Jan 15th
Emerald University,
Faculty of Biomedical Engineering
Main Building Administration Office 8:30 am
Pagi ini cuaca terlihat cerah seperti hari-hari sebelumnya, langit begitu biru dan cahaya matahari bebas menerobos dedaunan. Angin yang lembut pun mulai berhembus menyapa rerumputan yang bergoyang pelan. Kampus mulai dipadati oleh mahasiswa yang berkonsultasi dengan Dosen Pembimbing untuk pengambilan mata kuliah di semester berikutnya. Diskusi ini menentukan jumlah sks yang akan diambil dan mata kuliah pilihan apa yang sebaiknya diambil sesuai minat. Tanda tangan dan Cap dari Dosen Pembimbing adalah prasyarat untuk pendaftaran kelas di semester berikutnya.
Aleesha tertunduk lesu, duduk di kursi panjang depan ruangan Dosen Pembimbing untuk berkonsultasi. Mengenakan topi rajut berwarna hitam, kemeja oversize warna biru pucat dan skinny jeans denim pudar membuatnya kontras dengan kursi tunggu warna kuning lemon. Ia membawa map merah berisi detail nilai-nilai semester satu miliknya. IPK kali ini turun drastis dari prediksi awal setelah mendapat nilai Fisika dan Matematika Dasarnya D. Kedua nilai ini keluar saat libur kuliah sehingga membuat IPKnya menjadi 2.81. Rasanya ingin menangis tapi ia sadar diri bahwa ia kurang persiapan belajar sewaktu ujian. Semester depan ia harus berusaha keras agar IPKnya tidak terjun ke angka 2.5 atau DO adalah ancamannya.
Emerald University memang Universitas yang berkelas sekaligus kejam. Di semester 2 dan 4 ada pemangkasan mahasiswa yang berIPK di bawah 2.5 otomatis akan dirumahkan. Dan nasib yang berIPK di bawah 3 adalah tidak bisa mengambil sks lebih dari 16 dari 24 maksimum sks. Bahkan ia tidak bisa mengambil mata kuliah wajib 18 sks yang berarti akan ada kemungkinan tidak bisa lulus dalam waktu 4 tahun. Tapi apapun itu ia harus tegar.
Seorang mahasiswi berkerudung merah muda dan baju kasual kemeja abu-abu pastel baru saja keluar dari tangga kemudian duduk di sebelah Aleesha untuk berkonsultasi dengan Dosen Pembimbing. "Al, sudah dari tadi mengantri?"
Aleesha yang asyik merenungi nasib menoleh ke mahasiswi itu, Tiara ternyata. "Eh? Ah... baru 10 menit sih. Pak Edo ada di ruangan kok, sedang menelepon seseorang. Sudah share di group kalau beliau bisa berkonsultasi hari ini sampai lusa. Nanti kalau sudah selesai akan dipanggil."
Tiara menganggukkan kepalanya, mereka satu Dosen Pembimbing bersama 2 orang lainnya di angkatan mereka. Namun Aleesha tidak begitu dekat karena berbeda kelas. Angkatan mereka untuk jurusan Teknik Biomedis berjumlah 96 orang yang terbagi di 3 kelas dengan jadwal kuliah yang berbeda meskipun mata kuliahnya sama. Jadi tidak mengherankan jika ada yang sebatas kenal saja.
Tak beselang lama pintu Dosen terbuka, terlihat Pak Edo berdiri di pintu. "Silakan masuk satu persatu!"
Aleesha buru-buru berdiri sehingga skrip nilainya terjatuh, dengan cepat ia memungutnya dan masuk ke ruangan Pak Edo sambil menutup pintu. Tiara sempat melirik Map yang jatuh itu, raut wajahnya berubah menjadi tertegun melihat nilai Aleesha tanpa sengaja. Antara percaya atau tidak dengan apa yang ia lihat, pastinya itu adalah kebenaran.
