webnovel

Bab 8 Pergi Selamanya

Ku tanyakan lagi bagaimana kabar Ayah, kata Bowo ayah sudah baik-baik saja dan ayah meminum obat dengan rutin. "Besok waktunya ayah akan kontrol" kata Bowo, aku menanyakan persyaratan periksa menggunakan Asuransi rakyat dan Bowo memahami dengan baik. Sepulangnya dari dokter, ayah langsung mengirim pesan padaku "nduk kondisi Ayah sudah semakin membaik, obat ayah minum rutin, oleh dokter ayah dianjurkan untuk pasang ring janting bulan depan setelah dokter memberikan Ayah surat rujukan", aku juga sudah memiliki pemikiran untuk mengajak ayah pasang ring, hanya saja rencanya pada bulan Juni sekalian membuat protesa mata Dewi. Namun saat itu aku membalas pesan Ayah "iya yah ikuti segala prosedurnya, yang penting demi kesehatan Ayah, tapi untuk memasang ring fungsi ginjal ayah harus stabil, ayah minta tolong Bowo untuk membeli obat untuk menjaga fungsi ginjal". Aku mendukung ayah untuk pasang ring bulan depan, mengingat semangat Ayah untuk sembuh sangatlah tinggi.

Akupun kembali bekerja seperti biasa dan mulai jarang mengabari Ayah, sekitar hampir seminggu sejak terakhir kali kami berkomunikasi. Bertepatan dengan penerimaan gaji, sebelum ayah meninta sudah ku kirimkan uang 500 ribu ke rekening beliau, lalu ku kabari ayah sembari menanyakan apakah obat yang aku anjurkan sudah dibeli oleh Bowo atau belum. Namun ternyata Bowo belum sempat ke kota untuk membeli, ayah kembali menceritakan kebingungannya, tentang bagaimana bisa seekor udang bisa menyebabkan serangan jantung mendadak. Aku hanya mampu memberi support pada ayah untuk focus dalam penyembuhan dan tak lupa ku kabari, bahwa tante Kara istri Almarhum paman mengirimi Ayah uang satu juta rupiah. Uang tersebut ku kirimkan lewat Bowo ketika ayah masih dirawat.

Keesokan harinya aku mengerjakan banyak tugas di kantor, membuatku seharian tidak menengok beranda pada handphone. Pulang dinas pagi itu hujan deras, namun harus ku terjang sebab sudah mendekati waktu Magrib. Alhasil keesokan harinya badanku menggigil dan saat ku cek suhu badanku 38.5 derajat celcius, tetap ku paksakan untuk pergi ke kantor waktu itu sebab, ada tugas penting yang harus aku presentasekan. Presantasi berjalan lancar setelah itu badanku terasa menggigil kembali, akhirnya aku memutuskan untuk ke klinik depan kantor untuk memeriksakan diri.

Di klinik oleh dokter aku disarankan untuk tes darah lengkap, setelah hasil lab keluar dokter menjelaskan kadar leukosit dalam darahku cukup meningkat dan bisa disebabkan oleh infeksi, waktu itu asmaku sedang kambuh dan aku juga kelelahan setelah lembur kemarin. Dokter menganjurkanku untuk opname sebab kadar trobomsitku mulai menurun. Aku menolak sebab banyak projek yang harus aku kerjakan, aku meminta untuk sementara aku bersedia di pasang infuse untuk merehidrasi cairan dalam tubuhku. Rehidrasi cairan selesai sudah dan dokter memberi obat penurun demam melalui infuse, aku yang takut jarum suntik meminta izin agar infuse di tanganku dipertahankan. Hal itu ku minta agar tidak berungkali dipasang infuse, syukurlah dokter mengizinkan, dengan syarat bila pada area infuse bengkak dan nyeri harus segera kembali ke klinik untuk melepas infusnya.

Rehidrasi cairan dan pemberian obat penurun demam melalui infuse membuat badanku segar kembali. Aku bekerja dengan infuse yang masih terpasang di tangan kananku, walaupun tidak nyaman rasanya namun aku tetap berhati-hati agar infusku tidak tersangkut, ataupun terbentur. Sepertinya efek obat mulai menghilang, ku rasakan badanku kembali menggigil. Aku datang kembali ke klinik untuk meminta suntikan penurun panas, setelah beristirahat selama satu jam aku kembali ke kantor untuk bekerja. Masih dalam suasana lembur, aku pulang tengah malam dan kabar baiknya dua hari kedepan aku akan libur sebab tugas kantor sudah rampung. Keesokan harinya setelah terbangun dari tidur, kurasakan kulit di area infuse menjadi merah dan sedikit nyeri. Mengingat pesan dokter, aku langsung ke klinik untuk melepas infuse dan meminta obat tablet sebagai penggantinya.

