Bagi Seraphina, berbohong sudah seperti bernapas. Tak perlu dipikirkan dalam dalam, dan lebih baik dilakukan tanpa sadar. Sampai sekarang, belum ada yang mengetahui rahasia ini dan akan terus begitu.
Seharusnya demikian, tapi ada satu makhluk yang tak bisa ia kelabui. Makhluk dari Negara Angin Anvindr, yang dengan segala hormat ia akui sebagai pembohong ulung yang melampaui dirinya.
Gadis itu tak berani mengetes kebohongannya pada Tris Livanter. Namun demi mengubah situasi yang merugikan kali ini, Seraphina harus bisa melakukannya dan berhasil. Demi kebebasannya, demi negaranya.
Oke, yang terakhir itu bohong. Ayahnya yang tak mampu menolak lamaran pria tersebut dengan tegas adalah satu bukti kuat bahwa menerimanya akan sangat menguntungkan bagi negara kedua belah pihak. Keuntungannya terlalu hebat hingga sulit ditolak. Yang menahan ayah Seraphina untuk menerima adalah putrinya sendiri.
Konon sejak masa penciptaan, Api dan Angin adalah kawan. Sekutu, sekubu. Api akan lebih mematikan dengan keberadaan angin dan sebaliknya. Ibu Seraphina memegang kuat prinsip turun temurun ini dan menyuarakan persetujuan yang membuat putrinya frustasi.
Seraphina tak bisa terus terang mengatakan bahwa ia menolak tegas pernikahan tanpa cinta dan kenyataan bahwa Tris Livanter adalah lelaki brengsek penggoda. Jadi ia mencari cara lain untuk menggagalkannya.
Setelah mencari bantuan kepada seluruh keluarga dan teman baiknya, yang mengulurkan bantuan hanya Einzel seorang. Ia tak akan melupakan perbuatan mereka dan akan membalasnya setelah semua selesai dan ia selamat. Jadi kebohongan kali ini harus sukses. Untuk keselamatan pribadi, ia akan mengabaikan negaranya. Menjadi egois barang sekali tidak masalah bukan?
Ia memantapkan tekad sambil memijat dahinya yang berkerut kesal agar ekspresinya jadi terlihat lebih baik.
"Kenapa sialan itu tak kunjung datang?" gerutunya. Tak perlu dikatakan bahwa ekspresinya kembali memburuk.
Sesuai saran Einzel, ia mencari cara untuk pergi ke Aileth dengan normal seperti kunjungan teman biasa tanpa mengundang kecurigaan dari siapapun, terutama si sialan Anvindr. Seraphina dilahirkan di bawah rasi bintang keberuntungan dan sering disebut kuat, cantik, dan berbakat. Namun sebagaimana tak ada seorangpun yang sempurna, ia punya kekurangan. Gadis itu sulit berpikir rumit. Merencanakan sesuatu sangat berat baginya.
Oleh karena itu, dengan kapasitasnya, rencana untuk bebas yang berhasil dicetuskan Seraphina cukup sederhana. Pagi hari setelah ia mendapatkan dukungan Einzel, yang ia lakukan adalah menulis surat untuk Tris Livanter yang diantarkan oleh asistennya secara rahasia. Isi suratnya adalah menjanjikan pertemuan rahasia antara mereka berdua saja di tempat yang ia putuskan. Lelaki itu membalas dengan cepat. Suatu hal yang wajar karena mereka berada di bawah atap yang sama.
Sayangnya, entah kenapa orang yang 'berada di atap yang sama' itu terlambat. Tempat yang ia tentukan di surat adalah lokasi rahasia yang berada cukup jauh dari istana negara dan lumayan terpencil. Itu adalah lingkungan yang hanya diketahui oleh Seraphina dan ia telah memberitahu Tris secara mendetail sehingga tak akan tersesat.