Pak Edo banyak memberikan masukan kepada Aleesha untuk menghadapi semester 2. Ia harus meningkatkan nilai, selain untuk menghindari DO di semester 2 juga akan sulit kedepannya untuk melamar pekerjaan dengan IPK di bawah 3. Aleesha juga dituntut aktif di organisasi tidak harus BEM, bisa juga kelompok study ataupun lembaga di luar kampus. Yah, Pak Edo harus memastikan anak didiknya memiliki portfolio yang mumpuni untuk melamar kerja, berwiraswasta ataupun untuk mendapatkan beasiswa S2 di luar negeri.
Dengan berat hati Aleesha keluar ruangan, ia tersenyum agak terpaksa karena masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ada mata kuliah Bahasa Inggris yang terpaksa ia tunda untuk semester 4 demi mata kuliah lain yang jadi prasyarat semester 3. Sungguh kuliah di Emerald University sangat sulit, ujian masuknya tidak seberapa sulit dibanding ujian kelulusannya.
Ia mendapati Tiara masih fokus dengan handphonenya, "Tiara, aku udah selesai. Masuk aja, tadi aku udah bilang ke Pak Edo kamu ikut antri."
Tiara menutup HPnya, " Ah.. Makasih Al. Gimana konsultasinya? Sukses?"
Anggukan dan senyum yang agak terpaksa keluar dari wajah Aleesha, "Um... begitulah. Semoga lancar, udah ditunggu Pak Edo."
Tiara mengangguk, melambaikan tangan kemudian membuka pintu ruangan Pak Edo. Aleesha pun memutuskan untuk pulang ke Kos karena sudah tidak ada aktivitas di kampus. Pokoknya ia harus bertemu Nasi Padang siang ini untuk menghapus rasa sedihnya. Ia merapikan semua file penting until diserahkan ke bagian tata usaha/ akademik. Dengan menjinjing ransel mungil warna coklat tua, langkah kakinya mulai membelah taman kampus yang dipenuhi oleh bunga Petunia, Gladiol, dan Cosmos.
Terik matahari mulai terlihat, mahasiswa tingkat akhir terlihat sibuk berdiskusi kelompok dan mengadakan penelitian untuk keperluan skripsi mereka. Pemandangan ini terlihat intimidatif seolah bertanya pada Aleesha. Bisakah kau melewati semester demi semester lalu lulus dari tempat ini? Kau hanya bermodal keberuntungan karena bisa diterima di tempat bergengsi ini. Apakah kapasitas kepalamu sanggup menunjang segala yang ada di depan nanti? Hukum alam sudah ditetapkan tapi masa bodoh, pokoknya ia harus bertemu Nasi Padang titik.
January 23rd,
Emerald University,
Faculty of Biomedical Engineering
103 Room 9 am
Hari ini adalah kuliah perdana di semester 2, untung saja mata kuliah Biokimia tidak dimulai jam 7 pagi jadi mahasiswa bisa agak bersantai dan sarapan. Aleesha bertemu sahabat ospeknya Ninin di selasar depan ruang kelas 103. Ninin memiliki postur mungil namun berisi, tipe cewek berkulit putih nan imut yang seolah tidak akan pernah mengalami penuaan. Matanya yang bulat besar dan poni yang rata ala potongan rambut idol Korea merupakan ciri khasnya. Ia memakai kemeja lengan panjang warna coklat muda dengan aksen pita hitam dan rok kotak warna hijau flannel selutut. Berbeda dengan Ninin, Aleesha lebih tomboy dengan kemeja kuning pucat dan celana Denim biru pudar. Ia hanya mengikat rambutnya tanpa aksesoris apapun.
Keduanya sedang mengantri kelas bersama mahasiswa lain kelas B karena ruang 103 masih dipakai oleh kakak angkatan untuk berdiskusi dengan Dosen di mata kuliah sebelumnya. Sayup-sayup ia mendengar perkataan, "Oh, jadi anak itu yang menjadi pemilik IPK tertinggi satu angkatan?" lalu terdengar suara lain, "Dengan IPK setinggi itu dia pasti hanya memiliki satu nilai B, lainnya A. Kurasa menjelang ujian aku perlu belajar bersama dengannya."
Aleesha penasaran siapa yang dimaksud oleh orang-orang itu dan seberapa tinggi IPKnya, hingga seseorang menepuk pundaknya. Ternyata itu Randy, temannya yang cukup tampan sekaligus Playboy dari Medan. "Al, selamat ya. Wah, IPKmu super tinggi. Iri aku jadinya."