Aku kembali beristirahat dan meminum obat, badanku sudah tidak menggigil dan jauh lebih segar. Aku mulai mencoba memasak dan bersih-bersih rumah, hanya saja tetap ku paksakan diriku untuk istirahat. Setelah berbulan-bulan lamanya hari ini aku tidur lebih awal dari biasanya, bandankupun sudah benar-benar pulih dan bertenaga. Ku buka handphone di subuh itu, ku lihat ada puluhan telpon dari Bowo dan aku semakin panik ketika kak Tika, tante Dia dan kak Diana juga menelponku puluhan kali. Aku hubungi Bowo ada apa, apa yang terjadi, sungguh hatiku hancur berkeping-keping. Bowo mengatakan "Ayah sudah meninggal mbak, subuh saat adzan ayah terbangun karena nyeri sambil memegangi dadanya mbak, lalu ayah kehilangan kesadaran dan setelah di cek oleh pak Hadi, tetangga kita ayah sudah tidak ada mbak".

Hancur sungguh seperti langitku runtuh lalu menimpa tubuhku. Aku belum pernah bersiap atas kejadian seperti ini, apa yang harus ku lakukan sekarang. Memesan tiket pesawat hal yang muncul di pikirannku, sial M-banking tidak berfungsi, aku juga tidak memiliki uang cash, Tante Dia menghubungiku menyabarkan aku dan bertanya apakah aku akan pulang, ya aku akan pulang jawabku dengan jelas. Kondisi masih berantakan sebab aku tidak mampu beraktivitas, aku masih sempat-sempatnya memasukkan pakaian ke mesin cuci dan mencuci piring, sembari aku menghubungi Bos Ana dan Bos Arif bahwa aku akan cuti sebab Ayahku meninggal dunia. Kedua Bosku yang baik memberiku waktu 20 hari untuk pulang, aku sangat bersyukur, setelah mandi aku segera mengambil uang di ATM dan segera menelepon Kak Tini, aku meminta bantuan untuk membeli tiket pesawat melalui aplikasi.

Aku masih sangat berharap bisa melihat wajah Ayah untuk terakhir kali, namun harapanku pupus setelah melihat jadwal penerbangan pesawat. Akan sangat lama bila harus menungguku sampai datang, aku hanya bisa memesan tiket pesawat yang paling awal. "Halo mbak jenazah ayah akan dikebumikan setelah dzuhur, apa menunggu mbak saja, kata paman Mathew ada pesawat yang langsung ke pulau" ucap Bowo dalam telepon, "mbak sudah cari tapi tidak ada di aplikasi, makamkan saja ayah setelah dzuhur, mbak iklash yang penting ayah bisa tenang disana" balasku sambil menangis. Ada telpon dari tante Dia bahwa ia akan datang menemuiku, aku berpikir mungkin saja beliau akan mengantarkan ke bandara, sehingga ku tunggu. Ketika datang, beliau mengatakan bila mau pulang, maka pulanglah dan bila ke bandara gunakan taxi online saja. Sungguh aku begitu kesal, mengapa beliau selalu menanyakan apakah aku akan pulang atau tidak, tentu hal itu tidak harus ditanyakan lagi, aku sudah berpisah 10 tahun dan hanya bertemu sebentar dan kini Ayah meninggal, bagaimana bisa aku tidak pulang, andaikan aku tidak memiliki uang sekalipun aku akan tetatp pergi bagaimanapun caranya.

Kubawa seadanya baju dan pergi menggunakan taxi, aku berhenti di salah satu rumah sakit untuk swab dan syukurnya hasil swab keluar kurang dari satu jam. Saat di bandara lokasi tidak terlalu ramai, pesawat yang akan ku tumpangi akan lepas landas pada pukul 10.00 Wib, aku datang lebih awal sehingga aku harus menunggu sekitas 3 jam. Tidak bisa ku percaya aku pulang lagi dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan, setelah sebelumnya aku harus menunggu selama 10 tahun lamanya, yang membuatku sangat sedih adalah aku pulang dan Ayah sudah tidak ada disana.

Semua lancar sampai akhirnya pesawatku transit di bandara Sultan Hassanudin. Perjalanan akan dilanjutkan pada pukul 15.30 Wita, namun hingga pada waktu yang di tentukan belum ada pemberitahuan untuk memasuki pesawat, yang ternyata terjadi kendala teknis sehingga terjadi Delay sampai 30 menit. Waktu itu kursi di samping jendela bukanlah hal yang penting, aku tidak perduli dimana aku akan duduk. Aku hanya ingin segera sampai rumah, aku terpikir bagaimana hancurnya Dewi dan Dimas saat ini.