Tapi sudah hampir satu jam gadis itu menunggu di batang pohon yang sudah berubah fungsi jadi perabotan, dan tak ada tanda tanda sialan itu akan datang. Ia mulai merasa pesimis dan ingin pergi mencari cara lain ketika terdengar dersik angin di telinganya. Sewaktu ia menoleh untuk mencari darimana asalnya, hembusan angin lembut menerpa dan terlihat Tris mengendarainya.
Raut kekaguman serta merta luntur dari wajahnya ketika beradu pandang dengan iris hijau cerah milik makhluk yang-akan-jadi-pasangannya itu. Tentu ia sedang berusaha mencegahnya terjadi. Selagi Seraphina membuang muka sebal, Tris sudah mendarat dan sisa sisa angin yang mengelilinya mulai memudar. Rambut biru kehijauannya yang khas itu mulai berhenti melambai dan si empunya menunduk rendah.
"Maafkan keterlambatanku, Lady Seraphina."
Gadis yang disapa sopan tersebut menggertakkan gigi lalu balas menunduk singkat, "Aku kira kau mengelilingi kota dulu saking lamanya."
Wajah Tris sumringah, "Bagaimana kau tahu? Hei, mau mendengar ceritaku?"
Seraphina menunjuk kursi dengan telunjuknya, "Silahkan duduk, aku akan langsung ke intinya saja."
"Yakin tidak mau mendengar ceritaku? Padahal aku baru mengetahui sesuatu yang menarik di ibukota. Kau belum mendengarnya?"
"Belum, karena aku terjebak disini. Sekarang biarkan aku bicara—"
"Apa kau akan terus bicara walau dunia akan kiamat?"
"Apa maksudmu?"
Merasa puas karena telah mengendalikan percakapan, Tris memuntir tali dari pakaiannya dengan lagak tidak peduli, "Sudah tersebar dimana mana sekarang, awalnya ramalan tentang kiamat, dan baru dini hari kemarin ramalannya diperjelas. Semuanya dimulai dari kelahiran Inkarnasi Kematian."
"Apa apaan? Tapi bukannya itu cuma ramalan? Inkarnasi Kematian juga tidak benar benar ada kan? Hanya sekedar gosip lama yang dilupakan," sanggah Seraphina.
Tris menyunggingkan senyum jenaka, "Yah, meski gosip semata, intinya sebutan itu memang pernah ada. Dan ini bukannya tak berdasar."
"Kau hendak mengatakan bahwa Inkarnasi Kematian itu benar benar ada?" Seraphina membantah dengan agak menggebu.
Lelaki itu terdiam sebentar menyisakan keheningan yang jengah untuk Seraphina yang tak sabar.
"Makanya kubilang kau harus dengar ceritaku," gumamnya sambil melihat sekeliling. Memastikan tempat tersebut benar benar aman.
"Apa—"
"Jadi saat aku tahu tempat yang kau maksud itu sangat rahasia, aku sangat senang dan berpikir ingin membelikan sesuatu untukmu, ah jangan potong aku dulu," Tris memberi isyarat dengan jarinya agar Seraphina diam dan mendengarkan. "Karena itu aku pergi ke pusat kota dan kebetulan mendengar gosip ini. Aku memutuskan untuk berkeliling mengumpulkan informasi dan karena sebab itu aku jadi terlambat, berita ini terlalu menggelisahkan. Kalau tentang ramalannya, tidak masalah. Sejak kapan kita percaya ramalan?
"Tapi jika tentang Inkarnasi Kematian, itu agak sensitif. Bagaimanapun, keberadaannya harus tetap dalam bayangan. Semua ini tidak benar, bahkan setelah menyelidiki aku tak bisa menemukan siapa penyebar utama gosipnya."
Seraphina menghela napas panjang, "Oh, jadi kau pergi menyelidiki ini? Tapi yang aku simpulkan dari ceritamu, ternyata menurutmu Inkarnasi Kematian ini nyata? Atau aku salah?"
