webnovel

Bab 3: Adik yang merepotkan.

Sebuah pondok kayu sederhana berbentuk panggung berdiri kokoh di antara rerimbunan pohon berukuran besar.

Jika diperhatikan dari jauh tampak bahwa hunian itu sangat buruk dan tidak layak untuk dihuni.

Bukan karena struktur bangunan yang bobrok dan rentan, tetapi alasan kuat dari tidak layaknya itu ditinggali adalah perihal faktor keamanan yang tidak memadai.

Bayangkan saja, di tengah hutan di mana ada begitu banyak makhluk buas kuat tinggal, rumah tunggal beserta penghuninya yang lemah itu menyempil di satu area.

Terutama jika suatu waktu nanti terjadi serangan sengit dari para binatang buas tersebut, maka pondok beserta isinya dapat dipastikan segera hancur tak bersisa dalam satu sapuan gelombang belaka. Bukankah itu hanya salah satu alasan dari sesuatu yang disebut tindakan konyol untuk menyerahkan diri atau bahkan usaha berani di jalan bunuh diri?

Lingwei mengamati lingkungan sekitar dan menghela napas panjang berulang sembari berguman agak putus asa, "Rumah seharusnya begini. Tapi lokasinya ... haish."

Harimau terdiam dan terus melangkah dengan ke empat kakinya mendekati pondok, napasnya terdengar semakin stabil daripada beberapa saat yang lalu.

"Kau bernapas dengan baik, Kecil. Apakah paru-parumu sudah bersih?" tanya Lingwei dengan terkikik dan mencubit telinganya, merasa sangat gemas.

Harimau mengangguk dan menjawab ringan, "Iya nih!"

Lingwei mengangguk puas kemudian melepaskan telinga yang ada digenggamananya.

Harimau itu tentu mengerti bahwa kondisinya telah membaik secara perlahan, dan hal itu dikarenakan ulah sang anak kecil menyebalkan yang terus saja membelai leher bawahnya selama perjalanan kembali.

"Tidak buruk juga memiliki kontrak dengan bocah bau ini, setidaknya ada manfaat." Harimau berguman dalam hati dan segera mendapat sahutan marah dari dalam kepalanya, "Cick, chick!"

"Ah, baiklah-baiklah. Aku mengakui kehebatanmu!" sorak harimau dengan nada menyanjung.

"Kakak Ah Wei! Kau kembali!" Sebuah teriakan kecil terdengar dari pintu pondok.

Lingwei tergesa-gesa turun dari harimau, lalu berlari mendekati sosok kecil kurus dan dekil yang bersandar di ambang pintu, memeluknya erat seolah ingin mencekiknya, dan bertanya dengan lembut,  "Su'er. Apa kabarmu? Kenapa di sini, hmm?"

"Su'er menunggu Kakak, ibu dan saudara pertama serta saudari kedua, Kakak ketiga apa kabar? Apakah kamu terluka?" racau Leng Su dengan gemetar di pelukan sang kakak. Merasa agak sesak, tetapi tidak bisa melepaskan diri pada cengkeraman maut itu, nada suaranya terdengar agak gelisah dan panik.

Sudah beberapa hari terakhir hatinya kacau, akibat anggota keluarganya yang menghilang satu persatu dan tidak kembali untuk sementara waktu. Dia takut, sangat takut bahwa mereka tidak akan pernah kembali lagi.

"Kakak ketiga, Su'er tidak akan nakal lagi, akan patuh untuk setiap perintah ibu dan kakak. Jangan tinggalkan Su'er, kumohon. Aku janji akan rajin berlatih dan tidak akan menyelinap pergi lagi." Leng Su berucap dengan gemetar dan mendongak menampilkan mata rusa tak bersalah.

Lingwei menatap mata hitam sang adik yang kini berembun air mata namun dengan keras kepala menahan isak tangis yang akan keluar dari mulut kecilnya.

