webnovel

PUTRI PENGGANTI RATU MAFIA

“Ritika! Dia adalah tante Moly. Mulai sekarang, kamu panggil dia ibu, ya? Karena, ayah telah menikah dengan dirinya. Lalu, itu! Dia adalah kak Sisca. Lima tahun lebih tua darimu. Mulai sekarang, kalian adalah saudara,” ucap pak Dorman Suhendra, ayah kandung Ritika. Awalnya, meskipun tanpa adanya seorang ibu, Ritika adalah anak yang bahagia. Tapi, kebahagiaan itu berangsur-angsur hilang di saat sang ayah memutuskan menikahi asistennya di kantor. Gadis berusia empat belas itu merasa sedih dan sangat terpukul. Dia terisak menangis di depan makam ibunya. Mengadukan segalanya. “Lihatlah, Bu! Bahkan, ayah tak lagi butuh pendapatku. Tahu-tahu dia telah membawa seorang Wanita yang katanya adalah ibu dan kakak tiriku. Kenapa, saat hendak menikah tidak memperkanalkannya terlebih dulu padaku? Bahkan, demi istrinya, ayah tak mau lagi mendengarkan keluhanku. Dia juga mengusirku dari kamarku sendiri, hanya karena anak tirinya yang inginkan kamarku?” Satu tahun Ritika harus menerima penderitaan ditindas oleh ibu dan kakak tirinya itu di kala sang ayah tidak ada di rumah. Namun, sayang. Di saat sang ayah akan kembali dari perjalanan bisnis di Singapura, mobil yang dikendarai mengalami kecelakaan hingga ayahnya tak tertolong. Sehingga, kehidupannya pun jadi semakin memprihatinkan. Sebab, dia sempat dikurung digudang tanpa makan dan minum sebelum akhirnya ibu dan saudari tirinya itu menyuruh empat preman untuk menghabisi dirinya di dalam hutan. Ritka berfikir inilah akhir dari hidupnya. Rupanya tidak. Takdir baik masih berpihak padanya. Di dalam hutan dia berhasil di selamatkan oleh seorang pria dewasa yang merupakan orang kepercayaan dari Nyonya Wani Oberoy. Pemilik organisasi Naga Imperal yang disegani dunia. Bahkan, banyak kelompok mafia besar yang tunduk dan ada di bawah pengaruhnya. “Astanya, Nyonya! Gadis ini!” teriak Edo. Pria yang berhasil menyelamatkan Ritika. “Claudia Ocha… putriku?” ucap nyonya Wani dengan bibir bergetar. Nyonya Wani syock berat. Karena, gadis kecil yang baru diselamatkan itu begitu mirip dengan putrinya yang sudah meninggal selama enam bulan karena sebuah kecelakaan, saat masih duduk di bangku SMP. Mendengar cerita dari Ritika, Nyonya Wani bersama dengan Edo memutuskan untuk merubah identitas Ritika menjadi putri nyonya Wani. Ya, menjadi nona besar Oberoy. Claudia Ocha Oberoy. Karena Claudia meninggal di usia sembilan duapuluh tahun, ada lima tahun waktu untuk digunakan dengan sangat baik. Ritika dilatih dan digembleng untuk menjadi penerus keluarga Oberoy, dan calon pemimpin baru Naga Imperal. Mulai dari politik, berbagai jenis bela diri. Pendidikan formal, informal dan juga cara berdandan setra bersikap semua diajarkan pada Ritika. Sehingga lima tahun setelah itu dia muncul dengan diri dan identitas baru sebagau Claudia Ocha Oberoy, dan siap membalaskan dendamnya yang dia pendam sejak enam tahun silam kepada ibu dan saudari tirinya.

All1110 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
18 Chs

DIUSIR DARI RUMAH

"Dasar, sampah! Tidak berguna!" ejek seorang gadis dengan pakaian warna ungu terang, bling-bling, dan terbuka. Memarkan bagian lekuk tubuhnya yang seksi, serta warna kulitnya yang nampak putih mulus dan bersinar.