"Aku terkejut kau tidak tahu. Sebagai penerus, kukira kau tahu." Tris bersedekap, "Ya, anak itu benar benar ada. Dia seumuran dengan adikku yang kedua dan meski julukan itu ditolak oleh Klannya, kalau kau melihat langsung ia benar-benar layak disebut inkarnasi kematian."
"Tunggu, ini terlalu mengejutkan. Kau bilang ayahku tahu tentang keberadaan anak ini?" tanya Seraphina. Dahinya berkerut dalam.
"Tentu saja."
"Dan kau dibolehkan membeberkan rahasia ini padaku?"
"Kurasa tidak masalah, kau satu satunya penerus ayahmu. Itu sudah sewajarnya," ia tersenyum kecil kemudian mengeluarkan sebuah kotak tipis seukuran telapak tangan dari saku jasnya. "Aku juga menemukan sesuatu yang cocok untukmu,"
Tris Livanter adalah laki laki penggoda. Sudah jelas ia punya seribu satu cara untuk membuat orang tersentuh pada perilakunya dan merasa diistimewakan. Seraphina benar benar merasakan peristiwa tersebut secara langsung dan spontan terbatuk kecil untuk mengalihkan perhatian dan pikirannya.
"Aku merasa keberatan menerima ini."
"Hmm? Aku bertanya tanya mengapa..?"
Seraphina menautkan jari di pangkuan lalu memandang Tris tepat dimatanya, "Sebenarnya tadi aku berniat membohongimu agar kau mau membatalkan lamaran untukku. Tapi sekarang aku akan jujur, dan aku ingin kau menarik lamarannya."
"Aku tidak mengerti, bohong atau jujur, kau ingin aku menarik lamaran untukmu."
"Benar."
"Kenapa kau tidak menolak saja, secara resmi."
Andai bisa. Ia tidak diperbolehkan menyatakan pendapatnya sendiri untuk masalah ini dan suaranya untuk menolak kalah oleh persetujuan ibunya dan keragu raguan ayahnya, belum lagi anggota kenegaraan yang lain. Terlebih, jika ia terus terang menolak, ceritanya akan tersebar alhasil membuat hubungan antar negara mereka buruk. Tentu saja situasinya akan berbeda jika Tris sendiri yang menarik lamaran tersebut.
Seraphina hendak memaparkan alasannya sebelum sadar bahwa Tris sudah mengetahui hal ini. Tidak mungkin ia tak tahu. Melihat ekspresi keberatan Seraphina, lelaki itu tergelak puas.
"Aku tak masalah kau menolakku. Sekarang aku justru penasaran apa yang akan kau lakukan jika aku menarik lamarannya. Keluargamu tidak akan senang." Tris menyipitkan kedua matanya hingga yang terlihat hanya segaris gelap kehijauan.
"Tentu saja mereka tidak akan senang. Tapi itu masih bisa diatasi, dan kemudian aku berniat pergi ke ibukota untuk memenuhi undangan dan tinggal sementara di sana untuk belajar."
"Sulit dipercaya lulusan akademi terbaik di dunia hendak pergi ke ibukota untuk belajar. Kau yakin tidak salah?"
"Aku yakin tidak. Daripada terikat denganmu atau menunggu nasib di sini, aku lebih memilih pergi kemanapun itu," jawab Seraphina tegas. Kedua tangannya bertautan semakin erat.
Tris menggaruk batang hidungnya, lalu mengujar ragu, "Sebegitunya kau tak ingin bersamaku? Kau juga tak ingin membuat masalah untuk negaramu sampai memintaku menarik diri."
Melihat perubahan gelagatnya, Seraphina diterpa rasa bersalah yang aneh. Apa ini salah satu dari tipu muslihat laki laki itu? Meski begitu pun, yang ia lakukan sekarang memang agak tidak adil untuknya.
"Maafkan aku."
"Aku tidak menyalahkanmu, tapi aku perlu berpikir. Kau sendiri tak ingin berubah pikiran?"
"Kurasa tidak," ucapnya mantap.
"Meskipun dunia kita akan berakhir dalam waktu dekat?" tanya Tris memastikan.
