webnovel

Queen Candy

Atharazka Xeno Arisadi, seorang lelaki tengil dan pecicilan itu seperti tidak punya ketakutan atas apapun, kecuali satu hal: menyatakan perasaannya pada Queen Candy Titania. Semula Azka berpikir, hubungan pertemanannya dengan Candy adalah zona paling nyaman bagi mereka berdua. Namun, pada akhirnya, Azka menyadari, zona nyaman tidak selamanya aman. Adalah Devano Walker Orizon, seorang pujangga sejuta pesona yang berhasil meluluhkan hati Candy, sekaligus merebut Candy dari genggaman Azka. Apakah Azka akan melepaskan Candy begitu saja? Atau mungkinkah Azka mengungkapkan perasaannya selama ini ia simpan rapat-rapat? Sebuah cerita klasik bertajuk roman picisan yang berjudul Queen Candy akan mengajak kamu menyelami kisah pelik cinta segitiga yang diselimuti rona merah jambu di putih abu-abu.

MerahJambu_00 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
296 Chs

Tersipu Malu

Candy menyelonong memasuki rumahnya dengan wajah masam, melewati sang mama yang sedang menonton televisi begitu saja.

"Candy! Masuk rumah kok nggak makai salam dulu!" tegur Gita.

"Assalamualaikum," sahut Candy sebelum raib di balik pintu kamarnya.

Gita hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anak satu-satunya itu.

Sementara di dalam kamar, Candy menghempaskan tubuhnya sendiri di atas ranjang. Ia masih ingat wajah berseri-seri Yumna ketika menceritakan perihal Azka. Ia masih ingat bagaimana Azka dan Yumna saling berhigh-five ria. Ia masih ingat ucapan Om Ari yang tampak tidak dibantah Azka. Ingatan itu semua membuat dada Candy terasa semakin panas.

Gadis remaja itu pun uring-uringan di atas tempat tidur. Wajahnya cemberut. "Apa Azka dan Yumna saling suka?" Pertanyaan satu itu yang membuat kepalanya terasa mau pecah.

"Kalaupun mereka saling suka, kenapa juga gua harus marah? Kan nggak ada hubungannya sama gua," batinnya lagi, berusaha berdialog dalam pikirannya sendiri.

Justru itu yang tidak Candy mengerti. Mengapa ia merasa tidak rela jika Yumna menyukai Azka, dan sebaliknya. Bukankah ia dan Azka selalu bertengkar setiap kali bertemu? Bukankah ia dan Azka tidak pernah akur?

Dering ponselnya berhasil mengalihkan pikiran Candy sejenak. Ada panggilan masuk dari Devano. Setelah menunggu beberapa detik lebih lama, Candy pun memutuskan untuk menekan tombol Connecting. Panggilan itu pun terhubung.

"Hai..! Lagi dimana?" tanya Devano di ujung sana tanpa basa-basi, seolah mereka sudah saling kenal begitu lama.

"Lagi di..rumah," jawab Candy.

"Saya lagi deket kawasan rumah kamu nih. Boleh mampir nggak?" ujar Devano lagi.

Sontak Candy melongo. Laki-laki satu itu terlalu to the point menurutnya. Lantas apa yang harus ia lakukan saat ini? Apa ia harus menolak? Atau apakah ia harus mengiyakan? Hei... Devano adalah anak baru di sekolahan. Mereka belum benar-benar saling mengenal.

"Candy? Kok diam?" Devano membuyarkan lamunan Candy.

"Eh..engg..mmm.. Anu.." Candy tergagap.

"Saya boleh mampir atau nggak? Ini udah deket banget soalnya," ucap Devano.

"Ya, silakan." Candy mengigit bibirnya sendiri setelah berkata demikian. Kenapa dia mengizinkan Devano datang ke rumahnya? Uhh... Candy tidak pernah seresponsif itu pada laki-laki sebelumnya. Mungkin Devano akan menjadi teman laki-laki pertama yang datang ke rumahnya setelah Azka.

Tidak lama kemudian, Candy mendengar suara mobil berhenti di halaman. Tidak salah lagi, sudah pasti itu Devano. Candy langsung bergegas keluar kamar sebelum sang bunda membukakan pintu.

Gita yang baru saja berdiri, kembali heran melihat Candy yang berlari.

Pintu dibukakan oleh Candy, dan tampaklah si lelaki tampan itu turun dari mobil sportnya, tersenyum menyapa Candy. Jika Candy adalah Bianka, mungkin ia akan melompat kegirangan atau berjingkrakan sendiri sangking senangnya. Namun Candy hanya balas tersenyum tipis, begitu canggung.

"Hai...," lirih Candy.

"Saya baru dari rumahnya Niko, bikin tugas kelompok kesenian. Eh ternyata rumahnya deket sini juga, jadi kepikiran deh buat sekalian mampir," ucap Devano.