"Ampuni aku. maaf, aku sungguh tidak sengaja," ucap seorang gadis belia, berusia lima belas tahun sambil tersungkur. Tubuhnya banyak terdapat memar dan luka. Bahkan, pakaiannya juga basah oleh siraman air, serta noda-noda darahnya sendiri yang mulai mengering berrwarna kecoklatan.

"Maaf, maaf. Memang kamu saja yang tak tak tahu diri. Namanya, sampah, ya tetap saja, sampah! Tidak berguna," timpal Wanita paruh baya, dengan gaya pakian yang tak kalah seksinya dengan gadis berusia duapuluh tahunan, tadi.

"Ya, Ritika. Kau memang sebuah sampah yang terlalu lama disimpan di rumah ini. Bau busukmu sudah membuat kami tak tahan lagi. Jadi, sudah saatnya kami melemparkanmu ke tempat pembuangan akhir… di tengah hutan sana, agar kau menjadi santapan binatang liar!" celetuk gadis bergaun merah tadi.

Tidak berselang lama, berdiri di hadapan dua Wanita itu empat pria dengan wajah yang sangar dan tubuh kekar. Ritika melihatnya saja sudah merasa sangat ngeri dan takut. Tapi, tubuhnya sudah terlalu lemas karena sudah empat hari dia dikurung di dalam Gudang tanpa diberi makan dan minuman. Sehingga, tak memungkinkan bagi dirinya untuk lari menyelamatkan diri.

"Apakah ini bos, wanitanya?" tanya salah satu dari mereka, yang terdapat codet di wajahnya.

"Iya, dia orangnya. Sudah, cepatlah singkirkan dia! Aku sudah sangat muak dan bosan melihatnya terus berada di sini!" ujar Wanita paruh baya tersebut. Molly, ibu tiri Ritika.

"Waaah, dia sangat cantik dan mulus sekali, Bos. Bodynya, juga masih kinyis-kinyis." Pria itu memandang tubuh lemah Ritika dengan tatapan penuh gairah, sampai menjilat bibirnya sendiri.

"Aku tak peduli, mau kalian apakan. Mau kalian gilir berempat pun juga boleh. Asal, besok pagi, aku sudah mendengar kabar baik dari kalian," ucap Wanita paruh baya itu, sambil menyulut rokok dan menghisapnya. Kemudian mengajak serta, Sisca, putri kesayangannya beranjak dari tempat tersebut,

Namun, Sisca meminta agar mamanya untuk pergi dulu. Dia masih ingin bermain dengan Ritika yang telah lemah untuk terakhir kalinya, sebelum akhirnya rumah ini akan dia dan mamanya kuasai. Gadis muda tersebut, berjalan mendekati Ritika, menginjak jemari tangannya yang menempel di lantai karena telah lemah lunglai tak bertenaga.

"kak Sisca… sakit," rintih Ritika, dengan suaranya yang lemah.

"Eh, sepertinya aku mendengar sesuatu. Itu, tadi apaan, ya?" ujar Sisca, berlagak tuli, sambil meletakkan tangan kanannya di belakang daun telinga. Tapi, kaki dengan sepatu hells berbahan keras itu, malah kian di tekan dan diputar-putar pada punggung tangan gadis yang usianya lima tahun lebih muda dari dirinya itu.

Ritika sudah tak ada tenaga lagi untuk berkata-kata. Ia hanya bisa merintih dan menangis. Bahkan, tangan untuk menyeka air mata yang memburamkan pandangan saja, sulit. Terlebih yang bagian kanan juga telah diinjak dengan tak berperasaan demikian.

"Oh, kau rupanya?" Sisca pun berjongkok, memandang jijik pada Ritika yang tak kotor, terawatt dan nampak dekil itu. Karena memang selalu dijadikan pesuruh dan hampai tak bisa melakukan perawatan diri, semenjak pak Dorman, ayah kandung Ritika pergi untuk selama-lamanya.

Puas meningjak-injak tangan dan jemari kiri Ritika, Sisca berjongkok memandang rendah pada saudara tirinya itu. "Lihatlah dirimu, yang sekarang. Kau kemarin selalu dibangga-banggakan oleh ayahmu yang sudah meninggal itu sebagai putri yang cantik cerdas dan berprestasi, bukan? Sekarang kau apa? Hanyalah seorang gembel tak berguna. Bisa apa, kau sekarang, hah?" bisiknya lirih dengan penuh penghinaan.

