webnovel

RE: Creator God

Bermula dari kehidupan biasa yang tidak sengaja masuk ke dalam takdir yang tidak biasa yakni masuk ke organisasi tersembunyi, dilanjutkan takdir yang lebih tidak masuk akal lagi dalam waktu singkat yaitu dijemput oleh seseorang yang tidak dikenal dari dunia lain, tetapi mengaku istrinya. Sampai akhir hayatnya pun dirinya tidak dibiarkan tenang karena tugas utamanya belum selesai. Tujuan hidupnya hanya satu, menemukan kebenaran tentang kehidupannya. Seseorang yang bernama Sin juga punya identitas rahasia yaitu Alpha dan identitas lainnya dari dunia lain yaitu Lucifer dan ketika mati dia menjadi....

GuirusiaShin · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
377 Chs

CH.20 Berhenti Sejenak

Sejak aku kembali dari melakukan aktivitas bodohku itu. Aku menjadi seseorang yang sungguh dan sangat luar biasa membosankan. Yang aku lakukan hanya lah istirahat, istirahat, dan istirahat. Bahkan aku tidak diperbolehkan melakukan tugasku sebagai raja. Sungguh menyedihkan sekali diriku ini.

"Papa? Apakah papa sebegitu bosannya kah?" kalau kemarin Lastia yang menemukan aku terbangun, sekarang gantian Exalux yang menemaniku.

"Hahaha, tidak apa kok Exa. Hanya saja papa ingin kembali melakukan aktivitas normal papa." sedikit menutupi tetapi memberikan fakta disertai senyuman, luar biasa.

Aku tidak ingin membebani anak-anakku dengan masalah yang ku hadapi. Hanya orang tua bodoh saja yang marah-marah kepada anaknya karena masalah yang dia tidak bisa selesaikan.

"Kalau begitu papa istirahatlah dalam beberapa hari ini. Semakin banyak istirahat papa akan semakin cepat sembuh dan bisa melakukan aktivtitas normal papa." semangat dari Exa membuatku ingat lagi untuk tetap semangat walau dalam keadaan tidak menyenangkan sekali pun.

"Hahaha baiklah, terima kasih Exa." aku mencoba mengulurkan tanganku sebelum aku merasakan rasa sakit yang tidak tertahankan itu.

Ternyata punya tubuh immortal pun harus merasakan rasa sakit seperti ini. Reflek aja aku menarik tanganku kembali.

"Papa!? Ada apa??" mengetahui bahwa diriku merasakan rasa sakit, Exa langsung kebingungan sendiri.

"Aha-ha-ha-ha, t-tidak apa-apa kok." rasa sakit ini semakin lama semakin menggangguku.

Tetapi aku tidak mungkin bilang ke Exa bahwa aku masih merasakan rasa sakit.

"Benarkah…? Atau lebih baik ku panggilkan dokter saja?" kata-kata Exa mengatakan bahwa seolah-seolah aku adalah orang yang merepotkan.

Cih, seharusnya aku tidak melakukan hal bodoh seperti itu. Sekarang apa coba, hanya bisa merasakan rasa sakit, lemah!

"T-tidak, jangan…." aku menghentikan Exa sebelum bertindak lebih lanjut.

"T-tapi kalau nanti terjadi hal yang tidak diinginkan kepada papa bagaimana…?" ternyata anak ini benar-benar peduli.

Sudah cukup Lucifer, jangan manjakan dirimu lebih lagi. Aku rasa memang karena kebodohan diriku, aku mengalami banyak luka tubuh dan mungkin luka mental juga. Untung saja aku masih waras. Pikir saja, walau pun kau terlatih tidak akan ada yang mau jatuh dari ketinggian 2 KM dari langit.

Namun jika aku masih memikirkan hal ini aku hanya akan semakin merasakan rasa sakit. Jadi aku benar-benar mengistirahatkan tubuh ini selagi berharap untuk bisa sembuh cepat. Saat ini walau tanpa mengecek pun aku mengerti, bahwa mana yang ada di dalam tubuhku ini sangat berantakan dan tidak bisa dipakai.

"Lihat? Sudah, tidak ada apa-apa. Papa paling hanya butuh istirahat aja lebih lagi." respon yang ku berikan rasanya cukup untuk menenangkan Exa sedikit.

Dengan ini aku tau aku masih memiliki gap kekuatan yang sangat besar dengan raja sialan itu. Setelah aku bisa kembali bangkit, aku akan berlatih dan berlatih. Guna melatih tubuh ini dan otakku bisa semakin sinkron.

"Baiklah kalau papa berkata seperti itu… jangan bohong lagi lho ya…." bisa sedih juga ini anak dari dibohongi.

Apa boleh buat, anak minta orang tua jangan bohong ya harus dipenuhi. Sebaik mungkin aku ingin menjadi orang tua yang melakukan hal terbaik untuk anaknya. Guna apa kalau orang tua tidak bisa mengerti anaknya sendiri.

