webnovel

BAB 4.2 – Riki dan Rika

Keadaan yang kacau ini membuat Rai harus bertindak cepat, terlebih ada kehadiran utusan Raltz di kastel yang bisa membayakan Klan Haltz. Utusan ini tentu akan melaporkan semua yang terjadi, dan membunuhnya bukanlah pilihan karena itu hanya akan menimbulkan perang.

Rai pun menyuruh salah satu pengawalnya untuk mengirim kembali utusan Raltz dan memastikan bahwa utusan itu tidak mencuri dengar atau mendapatkan informasi yang seharusnya tidak dia dapatkan.

Setelah utusan itu pergi, Al langsung beranjak dari sana dan kembali tidak lama kemudian. "Rai, aku menemukannya," ucapnya yang datang membawa wanita itu.

Rai menatap tajam wanita itu, "Di mana kau menemukannya ?" tanyanya pada Al.

"Aku menemukannya di dapur. Dia sedang memakan buah apel di sana, sepertinya dia kelaparan karena tiga hari ini dia belum memakan apapun.”

Wanita itu hanya diam dengan kedua tangannya yang ditahan di belakang dan dipegang erat oleh Al. Ia memperhatikan apa yang terjadi temasuk kehadiran dua vampir kecil yang sembunyi di balik kursi besar.

Ika dan Iki yang sekarang telah berada di belakang singgasana ingin melihat wanita itu lebih dekat, mereka akhirnya saling mendorong. Ulah mereka mengusik pandangan si wanita, dia pun memperhatikan tingkah mereka berdua dalam diam.

Kontak mata akhirnya terjadi antara wanita ini dan dua vampir kecil. Mereka semakin bertambah semangat untuk melihatnya karena kemunculan mereka secara terang-terangan hanya akan membuat Rai bertambah marah.

"Aku tidak peduli! Bawa dia ke hutan, dan bunuh dia di sana! Jika Harawaltz tahu ada seorang manusia di sini, ini akan jadi masalah besar!" teriak Rai pada Al.

"Tapi—“

"Bawa saja salah satu prajurit dan suruh mereka membunuhnya," kata Rai mengetahui bahwa Al pasti akan berkata tidak akan bisa membunuh manusia.

PRANG!

Sebuah suara mengejutkan mereka. Karena terus saja saling dorong-dorongan, akhirnya tidak sengaja Ika menyenggol sebuah vas yang ada di meja. Namun, bukan itu saja yang mengejutkan.

Ada hal yang lebih mengejutkan, dan itu adalah karena wanita yang tadi berdiri di sebelah Al sudah berpindah ke tempat Rika dan Riki berada untuk melindungi mereka dari vas yang terjatuh.

"Apa yang terjadi!?" ucap Rai menghampiri mereka dengan wajah menampilkan ekspresi marah.

Ika tidak menjawab, dia hanya menangis di pelukan wanita aneh ini, sepertinya Ika benar-benar terkejut. Iki pun hanya diam tidak jauh dari tempat Ika menangis. Dia sama sekali tidak bergerak.

"Iki! Ada apa ini!? Jelaskan padaku!" bentak Rai.

Bentakan tersebut membuat Iki langsung menangis. Anak ini juga dalam posisi terkejut, namun Rai malah membentaknya. Suasana akhirnya menjadi kacau dengan suara tangisan yang terdengar saling menyahut.

Takut dengan Rai, Iki langsung berlari ke arah Ika dan memeluknya. Melihat dua vampir kecil yang menangis di hadapannya, membuat wanita ini memeluk mereka berdua.

Seketika wanita ini memberikan tatapan tajamnya ke Rai karena membuat keadaan semakin kacau. Rai pun membalas tatapan tajamnya. Mereka berdua berperang dalam tatapan tajam yang dingin.

Sorot mata wanita ini menunjukan ketidaksukaannya pada Rai. Ini hanyalah masalah biasa yang dilakukan oleh anak-anak yang belum mengerti benar untuk berperilaku baik. Jika mereka salah, maka tegurlah dengan cara yang benar, bukan malah berteriak dan membentak mereka.

Seorang prajurit mendekat dan berkata sesuatu padanya. "Maaf atas kelancangan saya, Yang Mulia Harrison. Tapi tadi, saat Tuan Iki dan Nona Ika berada di belakang singgasana, mereka saling mendorong satu sama lain. Tanpa sengaja, Tuan Iki mendorong terlalu keras, membuat Nona Ika akhirnya terdorong dan menyenggol vas bunga," jelasnya.