Ritika hanya diam, menatap nanar gadis di hadapannya. Dengan sekuat tenaga, dia berusaha mengeluarkan suara. Walau sangat lemah. Namun, Sisca masih dapat mendengarnya.

"Aku menyayangimu dengan sepenuh hati. Kau telah kuanggap sebagai saudari kandungku. Tapi, kau malah menjembakku!" Ritika tersenyum nanar setelah berhasil menatap dan mengingat-ingat wajah seorang paling jahat pada dirinya. Untuk di ingat sebelum akhirnya dia mati.

'Tidak masalah mengingat wajah orang paling Dzolim padaku. Karena, semenjak ibu dan ayah kandungku pergi, dunia berubah kejam. Tak ada lagi kasih sayang yang aku dapatkan. Ayah… Ibu… mungkin sebentar lagi aku menyusulmu,' batin Ritika.

"Kurang ajar sekali, kau! Berani berkata begitu! Aku tidak peduli, kau harus segera enyah!" teriak Sisca sambil menendang wajah Ritika.

Ritika sudah tak dapat lagi mengingat apapun. Yang dia tahu, saat ini tubuhnya di seret, di bawa ke dalam mobil. suara gelak tawa, bau alkohol dan asab rokok yang begitu menyengat sungguh menganggu pernapasan Ritika. Dia yang selalu hidup di lingkungan sehat, jelas tidak akan tahan dengan aroma-aroma seperti itu. Terlebih, sekarang kondisi fisiknya sangat lemah.

Molly memandang ke samping saat mendengar suara hentakkan kaki mendekati dirinya. "Oh, Sayang! Kau ini kenapa selalu terlihat dalam mood buruk begitu? Bukankah, si sialan itu sudah kita singkirkan?" tanya Moly penuh perhatian.

"Huh!" Sisca mendengus kesal sambil membuang wajahnya ke samping.

Namun, Moly yang selalu memanjakan putrinya itu, hanya tersenyum gemas mendapati sikap Sisca demikian. Apapun yang Sisca lakukan, di mata dia, tetaplah, dia putrinya yang sangat cantik, imut dan menggemaskan.

"Cantik! Kau tak usah bermuram durja begitu. Besok, setelah mayat Ritika di temukan, dan kabar itu tersebar luas, maka… kau lah satu-satunya putri yang diakui oleh dunia. Seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh Dorman, telah menjadi milik kita berdua. Dengan begitu, kita bebas melakukan apapun, dan bisa mendapatkan apa saja yang kita mau. Termasuk, kau sangat menyukai Erlang, kan?"

Begitu mendengar nama Erlang, wajah Sisca yang semula cemberut kini telah berubah dengan sebuah senyuman manis.

"Iya, Mama. Aku juga berharap demikian. Jika bocah sialan itu sudah mati… maka, tidak ada lagi pilihan bagi keluarga Erlang untuk tidak menikahiku. Memilih untuk menunggu dewasanya Ritika empat tahun lagi? Huh! Dalam mimpi pun juga tidak akan pernah terwujudkan!" celetuk Sisca dengan mata melotot dan wajahnya yang sinis.

"Ya, jika dia lebih memilih untuk membatalkan perjodohan dengan keluarga kita… kita ancam saja dia untuk mengakhiri kerja sama antara perusahaan Dorman dan Erlang. Mari, kita lihat! Tanpa sokongan dan suntikan dana dari kita, bisa berbuat apa mereka?" ucap Moly dengan penuh rasa percaya diri.

"Ya bangkrutlah! Di bandingkan dengan perusahaan Dorman yang kini telah berada dalam kendali kita, mereka hanyalah perusahaan kecil. Ibarat rumah makan, kita restoran bintang lima, mereka hanyalah pedagang kaki lima."

Mendengar celotehan Sisca yang terakhir, sepasang ibu dan anak itu tertawa terbahak.