"Eh, nggak Randy. Mungkin salah orang. Punyaku tidak setinggi itu." jawab Aleesha sambil tersenyum menunjukkan giginya.
Randy tidak percaya, "Ah, kau itu suka merendah. Bangga aku kenal orang yang tidak sombong. IPK 3.81 itu super tinggi. Anak-anak satu angkatan dah pada tahu. Di angkatan kita hanya ada 15 orang yang memiliki IPK di atas 3.5, aku sudah mendengar bahwa kau yang tertinggi di antara mereka."
Tanpa perlu waktu lama, teman-teman yang lain memberi selamat. Ini membuat Aleesha bingung, demikian juga Ninin. Ia mulai mencer na ucapan Randy. IPKnya 2.81 bukan 3.81!! Astaga siapa yang menyebarkan berita bohong ini demi apapun!!!! Dalam kondisi ini ia juga tidak bisa bilang kalau IPKnya 2.81. Bisa-bisa dia kena under estimate dari teman lain, apalagi rumor sudah terlanjur menyebar. Jadi membiarkan isu ini bergulir mungkin jadi pilihan tepat. Nanti juga akan hilang sendiri. Sebenarnya IPK adalah hal privasi yang nilainya tidak terpajang di papan pengumuman, hanya yang bersangkutan saja yang tahu. Jadi dia cukup heran dengan adanya rumor ini.
Masih menanti Dosen keluar dari ruang kelas 103, Thea sang sekretaris angkatan berdiri di dekat Aleesha. Ia tersenyum kemudian bertanya, "Al, aku ada kelebihan fotocopy bahan kuliah Bahasa Inggris besok. Kamu mau ambil nggak? Sepertinya si Deni kelebihan mencatat jumlahnya."
Aleesha tersenyum singkat, "Mmm .. Thea, aku nggak mengambil mata kuliah Bahasa Inggris. Mungkin kau bisa menawarkan ke anak lain."
Thea mengangguk singkat kemudian berpikir, "O, kamu nggak ambil makul itu ya. Tunggu sebentar.. Eh???? Jangan-jangan nilai TOEFL mu di atas 550 makanya kau nggak ambil makul itu. WOW... ternyata kau fasih berbahasa Inggris ya... aku salut..."
Aleesha panik lagi, " Eh? Itu... tidak seperti itu... Hmm... bagaimana ya..." Skor TOEFL miliknya adalah 405, itu sungguh jauh karena ia lemah di grammar.
Sebenarnya di Emerald University ada test tahunan di akhir semester 2 yang wajib diikuti oleh mahasiswa angkatan pertama. Jika skor TOEFL di atas 550 maka yang bersangkutan tidak perlu mengikuti mata kuliah Bahasa Inggris dan otomatis mendapat nilai A.
Bisik-bisik mulai terdengar, apalagi ini? Aleesha yang sibuk dari kebingungan langsung diseret Ninin menuju kelas 103 yang telah ditinggal Dosen. Entah apa yang terjadi di hari ini, 2 rumor telah ia dapat di hari yang sama. IPK super tinggi dan skor TOEFL di atas 550. Ini tidak akan lebih buruk lagi'kan? Hanya saja ekspektasi orang yang tinggi bisa menjatuhkan harga dirinya. Semoga rumor berhenti sampai sini saja.
TBC
Next Chapter:
"Jadi Aleesha kekasih dari Ren? Ren yang itu'kan maksudmu?"
"Iya, Ren anak hits Management tahun ketiga. Anak dari pemilik tambang berlian yang jadi incaran gadis-gadis kampus. Kabarnya sih dia masih Jomblo, tapi sekalipun ia memiliki kekasih apa pedulinya gadis-gadis kampus jika bisa menjadi menantu jajaran orang terkaya."
"Tapi yang kudengar bukannya dia sedang dekat dengan Ketua BEM Universitas kita yang jadi idolanya anak-anak Kedokteran?"
"Entahlah yang jelas keduanya sama-sama terkenal dan layak diperebutkan. Tapi aku heran bagaimana bisa tiba-tiba Aleesha dekat dengan keduanya?"