Seorang anak berusia 7 tahun yang kurus itu telah bertahan dalam kepahitan dan keputusasaan dalam beberapa waktu belakangan ini, mengira bahwa keluarganya telah mencampakkan dia akibat kenakalannya.

Lingwei mendesah berat, merasa kasihan kepada bocah itu, tetapi juga agak kesal.

Hell! Bocah nakal ini sebenarnya telah berbuat sesuatu yang sangat beresiko kepadanya.

Yah, lebih tepatnya kepada pemilik tubuh asli. Tindakan nakalnya itu mengakibatkan Lingwei asli mati dan akhirnya dia datang dan berhasil menempati raga itu.

Mengingat hal tersebut, perasaannya menjadi kesal. Ingin rasanya Lingwei memukul kepala bocah itu dan mendidiknya dengan benar agar kepribadiannya tidak akan menjadi semakin bengkok di masa depan.

Hanya saja ...

"Kruyuuk."

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang datang dari perut Leng su, sebelum dia sempat mengucap kata-kata mutiara yang penuh akan pencerahan rohaninya. Seketika keduanya terlibat saling adu tatap mata dan bocah itu akhirnya menunduk dengan wajah memerah, merasa malu.

Lingwei menjitak kepala bocah itu dan bertanya, "Lapar?"

Leng su mengangguk malu-malu dan memeluk perutnya.

Lingwei menghela napas beberapa kali, yah walau bagaimanapun, anak ini masih kecil. Masih ada banyak waktu untuk mendidiknya dengan benar nanti. Untuk saat ini, dia akan merawatnya dulu, jangan sampai anak itu pingsan karena kelaparan.

"Ini, makan!" titahnya sembari memberikan satu buah apel merah besar kepadanya.

Bocah laki-laki itu segera menyambarnya tanpa banyak berpikir ataupun bertanya akan asal-usul hal tersebut. Leng Su lalu mengambil pisau kecil dari ikat pinggangnya dan mulai memotong buah itu menjadi beberapa bagian.

"Kakak Ah Wei, mari makan bersama, ini pasti enak." Leng Su memberikan setengah bagiannya dan tersenyum manis. Lingwei merasakan perasaan hangat mengalir di hatinya, mengambil buah itu namun tidak memakannya.

Mengamati fitur wajah anak itu, dia teringat akan keponakannya di masa lalu yang juga sangat nakal dan suka menjahilinya setiap kali bertemu.

Usai Leng Su menyelesaikan buahnya, Lingwei menanyakan sesuatu. "Su'er, apakah memikat harimau ke rumah adalah idemu sendiri?"

Leng Su menegang tubuhnya, perasaan bersalah segera menghantam hatinya hingga membuat dia tertunduk tidak berani menatap sang kakak. Dia menyadari bahwa perilakunya sudah di luar batas toleransi kali ini.

Hanya anggukan kepala lemah yang diberikan sebagai jawaban, dia akan dengan patuh menerima segala hukuman dari kakaknya.

"Apa kamu berpikir bahwa kakak ini tidak baik untukmu? Sehingga kamu rela memikat harimau ke kakak dan untuk membunuhku segera?" selidik Lingwei dengan nada tenangnya.

Tetapi kata-katanya berhasil menusuk tepat di tempat rasa sakit dan mengaduk emosi pada Leng Su, air mata mengalir ke pipi saat dia berkata, "Itu tidak benar! Kakak adalah yang terbaik untukku, tapi ... tapi ... aku saat itu marah padamu ...."

"Oh, kenapa kamu marah padaku?"

Leng Su menatap saudarinya yang bersikap agak aneh dari biasanya, lalu berucap, "Kak Ah Wei, telah membuat kakak pertama, ibu dan kakak kedua pergi. Jadi aku marah padamu waktu itu, kalau saja bukan karena Kak Ah Wei, mereka tidak akan pergi hingga saat ini. Hiks--hiks, aku ... aku ...."