Membahas dunia yang akan berakhir terlalu janggal rasanya. Tapi jika memang akan begitu, keputusannya tak akan berubah.
Seraphina menggeleng.
"Oke, aku kalah. Aku sendiri bukan orang sebrengsek itu. Mana bisa aku memaksa orang yang tak mau."
Seraphina mengangguk angguk lega.
Tris mengetuk ngetuk batang pohon yang menjadi meja agar Seraphina melihatnya. "Sayang sekali aku tak bisa menyerah. Aku akan menarik lamaranku, sebagai gantinya aku ikut denganmu. Bagaimana ide itu menurutmu?"
Mimpi buruk. Namun Seraphina tak mampu mengeluarkan kata kata itu dari mulutnya.
"Terserah kau saja lah, aku tidak mau peduli." Toh tak mungkin ia benar benar melakukan sesuai perkataannya..
"Harus peduli. Beda denganmu, jika dunia berakhir aku keberatan menyaksikannya seorang diri. Aku ingin bersamamu."
Seraphina menggosok tengkuknya risih, apa apaan si sialan ini? Begitu jeritnya dalam hati. Berapa perempuan yang sudah mendengar ini darinya?
"Oke, aku harus pergi. Banyak yang mau aku urus." Seraphina beranjak pergi.
"Kenapa terburu buru? Tujuan kita sama, kan? Biarkan aku mengantarmu. Kau juga melupakan hadiahku, aku mau kau menerimanya."
Tris dengan tangkas menyurukkan kotak tipis tersebut ke genggaman tangan Seraphina. Tangannya berdiam agak sedikit lebih lama di pergelangan sampai gadis itu menyingkirkannya perlahan, kemudian menunduk. "Terima kasih banyak, aku pasti akan membayarmu kembali suatu saat nanti."
"Bagaimana kalau sekarang saja?"
Pernyataan tersebut dibalas dengan lirikan tajam dari sepasang mata kemerahan milik Seraphina. Rambutnya yang hanya sepanjang bahu menggelenyar bagai lidah api yang siap menyambar. Pemandangan itu membuat Tris menyunggingkan senyum lebar.
Seraphina sadar Tris mengamatinya dan melayangkan tinju pelan ke lengan lelaki itu. "Cepatlah, katamu mau mengantar?"
Malamnya, Tris mengumumkan secara resmi soal penarikan lamaran untuk Seraphina diiringi permohonan maaf. Ia menyertakan alasan dari gosip yang tersebar soal dunia yang akan berakhir dan menjelaskan bahwa ia ingin mengelilingi dunia sebelum kiamat dan pernikahan hanya akan menghambat.
Tidak ada yang meragukan pernyataannya berkat kemampuan hebatnya untuk mengelabui orang dan ekspresi tulusnya ketika mengatakan seluruh hal itu. Seraphina merasa kalah darinya.
Selepas pengumuman, untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa hubungan mereka tak terganggu, keluarga Seraphina mengundang Tris untuk makan malam resmi di istana negara.
Disamping semua peristiwa tersebut, pikiran Seraphina disibukkan oleh kenyataan tentang Inkarnasi Kematian dan Klan bayangan kekaisaran yang ada dimana mana. Einzel juga pasti telah mengetahui hal ini sejak awal.
Dirinya memang dibebani rasa bersalah pada Tris, namun kebebasan yang menantinya terasa meringankan beban. Apalagi kebebasan kali ini punya batas waktu. Setiap inci dunia ini jadi lebih berharga karenanya.
Setelah menghubungi Einzel untuk mengkonfirmasi kedatangannya yang dijawab dengan lemah dan tak semangat, Seraphina siap melakukan perjalanan ke Ibukota Aileth. Rasa antusiasnya meluap luap.
Hingga kemudian bocor, begitu menyadari Tris Livanter ikut juga.
"Ayolah, perjalanan berdua lebih baik dan aman daripada sendirian," katanya disertai seringai riang.