webnovel

Leo & Ares

Pukulan Ares yang ditambah dengan tekanan dari gravitasi miliknya membuat Leo terhempas ke arah bawah dan menabrak dinding pembatas hingga terus meluncur jatuh ke arah kebun kosong di belakang rumah sakit. Tubuhnya menabrak beberapa batang dan ranting pohon hingga membuat tanah bergetar. Untungnya di sekitar Leo tidak ada orang.

"Aw, ini sakit …."

Leo berdiri sambil membersihkan beberapa ranting, dedaunan dan tanah dari pakaiannya.

Ares datang ke arah Leo, ia terbang dengan kecepatan tinggi dan mengarahkan tinju kanannya. Beberapa detik ketika tinju kanan Ares ingin menyentuh wajah Leo, dengan satu jentikan jari, Leo menghentikan ruang dan waktu di sekitarnya. Teknik tingkat tinggi ini hanya Leo yang memilikinya.

"Cukup! Hari ini sudah sangat melelahkan bagiku, ditambah lagi dengan kedatanganmu membuat semuanya terlihat menyebalkan!"

Leo berpindah tempat ke sisi kiri, ia agak menjauh dari area pukulan Ares. Saat merasa aman, Leo menjentikkan jarinya kembali.

BUUUK!

Waktu dan ruang kembali berjalan, tinju Ares menghantam tanah hingga menyebabkan tanah retak dan bergetar. Alfred dan Daniel yang berada di atas rooftop langsung turun ke bawah dengan melompat.

"Leo!"

Teriakan Alfred begitu keras, Leo yang merasa dipanggil langsung menoleh ke arah Alfred.

"Yo …."

Leo mengangkat tangannya dengan ekspresi santai.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Alfred.

"Yap, aku masih hidup dan sehat," jawab Leo.

Ares merasa bingung. Pukulannya seharusnya mengenai Leo, tapi kenapa tiba-tiba pukulannya malah gagal. Ia menoleh ke arah Leo. Dengan cepat ia meraih kerah jaket bomber Leo. Tatapannya menunjukkan rasa kesal, ia ingin sekali memukulnya.

"Entah bagaimana caramu bisa menghindar, tapi aku berjanji akan memenggal kepalamu suatu hari nanti!" kata Ares.

Leo melepas paksa kedua tangan Ares yang memegang erat jaket bombernya, ia memasukkan kedua tangannya ke saku celana panjang denim.

"Ada urusan apa? Kenapa kau ada di sini?" tanya Leo.

Ares memberikan sebuah surat. Alfred dan Daniel yang melihat hanya bisa saling menatap satu sama lain. Mereka merasa penasaran dengan isi surat itu.

"Kau diminta untuk tinggal di Indonesia? Apa yang terjadi di Eropa? Apa persekutuan antar keluarga royal blood sudah terlihat?" Leo selesai membaca surat Ares.

Ia tidak menyangka bila seluruh anggota keluarga Ares yaitu De Daemon sudah tewas sekitar 5 hari yang lalu. Surat itu dibuat oleh pelayan Ares yang ikut dengan keluarganya.

"Para royal blood lainnya ingin memperbesar kekuasaannya. Khususnya keluarga Balmount. Mereka sudah membantai dua keluarga royal blood dalam perang berdarah seminggu lalu. Jatuhnya keluarga De Daemon & D'Santino menjadi langkah awal untuk mereka merebut kekuasaan Central Capitol dan menjatuhkan pemimpin para vampir."

Wajah Ares seketika muram, ia terus menunduk ke bawah. Dalam perang berdarah itu, ia sempat melawan bersama dengan beberapa anggota keluarga De Daemon, tapi sayangnya kekuatan para vampir keluarga Balmount sungguh di atas mereka. Ares akhirnya diungsikan oleh kepala pelayan mereka dengan menaiki jet pribadi dan langsung terbang meninggalkan wilayah Eropa malam itu juga.

"Menarik, kukira kejadian ini akan berlangsung tahun kemarin." Leo menghampiri Alfred dan Daniel. Ia memberikan surat itu pada Alfred.

"Keluarga royal blood yang tersisa di Eropa hanya tinggal satu saja. Setelah De Daemon dan D'Santino runtuh. Balmount dan sekutunya, keluarga Rosechild akan membinasakan keluarga Hassasin. Leo, kita harus membalaskan dendam para anggota keluarga royal blood yang telah tewas!"

Kepalan tangan Ares membuktikan bahwa ia benar-benar kesal dengan perbuatan keluarga Balmount.

"Constantine sudah lama menghilang dari silsilah 12 anggota keluarga royal blood. Keputusan itu sudah diambil saat pertemuan besar 100 tahun yang lalu di kediaman Balmount. Jadi, aku tidak punya hak lagi untuk ikut campur dalam urusan keluarga." Leo menatap lurus mata Ares, ia melihat ada kesedihan yang berusaha Ares tutupi.

"Sebaiknya kau beristirahat dulu, kita bisa bicarakan besok pagi, bagaimana?" kata Alfred.

"Aku akan datang bersama Rhodes besok," ucap Ares.

"Saat ini, kau tinggal di mana?" tanya Daniel.

"Rhodes langsung membeli apartemen di pusat kota. Aku pergi dulu, dan terima kasih sudah menyambutku, Leo …."

Ares langsung terbang dan menghilang seketika dalam gelap malam.

