri mengingat tingkah konyolnya mencium Marvin dan reaksi Marvin yang terlihat cute. Sambil terus memikirkan sosok Marvin, tangannya membolak balik berkas kasus yang diserahkan Darius. Sudah setengah jam Darius menunggu berkas itu untuk ditandatangani Ambrosia. Tetapi pikiran detektif cantik itu sedang tidak di kantor itu.

"kenapa bu? Anda mengenal korban? Sejak tadi anda menatap foto korban pembunuhan itu?" Tanya Darius. Membuyarkan lamunan Amrosia. Dia lihkan perhatiannya pada foto korban pembunuhan yang adalah seorang wanita. Ditemukan di sungai tanpa busana dan seluruh tubuhnya dipenuhi luka tusukan dan sayatan.

"tidak aku tidak mengenalnya. Hanya melihat detail cara pelaku menyayatnya. Tampaknya pelaku seorang yang kidal" kata Ambrosia menutupi kelengahannya tadi sempat melamun.

"betul. Hasil autopsi mengarahkan bila pelaku seorang yang kidal" kata Darius.

"baiklah ini. Coba kau cek residivis yang kidal. Terutama untuk pelaku pelecehan" kata Ambrosia seolah mengenal kebiasaan pelaku pembunuhan.

"sudah, ada beberapa nama yang mencurigakan. Aku baru akan mengecek mereka hari ini." Kata Darius. Ambrosia membaca sekilas berkas itu. mengangguk-angguk "oke.. selidiki mereka. Laporan secepatnya. Aku curiga ini kasus pembunuhan berantai" kata Ambrosia menandatangani berkas lalu meraih jas dan keluar kantornya.

"aku menyelidiki dia. Yang lain bagianmu" kata Ambrosia menunjukkan foto terduga pelaku yang sempat dia foto dengan HPnya.

"baik bu" jawab Darius berdiri menghormat pada pimpinannya.

"kemana lagi wanita itu" sahut Henry sambil menghisap rokoknya.

"bu Ambrosia akan menyelidiki Bernad residivis yang te

rkait kasus mayat wanita di sungai kemarin" jelas Darius.

"dia berangkat sendiri? Wanita yang nekat." Kata Henry duduk di meja kerja Darius dengan membaca berkas identitas Bernad. "Pria dengan berat 78kg. mantan petinju dan pernah membunuh orang." Henry membaca lirih.

"aku khawatir pada bu Ambrosia. Apa tidak sebaiknya kita menyuruh petugas mengawalnya?" kata Darius.

"dia mantan Agen Intelegen. Buat apa pengawal dia sendiri pengawal pejabat penting. Sering menghadapi teroris. Hanya penjahat amatir gini bukan masalah. Lupakan. Biar dia atasi sendiri. Mending kau selidiki mereka." Kata Henry acuh.

"baik pak" Darius meninggalakan kantor memulai penyelidikannya.

Ambrosia memarkirkan mobilnya dilahan perkemahan. Beberapa mobil caravan terparkir. Ambrosia menuju sebuah mobil caravan berwarna silver. Mengetuk pintu beberapa kali. Seorang pria membuka pintu setengah mengintip.

"polisi." Kata Ambrosia menunjukkan lencana polisinya. Pria itu menutup dan mengunci pintu. Tetapi dengan sigap Ambrosia mendobrak dan membuat pintu itu jebol. Ambrosia mengancungkan senjata api pada pria itu.

"kenapa menghindar? Apa yang kau sembunyikan tuan Bernad?" pria bernama Bernad itu mengangkat kedua tangannya.

"apa maumu detektif? Aku sudah insyaf tidak membunuh dan memperkosa wanita" kata Bernad masih mengangkat tangannya.

"lalu kenapa aku melihat kalung korban tergantung pada boneka itu?" Ambrosia menunjukkan boneka beruang yang memakai kalung emas milik korban. Sempat dia baca berkas kasus. Darius menyelipkan foto korban ketika masih hidup.

Korban adalah Miranda mahasiswi universitas L memakai jas almamater kampusnya dan tampak tersenyum menunjukan kalung emas dengan liontin inisial M. Ambrosia memiliki ingatan secara detail dengan hanya melihat sekilas pun.

"kau melecehkannya, membunuh dengan brutal dan merebut kalung ini sebagai souvenir, betulkan?" kata Ambrosia menyampaikan kesimpulan penyelidikannya.

"itu kalung pacarku, dia tinggalkan bersama boneka itu" sahut Bernad mengelak.

Duak.. Ambrosia menendang wajah Bernad hingga patah hidungnya dan berdarah.

"kau pikir aku tak menyelidikinya? Kalung ini castom, hanya ada satu-satunya. kalung yang selalu dipakainya" Ambrosia mengecek detai kalung yang ternyata ada bercak darah yang sudah mengering.

