webnovel

Chapter 10

Setelah berjalan selama satu jam menyusuri jalan sempit berbatuan tanpa berbicara. Putri Gayatri dan Bagas tiba di sebuah perkampungan kecil yang di huni 50 kepala keluarga. Warga penghuni kampung yang lengang dan sepi, sepakat memberi nama kampung mereka "Asilum".

Putri Gayatri mengikuti langkah kaki Bagas memasuki sebuah gapura kayu sederhana yang berdiri kokoh menyambut setiap tamu yang berkunjung ke kampung Asilum.

"Itu rumah saya." Ujar Bagas sambil menunjuk ke sebuah rumah panggung yang terbuat dari kayu jati yang kokoh.

Rumah Bagas paling besar sendiri dan terletak di tengah-tengah kampung Asilum.

Putri Gayatri menjawab dengan anggukkan kepala pelan sembari mengamati rumah panggung yang di jaga oleh 10 orang pemuda berbadan tegap dengan otot-otot tubuh menonjol keluar dan mereka semua di bekali senjata perang yang lengkap.

Mereka berdiri memunggungi rumah Bagas. Tangan kiri mereka memegang perisai besi dan tangan kanan memegang sebatang tombak serta sebilah pedang tergantung di pinggang..

"Saya harus waspada." Putri Gayatri membatin.

"Mari kita masuk ke dalam." Ajak Bagas.

Bagas berjalan di depan putri Gayatri sambil menaiki anak tangga yang terbuat dari potongan pohon jadi kecil yang tersusun rapi menjadi sebuah tangga menuju teras rumah panggung.

Sedangkan wajah Putri Gayatri terlihat kaku dan menutup rapat kedua bibirnya sambil mengikuti langkah kaki Bagas.

Setelah berada di teras rumah. Mereka berdiri sejenak di depan pintu rumah Bagas.

"Assalamualaikum..!" Bagas mengucapkan salam.

"Wa'alaikumussalam." Terdengar suara lelaki tua menjawab salam Bagas.

Beberapa saat kemudian wajah pria berumur uzur menyembul dari balik daun pintu rumah Bagas.

"Ada tamu." Ucap

Kakek tua berjanggut putih menyapa putri Gayatri. Tubuhnya sangat kurus terbalut sehelai kain putih dengan sorban putih menutupi kepalanya.

"Iya Abah. Kenalkan, ini Gayatri." Jawab Bagas sembari memperkenalkan Gayatri kepada ayahnya.

Putri Gayatri menjulurkan tangannya akan tetapi Ayah Bagas tidak mengindahkan, dia mengatupkan kedua tangan di dadanya.

"Nama saya Jaka." Ucap Ayah Bagas.

"Oh..., Salam kenal Abah Jaka." Balas putri Gayatri sembari menarik tangannya.

"Ayo kita duduk di dalam saja." Ajak Abah Jaka.

Abah Jaka berjalan di depan putri Gayatri menuju ke sebuah kursi tamu yang terbuat dari kayu ukiran ornamen naga.

Pandangan mata putri Gayatri tidak lepas dari kursi singgasana berukir berkepala naga yang terletak berhadapan langsung dengan kursi tamu. Di setiap sisi kursi singgasana ada empat wanita berpakaian kebaya.

"Saya tidak boleh terperdaya oleh mereka." Putri Gayatri membatin sambil duduk di atas kursi bersamaan dengan Abah Jaka dan Bagas. Sorot matanya liar melihat ke sekeliling ruangan.

Tiba-tiba suara adzan berkumandang. Alis mata putri Gayatri tersentak ke atas sembari mendengar dengan seksama suara adzan yang sedang dikumandangkan dari masjid samping rumah Bagas.

"Alhamdulillah..., sudah masuk shalat ashar." Ucap Abah Jaka sembari mengusap wajahnya.

"Mari kita shalat berjamaah." Ajak Bagas kepada putri Gayatri.

Dahi putri Gayatri mengerut.

"Shalat? Saya tidak paham maksudmu." Jawab putri Gayatri

"Um..., Kamu bisa melihat langsung." Ujar Bagas.

Putri Gayatri tersenyum tipis sembari menjawab.

"Saya tunggu di sini saja."

Abah Jaka mengerlingkan matanya.

"Bagas..., kita berdua saja yang shalat." Ujar Abah Jaka sembari beranjak berdiri dari tempat duduk.

"Baik Abah." Sahut Bagas ikut beranjak berdiri.

"Gayatri tunggu di sini sebentar." Ujar Bagas lalu ia berjalan di belakang Abah Jaka.

Pandangan mata Putri Gayatri beralih pada dayang-dayang yang berdiri di setiap sisi kursi. Matanya tidak mau lepas dari para dayang yang hanya berdiri tanpa suara.

Dari balik selendang yang mengikat pinggangnya, tangan putri Gayatri memutar kepala gagang pedang.

Sudut bibirnya terangkat sebelah sembari mengeluarkan bungkusan kecil dari dalam lubang gagang pedang kemudian dia menyimpan bungkusan kecil ke balik jubah hitamnya.

"Racun cinta akan menaklukkan Bagas."

Putri Gayatri membatin sambil duduk dengan tenang menunggu Bagas selesai shalat ashar sambil mengamati setiap pintu kamar yang terpahat ornamen naga berbeda bentuk.

"Saya tidak peduli Bagas siapa? Dia harus menjadi milikku selamanya." Putri Gayatri kembali membatin dengan niat jahatnya.

**

Tiga puluh menit berlalu.