Rai hanya diam, dia memijit kepalanya yang semakin pusing. Sedangkan tangisan kedua adik kembarnya bertambah nyaring saja. Namun, secara tiba-tiba suara tangisan ini berhenti.

"Kak Rai..." panggil Ika dan Rai langsung menoleh. "Kakinya berdarah," sambungnya dengan menunjuk kaki gadis ini.

Darah segar sudah mengalir cukup deras dari kaki wanita ini, disebabkan karena beberapa pecahan vas bunga yang menancap di kakinya, membuat luka terbuka yang cukup dalam.

Untungnya, wanita ini sudah pernah digigit oleh Rai, sehingga darahnya tidak akan mengundang rasa lapar vampir-vampir yang ada di ruangan ini. Tapi tidak untuk Rai.

Darah wanita ini beraroma lebih manis dari sebelumnya, membuat dirinya seketika menjadi haus. Dengan sigap, wanita ini mencabut pecahan vas yang menancap di kakinya, tanpa ada suara meringis ataupun erangan kesakitan.

Ia tahu benar ada yang salah pada pria kasar di hadapannya. Tatapannya menunjukan keinginan yang kuat, dan wanita dapat melihat dengan jelas, fokus pria ini ada pada darahnya. Ia kemudian membuang pecahan vas dan mata pria ini mengkuti kemana pecahan itu mendarat.

Kejadian ini membuat semua vampir yang ada di sana memandang wanita ini dengan heran. Lalu ia dengan segera merobek bagian bawah bajunya, dililitkannya sobekan ini ke kakinya kemudian mengikatnya untuk menghentikan perdarahan.

Setidaknya, ini bisa menghancurkan keinginan pria itu atas dirinya dan juga menghentikannya dari kehabisan darah. Selain itu, memperlihatkan luka yang terus mengeluarkan darah di hadapan anak kecil bukan hal yang baik.

Iki merasa bersalah, dia memandangnya dengan khawatir, "Kakak tidak apa-apa?" tanyanya.

Wanita ini mengulurkan tangannya dan mengusap kepala Iki. Dia mengangguk dan memberikan senyuman padanya. Melihat ini, Rai menjadi terperangah. Baru kali ini dia melihatnya tersenyum. Dia mengira selama ini wanita itu sama sekali tidak mempunyai ekspresi.

"Rai?" Al menyadarkannya dari lamunan.

Rai tersadar, "Ah ya, cepat kau bawa wanita ini ke kamar dan obati lukanya," perintahnya.

Al memandangnya heran, karena Rai baru saja memberi perintah lain, “Tapi tadi kau menyuruhku untuk—"

"Cepat laksanakan perintahku, Albert," potongnya tidak menerima protes.

Al menatap Rai tak percaya. Untuk pertama kalinya, Rai mengubah perintahnya, meskipun dia tidak pernah melakukan itu. Perintahnya adalah mutlak dan tidak dapat diubah. Selain mengubah perintahnya, Rai juga membiarkan wanita ini hidup. Bagaimana ini bisa terjadi?!

Iki dan Ika menempel erat dengan wanita tersebut. Al memperhatikannya dan berjalan mendekatinya. Ia lihat kain yang diikatkan semakin berubah menjadi merah. Tentu saja darah terus mengalir keluar.

"Kau beruntung," ucap Al.

Wanita ini mengangkat kepalanya dan memandang Al tanpa berkata apapun.

"Meski semua darahmu menggenangi ruangan ini, tidak akan ada satupun yang ingin memakannya karena darahmu dan kamu sendiri hanya milik Yang Mulia Raizel."

Wanita ini mengerutkan kening, merasa kesal dengan perkataan pria ini. Bagaimana bisa dia seenaknya mengatakan dirinya milik seseorang?! Ia adalah manusia, makhluk hidup yang memiliki kebebasannya sendiri.

Ia ingin sekali membuka mulutnya lebar-lebar dan mencaci maki pria ini. Namun, ia mengurungkannya. Karena bagaimana pun saat ini, ia bukanlah dirinya sendiri.

Selain itu, semua yang ada di sini bukanlah hal yang bisa ia atasi. Semua perilaku mereka begitu aneh, tidak seperti manusia atau bahkan dirinya. Wanita ini tahu siapa mereka, namun lagi dan lagi, ia memilih untuk bungkam dan mengamati dalam diam.