webnovel

Hal-hal Baru yang Lama

Waktu berjalan dengan cepat. Dua tahun berlalu. Suasana di Baili semakin terasa familier. Sara membantuku mengingat kemampuanku dalam bertarung dalam pedang, sihir, dan mengendalikan tenaga dalam yang kumiliki. Semua terasa seperti hal-hal baru yang lama sudah tertutup.

"Aita, ambil pedangmu. Ikuti aku. " ucap Sara sambal berlari ke arah hutan bagian dalam.

"Huffttt, latihan perang lagi ?" aku mengikutinya dengan mengeluh.

"Sihir Baili tidak sekuat yang kamu bayangkan. Para nene dan tete (Bahasa daerah Indonesia Timur, yang artinya nenek dan kakek) sudah berumur ribuan tahun dengan bertahan menjadi Komodo. Sihir mereka semakin menurun karena ulah nemalamuk." Ujar Sara lalu berlari dengan langkah yang lebih cepat dariku. Aku mengikutinya dari belakang, dan tersenyum. Tubuhku menjadi lebih kekar, performaku sangat cepat menjadi lebih baik. Makanan yang diberikan padaku memberikan energi untukku beraksi dengan energik.

"Aita!! Di bawaaaaah!!!" teriak Sara. Aku dengan cepat mengucapkan sihirku dan mengarahkan kedua tanganku ke arah ranjau, "tifanifu!". Ledakan besar dari sihirku yang menghancurkan ranjau. Aku terus berlari dengan loncatan yang cukup tinggi. Sara membelakangiku, tapi aku tau dia tersenyum sinis melihat kekuatanku yang sudah balik.

Kami berlari di tengah hutan simulasi yang diciptakan nene dan tete untuk aku berlatih. Aku tidak hanya belajar lari, aku belajar bagaimana harus sendirian di tengah hutan yang sangat rimba dan kejam. Mereka menyediakan tiruan dari berbagai tingkatan roh nemalamuk. Roh rendah dan roh tertinggi yang bisa memanipulasi hal-hal yang disentuh. Sihir yang ku miliki bisa mengikuti perintahku nutum menjadi tiga hal yang kupelajari. Pelajaran ini terdiri dari pelajaran untuk melindungi, menyerang, dan memulihkan. Yang belum kubisa ada memulihkan, ini sangat sulit untuk kukendalikan.

Aku dan Sara berhenti di puncak gunung dari pulau ini. Sara ingin menunjukkan kekuatan sihirnya, angin berhembus menjadi kencang, langit yang berawan berputar-putar, terakhir ia membaca mantra-mantra yang hanya bisa disebutkan oleh turunan Baili Komodo "Bumi dan langit tidak bersatu. Namun alam akan berpadu untuk menyatu. Wahai Sang Bartanda yang Agung, Ijinkan Air Menghanyutkan Seisi Daratan ini." Sara mengayunkan kedua tangannya menengadah ke atas, lalu turun berputar dengan indah ke arah dada, jari-jarinya seperti mengeluarkan kilatan-kilatan yang berhubungan dengan langit. "SELAMAT DATANG CUMULONIMBUS!!". Mata sara mengeluarkan cahaya biru dan tangan-tangannya juga. Gemuruh angin dan petir berganti-ganti, hujan deras, aku mengeluarkan sihir memberatkan kakiku.

Pertunjukkan yang sangat menakjubkan.

Lalu, langit dan lautan kembali menjadi tenang. Sara mengeringkan kami berdua dengan sihir anginnya. Perempuan yang pertama aku bertemu rambut pendek, saat ini terlihat sangat cantik. Umurnya yang ratusan tahun membuatku paham bahwa dia sosok yang sangat tegar dan kuat.

"Aita !!! Sara !! Kalian harus segera balik ke bawah." Teriak Galang yang sepertinya menyusul kami dan memecahkan keheningan.

"Ada apa Galang ?" tanyaku dengan memandangnya yang sedang tergesa-gesa kelihatannya.

Para nene tete merasakan sesuatu yang aneh. Aku pun tidak memahami apa itu. Tapi, sebaiknya kalian turun dan melihatnya. Sara dan aku bergerak turun. Galang mendahului langah kami.

Sesampai di desa, kami melihat Komodo semuanya bermata biru.

Aku berlari mendekati komodo yang selalu dekat denganku. Aku menyentuh tubuhnya, menutup mata. Semua yang dilihat oleh nene tete akan datang dalam waktu dekat. Ini seperti tanda peringatan.

"Sara, Galang, akan ada bencana di wilayah Barat. Sepertinya Februari ini akan datang. Kita tidak bisa menyelamatkan semua orang." Aku mengucapkan dengan sedih. Galang memegang pundakku. Sara menatap para komodo.