"Haish, senakal-nakalnya kamu, tidak mungkin untuk membuat skema jahat padaku, cepat katakan siapa yang menghasutmu?" Lingwei memicingkan mata dan mengepalkan tinju seolah mengancam, jika dia tidak mengatakan yang sebenarnya, maka hukuman berat akan segera datang.

Lingwei tidak percaya sedikitpun bahwa anak seusia Leng Su dapat memikirkan skema jahat seperti itu, terutama di bawah pengasuhan bijaksana dari ibu serta saudara-saudarinya. Pasti ada seseorang yang menarik tali dari bayang-bayang, dia harus mencari tahu segera.

Leng Su merasakan aura krisis datang segera, dia tidak menyangka kalau saudarinya yang selalu lemah itu akan memiliki momentum menakutkan dan mengintimidasi seperti saat ini!

Dengan berat bocah lelaki itu menjawab, "Itu adalah ide yang diberikan oleh Coco."

Lingwei menggebrak ambang pintu dengan keras.

'Brak!'

"Sial! Coco itu berani! Awas saja kalau ketemu nanti, bakalan aku bejek-bejek kayak daging patty, huh!"

Usai menggerutu, bocah perempuan itu memasuki ruangan dan mengambil pakaian ganti yang bersih.

Bergegas mandi dan mulai bersih-bersih seluruh ruangan. Sesekali akan melirik pada Leng Su yang ikut membantunya sambil menatap takut-takut padanya.

"Sudah berapa hari, kakak dan ibu pergi?"

Leng Su berpikir sejenak dan menjawab agak ragu, "Kakak pertama pergi selama 5 hari, ibu 3 hari dan kakak kedua 2 hari."

Lingwei merenung, karena ingatan waktu itu agak kabur akibat penyakitnya yang kambuh. Tetapi dia samar-samar tahu bahwa kakak pertamanya bergegas mencari ramuan herbal untuknya, setelah dua hari berlalu dia tak kembali lalu ibunya menyusul, tetapi juga belum kembali. Lalu kakak kedua mengambil inisiatif untuk membeli persediaan makanan yang telah habis dan juga tidak kembali. Saat itulah Leng Su menjadi putus asa, menyalahkannya karena menjadi beban ditambah hasutan dari makhluk tak tahu malu bernama Coco. Bocah nakal itupun memiliki serta menjalankan sebuah ide untuk memikat hewan buas ke pondok, agar Lingwei dimangsa hingga habis, jadi anggota keluarganya tidak akan kerepotan lagi.

Hell!

Pemikiran bengkok macam apa itu?

Lingwei bersungguh-sungguh untuk berjanji dalam hati, setelah anggota keluarga diketemukan nanti, dia akan mendidik bocah bengkok itu agar kembali ke jalan yang lurus!

***

Malam hari.

Lingwei bersiap-siap untuk tidur, tak lupa si harimau putih besar yang ikut berbaring di dekat ranjangnya.

"Kecil, besok ayo kita cari keluarga bocah bodoh itu."

Harimau menatap aneh padanya.

Bukankah itu juga anggota keluarganya? Aneh.

'Tok tok' pintu diketuk pelan, diikuti suara lembut Leng Su.

"Kak Ah Wei, bolehkah aku tidur bersamamu?"

Lingwei diam saja, dia masih linglung dengan pergantian situasi yang dialaminya saat ini. Bagaimana bisa dia berada di dunia aneh ini, bagaimana caranya bisa kembali? Lalu bagaimana dengan tubuhnya di masa lalu? Apakah dia sudah mati? Ataukah ....

Hah! Ini sangat menyebalkan!

Kenapa tidak ada petunjuk sama sekali? Haruskah dia menerima nasibnya dan mulai hidup dengan baik di dunia itu, tetapi bagaimana?

Lingwei menggaruk kepalanya hingga rambut berubah menjadi sarang ayam, lalu memekik rendah, "Argh, menyebalkan sekali!"

Harimau masih menatap aneh padanya dan berpikir, "Apakah bocah bau itu gila?"

***