"Kalau begitu bisakah Exa panggilkan mama dan yang lainnya?" pintaku dengan lemas.

"Baiklah, jangan ke mana-mana dulu. Aku akan memanggilkan mereka semua." setelah memberiku sebuah pesan penting, Exa pergi memenuhi perkataanku.

Sungguh, sungguh membosankan punya hidup yang menjadi beban buat orang lain. Ini kah balasannya ketika aku selalu menyendiri dulu? Aku sudah muak dengan apa yang terjadi dalam sepanjang hidupku. Apakah tidak ada takdir yang jauh lebih baik daripada semua ini? Sungguh hidupku menyedihkan.

Hidup, dibesarkan di panti asuhan. Kerja, sembunyi-sembunyi. Sekolah, menderita. Hubungan gelap dengan Dark Society. Jadi raja tidak becus. Masa lalu sebelum di Terra yang tidak jelas. Bertemu dengan raja yang mengaku sebagai ayah tetapi menyedihkan. Dan terakhir, jadi orang tua menyusahkan. Seberapa lagi banyak kesalahan dihidupku yang selalu penuh penyesalan, tetapi tak pernah terselesaikan.

"Aku sungguh bodoh…." aku bergumam.

Kenapa ujung dari cerita hidupku selalu sendiri, sendiri, dan sendiri. Walau sekarang punya keluarga, tetapi aku tak punya rasa memiliki. Yang punya rasa memiliki ini hanya lah Lucifer yang lama, bukan aku. Cih, sudah lah aku tak perlu memikirkan hal ini lagi.

"Papa, aku sudah membawa semuanya datang." kedatangan Exa membuatku sedikit terkejut karena mereka begitu cepat datang.

"Baiklah, terima kasih Exa. Semuanya aku… tidak, aku pulang." sungguh aku bingung berkata apa pun.

Setidaknya sekarang aku memiliki tempat yang bisa kupanggil dengan rumah, di mana ada orang yang menunggu kepulanganku. Aku harus tetap positif. Dan yang penting, tetap lah tersenyum.

Spontan saja semua, ah tidak semua. Semua perempuan, istriku dan Lastia menangis, berlari arahku dan memelukku pelan. Kurasa ketika badanmu sedang sakit, pelukkan pelan pun bisa menjadi menyakitkan. Tetapi walau pun menyakitkan pelukan dari mereka hangat, aku merasa tenang dalam pelukkan mereka.

"Selamat pulang." dengan muka yang sedang menangis namun tersenyum mereka menyambutku pulang.

"Maafkan atas keteledoranku sampai membuat kalian semua khawatir tentang kondisiku…." pinta maafku kepada mereka dengan kepala yang sedikit tertunduk.

"Tidak, itu bukan yang ingin kami bahas. Kami hanya saja merindukan kau bangun darling." sambil menghapus air mata Marie tetap tersenyum.

Aku dibuat terharu oleh mereka. Betapa sabar sekali mereka menunggu aku bangun kembali. Pandanganku alihkan ke arah belakang dekat pintu, kudapati 3 anak laki-lakiku juga sedang berdiri menunggu. Walau kelihatannya mereka tidak menangis, mereka menahan tangisan mereka karena aku lihat mata mereka berkaca-kaca.

"Kalian kakak bodoh, kemarilah dan temui papa." Lastia rupanya sedikit tertanggu dengan keberadaan mereka bertiga.

"Cih, buat apa. Sekarang papa sudah bangun dan aku sudah melihatnya, maka aku pergi." dengan begitu saja Reprice pergi dari hadapanku.

Tadinya aku berpikir bahwa semua dari mereka akan pergi mengikuti Reprice, tapi dua orang anak laki-lakiku mendekat dan menyapaku.

"Kau kembali papa. Siapa yang memperlakukan papa seperti ini!? Aku akan membalaskannya untuk papa." kurasa Amareth tetap perhatian kepadaku walau dengan emosi yang masih membara.

"Apakah chicihue tidak kenapa-kenapa? Aku pasti tau bahwa papa masih kesakitan dan tambah kesakitan sejak papa dipeluk oleh mama berdua dan Lastia." Hellions mengingatkanku tentang kondisiku.

Tetapi kurasa ada yang salah. Aku ingin menyembunyikan rasa sakitku dari mereka semua. Kalau mereka tau aku masih merasakan rasa sakit, mereka bisa saja ribut gara-gara diriku.

"Hei! Kami kan hanya rindu kepada papa. Kau sendiri kenapa dingin huh!?" sudah kuduga, Lastia terpancing oleh kata-kata Hellions.

"Benarkah Ci kau masih merasakan rasa sakit? Maafkan kami…." Kiruwa merasa bersalah sudah memeluk diriku.

Jujur saja aku paling tidak tahan ada orang yang sedih di hadapanku. Ketika aku melihat orang sedih di hadapanku apalagi karena aku penyebabnya, aku merasakan bahwa diriku tidak berguna sebagai orang.