"Galang antarkan Aita untuk beristirahat, lalu kita berkumpul di Ruang Para-para," perintah Sara.

Galang mengantarku ke kamar. "Galang, bisa kah kamu memelukku?.", dia tidak berkata tapi langsung memelukku. "Kamu akan aman. Aku selalu bersamamu Ta."

"Aku sudah siap."

"Aku akan selalu menemanimu. Kalau memang kamu sudah siap bertarung."

"Aku bertarung melawan Bara ?"

"Ya, dia adalah musuhmu."

"Aku mencintainya Galang." Aku mengatakannya dalam pelukan pria ini.

~

Ntah, aku sepertinya menginginkan untuk mengikuti pertemuan di Para-para. Galang mengijinkanku untuk bergabung.

"Waktu bencana sepertinya akan datang pada siang hari dari Barat. Semua akan lenyap yang bertemu dengan roh tertinggi dari nemalamuk." Jelasku.

"Itu kutukan," ucap seorang Tete komodo.

"Bagaimana kita bisa menghancurkan mereka ?"

"Janji yang telah dibuat oleh para pendahulu kita untuk bersatu telah sirna. Sumatera telah lenyap. Kalimantan sudah tenggelam. Papua tidak hancur tapi hampir setengah penduduknya di telan dan masuk ke dalam-dalam hutan. Banyak yang bergantung hanya pada nadi gunung." ucap Sara.

"Kita bisa apa ?", tanyaku dengan resah.

"Kita harus bersatu, akan ada beberapa pasukan dari Baili mengikuti kita. Hindari serangan langsung dengan nemalamuk. Utamakan orang-orang yang bertahan dan langsung teleportasi ke wilayah Kawah Ijen. Hanya satu-satunya air asam di sana, makhluk itu tidak menyukai bau belerang." Galang berdiri dari kursinya.

"Merapi ? Krakatau ? Kelud ? Semuanya ke mana ?" tanyaku.

"Semua gunung berapi sudah dihancurkan oleh Bara. Hanya tersisa beberapa di wilayah timur.

Galang sudah banyak kehilangan pasukan untuk menjaganya." Ucap Sara sambil memijat dahinya dan menunduk. "Ini akan memakan banyak jiwa para pasukan Galang!" Kata Sara kembali duduk dengan tegap.

Semua pemikiran seperti tersudutkan sejak peringatan alam terbaca di Baili. Sebulan berlalu, hari yang kami diprediksi hanya bisa ditebak. Malam sebelum peristiwa itu terjadi, aku memandang ke luar jendela dari jendela dekat meja makan. Ombak terlihat seperti biasanya, datang dan pergi tanpa diminta. Perasaanku semakin kelabu, melihat apa yang dilihat oleh pada komodo. Aku melihat Bara membantai semua makhluk seisi pulau Baili. Tapi, aku yakin itu hanyalah sebuah ilusi. Aku masih yakin Bara bukanlah pria yang seperti binatang buas.

Lamunanku sepertinya membawa kenanganku bersama Bara. Aku menghirup aroma rosemary yang pekat lalu menipis dan menghilang. Lalu, itu cembali lagi tercium. Aku seperti hanya merindukan suasana Onta Kafe dan hal-hal yang telah aku lewati bersama Bara.

Lagi, aroma Rosemary.

Aku berdiri dari kursiku, aku menggunakan sihirku untuk menemukan asal wewangian rosemary. Aku menuju ke area tengah sofa, dan ternyata ini berlari ke arah luar pintu. Naluriku mengikuti terus cahaya sihir ini membawa pergi. Aku mengintari bangunan rumahku, lalu aku menuju ke karang tepat di depan rumahku sebagai pemecah karang. Cahaya sihirku hanya berputar-putar, ajaibnya cahaya itu terbakar menjadi merah membara. Hal itu membuatku sangat silau untuk menatapnya.

Aku menyipitkan mataku beberapa detik membiarkan tanganku secara refleks menutup asal silau, dan dari balik api itu aku menyadari ada kaki yang melangkah keluar. Laki-laki rosemary, laki-laki lugu, tidak salah lagi. Rambutnya yang hitam dahulu berubah menjadi silver, matanya merah kehitaman, dan senyumannya sudah dihiasi dengan taring.

Jantungku berdegup dengan cepat, ntah hati ini tersayat melihatnya berubah atau bahagia merindukan hadirnya di sampingku.

"Hallo Anung. Apakah kamu mau minum teh rosemary denganku ?"

“Bagaimana kita bisa menghancurkan mereka ?”

when your love make you hurt -

Creation is hard, cheer me up!

gendhisirengcreators' thoughts