"bila aku membawa kalung ini ke lab darah yang mengering ini jelas darah Miranda. Aku pastikan kau akan mendapatkan hukuman mati" ancam Ambrosia.

"tunggu… aku akan mengaku tapi kurangi hukumanku oke" kata Bernad menyerah.

Ambrosia memborgol dan mendorong Bernad pada polisi yang datang setelah dia menelpon.

"bawa dia ke markas" kata Ambrosia pada petugas

"siap Bu" kata petugas dan memasukkan Bernad ke mobil patroli.

Beberapa saat Darius kembali ke kantornya. Setelah mendengar kabar bila pelaku pembunuhan tertangkap.

"siapa yang menangkapnya?" Tanya Darius pada Marcos.

"Bu Ambrosia.. dia menghadiakan tendangan membuat hidung Bernad patah lihat saja di sel" Marcos mengoceh.

"luar biasa wanita itu. dia detektif yang paling cepat memecahkan kasus" kata Darius.

"sudah aku bilang penjahat itu amatiran. Menangkapnya mudah saja" kata Henry tiba-tiba bergabung dalam pembicaraan.

"sudah aku bilang bu Ambrosia detektif yang jenius" kata Marcos

"dia hanya membaca berkas laporanku sebentar sudah berhasil menangkap pelakunya. Di sini belum ada yang bekerja secepat dan seefektif dia" kata Darius

"aku setujuh" kata Marcos mengaminkan

"apaan.. kalian menyepelekan detektif lain di kantor ini?" kata Hanry kesal.

"bukan seperti itu pak… tapi kita hanya mengagumi cara kerjanya" kata Darius

"alaaah.. gitu aja kagum" kata Henry pergi dengan menyalakan rokoknya.

"aku sudah bilang di kantor dilarang merokok" Ambrosia tiba-tiba merebut rokok dari mulut Henry dan mematikannya lalu pergi. Henry yang kesal seakan ingin meninju Ambrosia ditahan Marcos dan Darius.

"sabar bro.. dia pimpinan kita" cegah Marcos

"iya nanti kau bisa kena scors bila memukul pimpinan" kata Darius

"aaah.. lepasin.. aku mau pergi" kesal Henry keluar kantor sambil mengumpat dan merokok kembali di luar kantor polisi.

Ambrosia memarkirkan mobilnya. Sesaat dia berdiam di dalam mobil memejamkan matanya. Terlalu penat seharian banyak kasus yang harus dia tangani. Perhatiannya beralih pada sosok yang berlari menggunakan jumper hitam. Setelah sinar lampu menyorotnya tampaklah bila itu adalah Marvin. Tampaknya baru saja jogging dan menuju lift.

"tunggu! Tahan pintunya" perintah Ambrosia pada Marvin. Pria itu menekan tombol dan pintu lift tetap terbuka hingga Ambrosia masuk dan mereka berdua saja dalam lift.

"ba.. ba.. baru pulang kerja?" kata Marvin memulai dialog.

"yup.." tanganya menekan pundaknya yang terasa linu "kok jogging malam-malam?" Ambrosia menoleh pada Marvin yang membuka tudung Jampernya.

"yeah.. a.. a.. aku suka jogging" Marvin melirik Ambrosia yang tampak lelah.

"i.. i… ijinkan aku melakukan ini.." kata Marvin seraya melakukan pijatan ringan dan totokan pada pundak dan punggung Ambrosia. Wanita itu merasa linu dan pegal di pundaknya berkurang dan terasa nyaman.

"terima kasih.. wah.. pegal dan linuku hilang. bagaimana kau melakukannya?"

"kau ha.. ha.. hanya terlalu lama memakai rompi" Marvin tersenyum manis.

"iya seharian aku memakai rompi karena harus menghadapi para pelaku kejahatan" jelas Ambrosia.

"perbanyak minum air putih. Pasti membantu" saran Marvin.

Lift tiba-tiba berhenti lalu lampu berubah padam menyala lampu darurat. Bunyi dentuman membuat keduanya terjebak dalam lift. Marvel mencoba menekan tombol darurat dan menjelaskan lift yang mereka gunakan tiba-tiba mati. Petugas meminta keduanya bersabar karena akan segera mengirim petugas untuk memperbaiki lift.

"sempurna" celetuk Ambrosia

"a… a… apa maksudmu?" Tanya Marvin

"seharian aku harus bekerja keras memecahkan kasus random. Dan melelahkan. Tetapi tujuan utamaku tak juga tuntas. Sekarang aku harus terjebak dalam lift ini. Sempurna bad day-nya" gerutu Ambrosia. Marvin tersenyum.

"a.. a… apa tujuan utamamu?"

"menangkap Mercury. Dia yang membuatku harus kembali jadi detektif di kota ini" kata Ambrosia. Marvin menarik nafas berat.