"Ah tidak-tidak. Tidak sesakit itu kok. Dan kalian jangan berantem dong." aku menjawab dan memperingatkan anak-anakku.

"Huh, untung papa menghentikanku, kalau tidak terbang kau olehku."

"Lastia, Lastia. Mimpi apa kau hingga kau yang hanya seorang perempuan membuatku terbang."

Hah~ ucapanku diabaikan oleh mereka rupanya.

"Kalian berdua! Tenanglah, papa kalian masih sakit dan ini yang kalian perbuat??" Kiruwa sedikit terpancing walau akhirnya tenang kembali.

"Maaf…." Lastia menunduk dengan rasa bersalah.

"Hahaha tidak apa-apa kok. Asalkan kalian akur dan mau berteman papa akan cepat sembuh pasti." ucapan yang kubuat-buat menutup masalah ini.

Sekejap saja mereka menjadi sangat tenang dan diam seperti patung. Kurasa masalah sudah selesai.

"Kalau begitu Lastia dan Exa kalian tungguin papa di sini. Mama dan Kiru masih harus mengurusi hal lainnya." Marie menitipkan sebuah pesan untuk kedua anak perempuanku.

"Baiklah."

"Ci, kami akan kembali. Istirahatlah dengan cukup ya?" mereka pamit dan keluar dari kamarku.

Setelah kedua istriku, dan anak laki-lakiku keluar, tersisalah aku dengan Lastia dan Exa.

"Papa ingin tidur?" Exa bertanya memastikan.

"Tidak, nanti dulu aja."

"Mau kami ambilkan makan kah? Lastia yakin pasti papa lapar setelah koma panjang." apa yang dikatakan oleh Lastia benar.

Aku merasakan rasa lapar yang sungguh tak tertahankan sejak tadi. Kurasa kali ini aku hanya bisa mengandalkan mereka.

"Baiklah, papa rasa sesuap, dua suap tidak akan menyakitkan."

"Kalau begitu biarkan Exa mengambilkan sup untuk papa. Sup lebih gampang dicerna dan baik untuk orang yang barusan bangun dari koma panjang." dari mana mereka tau semua informasi ini.

Lama-lama aku berpikir mereka menjadi semakin dewasa. Kurasa dalam jangka waktu yang tidak lama aku akan melihat mereka bersama laki-laki selain kakak laki-laki mereka dan aku sebagai pendamping hidup mereka.

"Terima kasih nak." aku tersenyum kecil membalas betapa perhatian sekali mereka terhadapku.

Walau masih belum menikah dan mempunyai anak, kasih sayang mereka sama seperti kasih sayang seorang ibu. Kurasa mereka benar-benar belajar dari mama mereka. Selagi Exa mengambilkan sup untukku, aku mencoba mengingat-ingat kejadian yang terjadi di kegelapan itu.

Sebenarnya apa maksud dari kegelapan itu? Kenapa setitik cahaya itu masuk ke dalam diriku? Apakah ada dampak dari cahaya itu masuk ke dalam tubuhku? Sungguh, semua pertanyaan itu tidak memiliki jawaban yang pasti untuk melengkapinya.

"Papa kelihatan sedang berpikir dengan serius, apa yang Lastia bisa bantu?" aku terkejut bahwa Lastia menyadari apa yang sedang kulakukan dalam keheningan.

Sungguh ku dibuat terkejut terus-menerus olehnya. Namun rahasia ini tidak perlu aku beri tahu ke siapapun karena tidak ada kaitannya.

"Tidak ada kok. Lastia sudah cukup membantu papa dan menjaga papa dengan baik. Nanti setelah papa tidur, kalian juga istirahatlah, jangan sampai kecapekan ya?" aku memperingatkan Lastia dengan rasa perhatianku sebagai orang tua.

"Baiklah papa, akan aku sampaikan ke Exa juga supaya dia melakukannya." anak yang sangat baik.

Lastia sungguh membuat diriku tersenyum dengan dirinya yang mau mendengar dan melakukan apa yang menjadi peringatanku. Anak ini membuatku tenang dan selalu tersenyum jika bersamanya.

"Papa, ini Exa bawakan sup yang masih hangat." ternyata Exa sudah datang dengan semangkuk sup dalam jumlah kecil."

"Terima kasih Exa."

"Mau kami suapi?" Exa menawarkan sesuatu yang membuatku terkejut kembali.

Memang benar sih bahwa aku tidak bisa menggunakan sebagian besar bagian tubuhku, tapi… ya sudah lah aku terima saja.

"Baiklah. Mohon bantuannya nak." setelah itu aku disuapi oleh mereka berdua, bergiliran.

Dan begitulah sampai sup yang kumakan habis tak tersisa dalam sekejap. Karena aku sudah mencapai batas kekenyangan, aku langsung tergeletak tidur selagi kedua anakku masih membereskan mangkok yang tadi berisi sup.