"Bila perang ini tetap berlanjut, maka para keluarga royal blood di Asia, Amerika dan Australia pasti akan bertindak." Daniel memberikan surat itu kembali pada Alfred.

Leo memilih untuk pergi menuju ke mobil. Alfred yang melihat Leo langsung memilih untuk mengakhiri pembicaraannya dengan Daniel. Ia memberikan dokumen berupa kertas untuk mengambil stok darah selama seminggu pada Daniel.

"Tolong hubungi aku bila terjadi hal-hal bodoh lainnya," kata Daniel.

"Dua anak itu selalu bertengkar sejak kecil, dan sekarang mereka dipertemukan kembali oleh takdir. Sedikit mengkhawatirkan, tapi aku rasa mereka berdua bisa akrab satu sama lain," pikir Alfred.

"Kau berpikir kucing dan tikus bisa bersatu dan menjadi teman dekat? Jangan bercanda, Alfred." Daniel pergi meninggalkan Alfred.

Alfred segera menyusul Leo yang sudah sangat jauh di depannya.

***

"Tuan Ares, apa kau sudah memberikan suratnya?" tanya Rhodes.

"Yah, aku sudah memberikannya." Ares duduk termenung menatap langit di atas rooftop gedung apartemen.

"Bagaimana keadaan Alfred dan tuan muda Leo?" Rhodes menghampiri dan berdiri di samping Ares.

"Leo masih tetap sama, tapi saat ini ia tampak begitu kuat. Rhodes, apa skill milik Leo hanya teleportasi?" Ares menoleh ke arah Rhodes.

"Keluarga Constantine terkenal dengan skill teleportasi mereka. Seluruh keluarga Constantine dikenal memiliki kecepatan luar biasa, paling cepat di antara keluarga lainnya." ungkap Rhodes.

"Apa menurutmu Leo bisa membantu kita?" tanya Ares.

"Entahlah, dia sudah menjadi vampir yang bersikap seperti manusia. Sangat susah untuk melibatkannya kembali dalam urusan keluarga," jawab Rhodes.

***

Fana merebahkan diri di ranjang miliknya. Seluruh tubuhnya terasa remuk, dari tadi pagi, ia berada di kampus untuk pameran dan sorenya harus menjaga ibunda di rumah sakit.

"Bagaimana mungkin dia bisa datang tiba-tiba seperti itu?" Fana mengingat saat Leo muncul di belakang dirinya.

"Lalu, penampilannya juga sangat berbeda. Ia tampak lebih berkharisma."

"Dan di saat dia pergi, aku tidak salah lihat, dia menghilang tiba-tiba."

Fana terus mengumpulkan berbagai bukti dari ingatannya mengenai keanehan Leo.

***

"Kau ingin sesuatu sebelum tidur?" tanya Alfred.

Mereka berdua baru saja tiba di mansion. Leo langsung naik ke lantai 3 menuju ke kamarnya. Ia tidak menjawab pertanyaan Alfred, sekujur tubuhnya sudah sangat lelah.

"Pasti dia sangat kelelahan …."

Alfred pergi ke arah dapur. Ia menyeduh satu coklat hangat yang dicampur dengan darah.

Leo membuka jaket bomber miliknya, ia juga menanggalkan kaosnya. Dari cermin besar di dekat lemari pakaian, tubuh putih pucat dengan barisan otot perut terlihat sangat jelas. Leo tidak terlalu gemuk, tapi bisa dibilang ideal.

"Masih mengamati bintang?" Alfred datang membawa segelas coklat hangat yang ia seduh tadi.

Leo berdiri di balkon kamarnya sambil memandang ke arah langit yang penuh dengan bintang. Sambil bertelanjang dada, ia menikmati embusan angin malam yang menyentuh lembut kulitnya.

"Kakek pernah bilang padaku, 'setiap yang hidup bisa egois untuk dirinya sendiri. Terkadang hal itu perlu dilakukan untuk membuat diri kita bisa bahagia.' Apa menurutmu aku sangat egois bila menginginkan diri ini menjadi manusia?"

Leo menunduk, ia benar-benar merasa bosan dengan kehidupannya sebagai vampir.

Alfred meletakkan coklat hangat yang ia pegang di meja kecil samping ranjang. Ia menghampiri Leo dan memegang bahunya.

"Tidak, itu alamiah. Dirimu ataupun orang lain di seluruh dunia bisa memilih untuk egois demi kebahagian diri mereka. Tapi, menjadikan mimpi egoismu ini menjadi kenyataan dengan cara merenggut nyawa dari makhluk lain, itu yang salah."

Alfred menatap lurus ke arah rembulan yang bersinar terang. Berjuta pikiran dan pengalaman sepanjang hidupnya tiba-tiba muncul. Kesalahan dan tindakannya yang benar, keduanya melayang di pikirannya dan berputar seakan-akan memberi nasehat padanya.

"Kau benar, aku adalah makhluk yang terdidik. Pengetahuan yang kumiliki tidak bisa dihancurkan dengan mudah oleh rasa egoisku sebagai binatang penghisap darah." Leo mengangkat kepalanya.

"Kita adalah makhluk terhormat yang memiliki pengalaman hidup lebih dari para manusia, jangan menjadikan satu keegoisan bodoh kita menjadi penghancur diri sendiri." Alfred pergi, namun sebelum itu, ia mengusap lembut rambut Leo.

"Terima kasih, Alfred …."