"me… me.. mengapa?" Tanya Marvin

"dia satu-satunya pembunuh bayaran paling misterius. Kejahatannya paling sempurna. Berul ada yang berhasil meangkapnya. Karir ku dipertaruhkan untuk menangkapnya" penjelasan Ambrosia membuat Marvin sedih. Seandainya Ambrosia tahu kalau dialah Mercury. Apa wanita cantik itu masih mau berteman dengannya. Marvin memilih diam dan menutup rapat rahasianya. Marvin terduduk membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi, bila Ambrosia tahu siapa Mercury. Pria jangkung itu juga lelah menunggu petugas memperbaiki lift. Ambrosia ikut terduduk disamping Marvin.

"lama sekali sih.. sudah 15 menit kita terjebak di sini" kata Ambrosia kesal. Tetapi bagi Marvin itu adalah 15 menit yang menyenangkan. Dia bisa lebih dekat dengan wanita yang mulai mengisi hatinya.

"sa.. sa.. sabarlah, kita tunggu saja" kata-kata Marvin membuat Ambrosia tenang.

Terlalu lama menunggu membuat Ambrosia tertidur di pundak Marvin. Pria itu membiarkan sang detektif cantik tertidur. Dia menikmati moment sambil merasakan debaran jantungnya yang semakin aneh. Diselipkannya sisi rambut Ambrosia yang menutupi wajahnya. Hingga tampak jelas wajah cantik wanita itu. kelelahan membuat Ambrosia benar-benar sudah masuk ke alam mimpi.

Marvin masih menatap wajah damai Ambrosia. Pikirannya menyatakan itu suatu kesalahan. Seharusnya dia membunuhnya selagi ada kesempatan. Agar aksi kejahataanya tak terpecahkan. Tetapi jauh di dalam hatinya dia mulai jatuh cinta pada Ambrosia. Wanita itu membuatnya berhenti dari pekerjaan gelapnya. Selain itu. dendamnya pun telah terbayar. Seharusnya inilah momen yang tepat untuk berhenti dan memulai hidup barunya. Tetapi dia sadar obsesi Ambrosia adalah menangkapnya. Semua semakin rumit ketika cinta mulai hadir.

Pintu lift terbuka dan petugas meminta maaf atas kejadian itu. Marvin memakluminya tak ingin membangunkan Ambrosia yang sudah terlelap, dia menggendong wanita itu. menidurkannya dengan lembut di tempat tidurnya. Sementara dia memilih tidur di sofa depan TV.

"wah enak sekali tidurku.." Ambrosia membuka matanya, setelah kesadarannya terkumpul. Dia meloncat terkejut.

"ini bukan kamarku?" matanya menelusuri setiap sudut kamar yang asing. Kamar itu bertema monochrome. Bad berukuran king side yang nyaman. Backdrop TV dari bahan marmer. Dan gambar mural pantai membuat kesan kamar itu seperti ada di tepi pantai. Di atas nakas ada pigura kecil. Ambrosia baru sadar bila dia tertidur di kamar Marvin. Foto pria itu sedang bertelanjang dada dengan latar pantai.

"aku tahu pantai ini. Sepertinya Marvin pernah ke Bali" pikir Ambrosia setelah melihat foto Marvin. Ambrosia keluar kamar dan melihat Marvin sedang memasak di dapur.

"a.. am.. sudah bangun" gumam Marvin begitu melihat Ambrosia.

"kau.. ter.. ter.. tidur lelap. Aku tak mau mem.. mem.. membangunkanmu. aku ta.. ta.. tak tahu sandi apartemenmu, Ja.. ja..di ku tidurkan saja di kamarku" penjelasan Marvin yang agap membuat Ambrosia tertawa kecil.

"terima kasih ya.. "

"sarapanlah du.dulu.." kata Marvin. Ambrosia dan Marvin sarapan bersama. Keduanya semakin akrab dan Ambrosia merasa menemukan teman lama. Apa saja yang mereka bicarakan selalu menarik bagi Ambrosia. "Ternyata Marvin cukup berwawasan." Begitu pikir Ambrosia.

"i..ini tasmu.." Marvin menyerahkan tas Ambrosia ketika wanita itu hendap pergi.

"oo.. terima kasih banyak.. maaf aku membuatmu repot" kata Ambrosia

"n.. n.. no.. its fine" kata Marvin

Setelah Ambrosia pergi, Marvin tertegun. Apa yang membuatnya semakin peduli pada wanita itu. dia membiarkan benih cinta tumbuh semakin besar menguasainya. Diam-diam semalam dia menginstal aplikasi GPS di HP Ambrosia. Sehingga bisa memantau di mana keberadaan Ambrosia kapan saja. Dari situ kali ini Marvin tahu bila ambrosia sedang perjalanan menuju kantornya.

"selamat bekerja cantik" bisik Marvin melihat aplikasi GPS yang menunjukkan lokasi kantor polisi.