Tampak Bagas berjalan masuk ke dalam rumah sendirian. Pandangan matanya tertuju ke wajah putri Gayatri.

Senyum luas menampil di wajah Bagas sembari berkata kepada putri Gayatri dengan nada suara lembut.

"Gayatri pasti lapar. Mari ikut saya ke belakang. Kita makan bersama."

"Kebetulan saya sudah sangat lapar." Jawab Gayatri

Dia bergegas berdiri dari tempat duduk kemudian mereka berdua jalan berdampingan dan tangan Bagas mengarahkan putri Gayatri menuju ruang makan yang terletak di belakang dinding singgasana. Bagas menggeser pintu ruang makan dan mereka berdua berjalan masuk ke dalam.

Mata putri Gayatri bersinar melihat beberapa piring kayu berisikan lauk-pauk di atas meja panjang berkaki pendek yang terletak di tengah ruangan. Ada empat lampu minyak menempel di empat sudut ruangan sebagai sumber cahaya.

Bagas mengajak putri Gayatri duduk bersila di atas tikar lantai dan mereka serentak duduk di atas tikar anyaman.

"Apakah Bagas punya buah segar?" tanya putri Gayatri dengan tatapan mata penuh pengharapan.

Bagas memegang dagu sembari melirik ke atas.

"Um..., Ada! Sebentar saya ambilkan di belakang." Jawab Bagas langsung beranjak keluar dari ruangan.

Setelah kepergian Bagas. Diam-diam putri Gayatri mengeluarkan bungkusan kecil dari balik jubah hitamnya kemudian dia menaburkan isi bungkusan ke dalam piring kayu kosong.

Dengan cekatan jari-jemari putri Gayatri mengusap bubuk putih hingga rata tak terlihat.

Senyum tipis menampil di wajahnya sambil meletakkan piring kosong kembali pada tempatnya.

"Sebaiknya saya tambahkan nasi putih di atas piring agar tidak di curigai."

Putri Gayatri membatin sambil mengambil bakul nasi yang terbuat dari anyaman kulit bambu.

Wajah putri Gayatri tampak tenang memindahkan nasi putih dari bakul ke atas dua piring kosong.

Beberapa saat kemudian Bagas masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa jenis buah musiman dan meletakkan buah-buahan yang masih segar di atas meja.

Senyum luas menampil di wajahnya melihat piring kosong telah terisi nasi putih.

"Terima kasih Gayatri." Ucap Bagas

"Maaf kalau saya lancang. Perut saya sudah sangat lapar." Jawab putri Gayatri dengan wajah penuh ketenangan.

"Tidak apa-apa Gayatri. Mari kita makan sekarang." Ujar Bagas tanpa ada rasa curiga dia langsung menyantap nasi bersamaan dengan lauk-pauk.

Mereka berdua dengan lahap menyantap makan sore bersama-sama tanpa berbicara sepatah kata. tampak sesekali mata putri Gayatri memperhatikan piring yang telah di taburi bubuk putih.

"Saya tunggu racun cinta beraksi, setelah bereaksi saya akan pergi dari sini. Biar Bagas yang ikut saya tinggal di dalam hutan." Putri Gayatri membatin sembari mengunyah makanan.

Dalam keheningan, mereka telah menghabiskan sepiring nasi putih dengan beberapa lauk-pauk.

Tiba-tiba rona merah menutupi kulit wajah Bagas dan sorot matanya lurus mengamati wajah putri Gayatri dengan lidah yang mulai meliuk-liuk membasahi bibir bawah.

Bagas merangsek berpindah duduk ke samping Gayatri.

"Gayatri.., Kamu cantik sekali." Ucap Bagas sambil membelai punggung putri Gayatri

"Kamu mau apa Bagas!? Jangan macam-macam kamu!" seru putri Gayatri dalam kepura-puraannya sambil menggeser posisi duduknya ke samping.

Racun cinta telah menguasai kontrol pikiran Bagas, ia ikut merangsek dan kedua tangannya mulai berani merayap masuk ke balik jubah putri Gayatri.

Putri Gayatri langsung menepis tangan Bagas.

"Kamu!" bentak putri Gayatri langsung berdiri dengan nafas menderu.

"Gayatri..., Duduklah." Pinta Bagas sambil menarik pergelangan putri Gayatri.

"Tidak mau!" hardik putri Gayatri sambil melepaskan cengkeraman Bagas.

Putri Gayatri berlari keluar dari dalam ruang makan sembari mengulum senyuman dan meninggalkan sebuah nafsu kepada Bagas.

"Gayatri..! Tunggu saya!" pekik Bagas sembari mengejar putri Gayatri.

Putri Gayatri tidak mengindahkan panggilan Bagas dia berlari kencang keluar dari dalam rumah.

Pemuda-pemuda berbadan tegap dengan sigap menghadang putri Gayatri. Tapi putri Gayatri langsung melompat salto di udara menghindari para pengawal Bagas.

Putri Gayatri berlari melayang di udara dan sesekali melompati atap rumah warga kampung hingga melewati gapura.

"Saya harus kembali ke dalam hutan sebelum malam tiba." Lirih putri Gayatri sembari melompat ke dahan pohon depan gapura kemudian dia melompati dahan-dahan pohon dengan lincah dan cepat.

Sementara di belakang putri Gayatri. Tampak Bagas sedang berlari di jalan berbatuan sambil mengamati siluet putri Gayatri di balik dedaunan pohon yang rimbun. Kesaktian Bagas telah sirna akibat racun yang di berikan oleh putri Gayatri.

Bersambung…..

*************