"Ooohh." Candy hanya mengangguk-angguk. Ia benar-benar tidak tahu harus membalas apa. "Silakan duduk!" ujarnya, mempersilakan Devano duduk di kursi kayu yang ada di teras rumah itu.

Devano pun duduk di tempat yang telah dipersilakan Candy. "Kamu di rumah sama siapa?" tanya Devano lagi.

"Sama Bunda," jawab Candy lagi.

"Ooohh.." Giliran Devano yang manggut-manggut. "Oh ya, kamu suka nonton film nggak?" Devano terus mencari topik pembicaraan.

Candy mengerutkan dahi. "Kenapa memangnya?" balas Candy.

"Film imperfect tayang perdana di bioskop hari ini. Mau nonton nggak?" ujar Devano.

"Filmnya Ernest itu, ya?"

"Iya. Reviewnya pada bagus-bagus semua lho. Genre komedi romantis itu. Tau nggak tagline apa?"

"Apa?"

"Merubah insecure jadi bersukur. Cocok banget sama situasi zaman sekarang, dimana orang-orang pada nggak pede dengan diri sendiri, selalu merasa kurang dan membandingkan diri dengan orang lain," terang Devano.

Candy melongo. Ia tidak pernah membahas film dalam bahasan yang dalam seperti itu sebelumnya. Dari gaya bicara Devano, jelas menunjukkan bahwa laki-laki itu memiliki pola pikir yang kritis sekaligus cerdas.

"Gua...hmm..aku izin ke bunda dulu, ya." Candy bangkit berdiri dan menghampiri bundanya di dalam rumah.

"Siapa itu?" Sang Bunda justru menatap Candy dengan tatapan jahil.

"Teman sekolah Candy, Bun," jawab Candy.

"Ooohh.." Gita mengangguk-angguk sambil terus melirik putrinya yang tampak salah tingkah itu.

"Bun, Candy pergi nonton sama Devano boleh nggak?" ucap Candy dengan hati-hati.

"Jadi, si Ganteng di depan itu namanya Devano?"

"Ih, Bun.. Boleh apa nggak?" desak Candy.

Gita lantas tersenyum. "Jangan pulang malem-malem," ujar Gita kemudian.

"Siap, Bun." Candy menyahut patriotik kemudian masuk ke kamarnya.

Candy membuka lemari, memilih baju yang sekiranya tepat dikenakannya untuk pergi nonton dengan Devano. Mendadak Candy merasa kekurangan baju.

Beberapa menit kemudian, Candy kembali pada Devano dengan mengenalan tangtop warna putih dilapisi sweater rajut warna dusty. Rambutnya yang lurus ia biarkan tergerai menyentuh bahu. Devano sedikit terpana melihat penampilan Candy, namun ia bergegas mengalihkan pandangan pada Gita yang dari beberapa menit yang lalu mengobrol dengannya di teras itu.

"Saya izin bawa Candy dulu, ya, Tan," ujar Devano.

"Jangan lupa dibalikin lho anak tante," seloroh Gita.

"Hehe, pasti, Bun." Devano lantas mencium tangan Gita untuk berpamitan, begitupun dengan Candy.

Beberapa menit berselang, mereka berdua sudah ada di dalam mobil sport milik Devano. Devano memutar lagu-lagu dari maroon 5 untuk mengisi keheningan antara mereka berdua.

Ponsel Candy bergetar. Ada puluhan pesan di grup obrolan bersama teman-temannya.

Gladys: gais.. Boring nih.. Nonton yuk!!!

Bianka: kuy! Imperfect tayang perdana nih sekarang.

Yumna: gua skip ya. Mau nabung buat nonton konser BTS.

Gladys: apa sih lo, Yum! Nggak asik banget.. Hayuklahh nonton!

Bianka: lo kalau nggak mau nonton, gua depak lagi dari grup ya!!

Yumna: monggo madam! Awokawokk..

Bianka: ih asli nggak asih banget nih orang. Woi, Can! Jangan jadi silent reader doang dong! Bantuin bujukin Yumna!

Candy bergegas mematikan ponselnya. "Gawat! Bianka bisa ngamuk kalau tahu gua sedang jalan dengan Devano!" batinnya. "Apa gua batalin aja, ya?" Candy melirik Devano yang fokus menyetir di sebelahnya. "Tapi, gimana cara ngomongnya...?"

Mobil sport itu pun memasuki sebuah mall. Devano membukakan pintu untuk Candy sambil tersenyum, membuat wajahnya terlihat semakin rupawan. Candy tidak mungkin bisa kabur lagi dari laki-laki itu.

Candy berjalan di sebelah Devano dengan perasaan canggung. "Ehm, tadi kamu sama Bunda ngobrolin apa aja?" ujar Candy, berusaha mengalihkan perasaan kikuk yang menggerogotinya.

"Hmm.. cuma ngobrol-ngobrol biasa aja. Dia nanyain nama dan tempat tinggal. Mungkin supaya dia bisa langsung nyari saya kalau suatu saat saya bawa kabur anaknya," seloroh Devano.

Candy mesem-mesem.