webnovel

Aid Sang maid

Usai melakukan upacara kedewasaan, Ryota dan ratu Canaria kembali ke Kerajaan. Namun, tanpa diduga, sesampainya disana Ryota di terjang oleh seorang gadis. Kejadian ini mengejutkan Ryota, dia melihat penampilan gadis itu yang membuatnya merasa trauma.

"Tangkap!"

"Ah!"

Ryota menerima pelukan tiba-tiba gadis itu tanpa mengelak sedikitpun. Dia tahu jika dia mengelak itu akan berakhir menjadi lebih buruk. Karena gadis itu adalah Sylvia, kakak perempuannya. Mengenal sifat Sylvia, dia yakin gadis itu akan terus memaksakan keinginan dia sampai dapat. Oleh karena itu, akan lebih baik untuk menurutinya segera.

Itu memang sangat merepotkan.

"Kakak, kapan kamu datang?" ucap Ryota yang terlihat sedikit khawatir, dia menahan pelukan Sylvia yang terlalu erat, itu membuatnya pengap.

"Belum lama ini, fufu." Sylvia terus memeluk erat adiknya, tidak dapat dipercaya, Ryota berfikir, 'apakah kakaku ingin membunuhku?'

Lima hari sebelumnya

"Yo… Sepertinya kamu menikmati memakan kue Sus itu."

Suara pria misterius terdengar di telinga Sylvia dan Levi. Tujuannya jelas untuk kue yang dimakan Sylvia dengan lahap.

Sylvia yang merasa tekanan darahnya naik. Dia kenal, itu adalah suara dari seseorang yang ingin dia kalahkan, tidak lain adalah musuhnya.

Dia bernama, David Edgarious. Dia mempunyai perawakan fleksibel yang tidak kurus, gendut, ataupun penuh dengan otot. Rambutnya pendek berwarna pirang dengan kedua bola mata kuning.

David memakai seragam yang sama seperti Sylvia dan Levi, mengenakan kemeja putih dan celana hitam, mantel pendeknya menutupi setengah pundak. Itu sangat elegan, layak menjadi seragam akademi elit.

Menghampiri Sylvia dan Levi, David duduk dimeja yang sama tapi itu berada diarah yang berlawanan.

"Yup, itu sangat mengganggu, karenamu nafsu makanku menghilang. Kuharap kamu mengerti dan cepat pergi dari sini."

Sementara David duduk, tanggapan dingin Sylvia melintasi momentumnya.

"Oi,oi, Kamu masih saja dingin seperti biasa."

Namun, David tidak mempermasalahkannya, justru itulah yang membuat dia terarik dengan Sylvia.

"Sigh, mati saja kau, sialan!"

"Kakak? Kenapa kamu ada disini?"

Levi yang melihat sosok misterius yang tampak akrab itu langsung bertanya. Itu adalah Kakak laki-laki dia, tapi mengapa ada disini. Levi paham kantin adalah tempat umum, namun, apa alasannya menghampiri meja yang sama?

"Kamu ada disini juga toh, ya… Tidak ada alasan khusus, hanya karena kebetulan kursi ini kosong."

Levi dan David adalah saudara kandung. Mereka putra dan putri seorang kaisar kekaisaran Edgar.

"Huh, itu terdengar mencurigakan saat keluar dari mulutmu, kak." cetus Levi yang terlihat mengintrogasi.

"Ya, siapa tahu?"

David menjulurkan tangannya untuk mengambil kue SUS di meja.

Namun, sesaat tangan David hendak mengambil kue, tangan lain dengan sigap mencegahnya. Sylvia menjauhkan tangan David dari kue.

*Plakkh

"Eh-"

"Siapa yang mengijinkanmu menyentuh makananku!?"

Syilvia tampak melindungi kue yang berlapis selai putih manis ditengah, menjauhkannya dari David. Sorotan matanya seakan-akan memperingatkan, jika ada yang berani menyentuh kuenya, dia takan ragu untuk memotong tangannya.

David hanya tersenyum tipis mengetahui tingkah Sylvia yang di anggapnya lucu.

"Oi, adik, bukankah kamu harus membantu kakakmu, dan membujuk temanmu?" David mengarahkan pandangannya pada Levi.

"Fufu, No Coment." jawab Levi sembari cekikikan.

"Hm, kuharap aku bisa sedikit lebih lama disini." David meminta pada Sylvia dengan nada memohon.

"Tidak!"

"Iya?"

" Baik, kalau begitu kita berdua yang pergi, kuharap aku tidak pernah bertemu denganmu lagi, tch, sial!"

"Tapi kita satu kelas?"

"Mati saja kau! Ayo Levi, kita pergi dari sini."

"E-Eeh, baik, baik. Tapi tolong, kamu jangan menariku dengan keras oke, ini meyakitkan." Levi terliahat mengkhawatirkan, dia merasa pergelangan tangannya seperti akan copot.

Lalu Sylvia dan Levi pegi meninggalkan David seorang diri di meja kantin.

"Pftt, benar-benar gadis yang menarik." melirik Sylvia dan Levi yang telah pergi dari pandangannya, sekali lagi David tertawa mengingat perlakuan Sylvia tadi, dia sangat menyukainya.

Namun, keanehan terjadi. Tiba-tiba saja di kehampaan tanpa ada sumber yang pasti, suara misterius terdengar jelas di telinga David, tidak! Lebih tepatnya suara itu ada di dalam pikirannya.

"Jika kamu bisa lebih dekat dengannya, itu akan lebih baik."

Suaranya sangat misterius dan dingin, seolah meninggalkan jejak tirani.

Lima hari setelah kejadian di kantin

Sylvia sedang mempersiapkan untuk perjalanan pulang ke Kerajaan Avalonia.

Diantar oleh Levi, Sylvia memasuki kereta kuda yang sudah siap berangkat.

"Semoga perjalananmu lancar, Syl."

"Oke, jaga dirimu baik-baik, samapai ketemu kembali."

Sylvia dan Levi saling melambaikan tangan sampai keduanya hilang dari pandangan masing-masing.

'Kakakmu yang hebat ini sebentar lagi akan menemuimu, adik kecil.'

Kembali ke waktu sekarang.

Terlihat Sylvia yang sedang merajuk pada Ryota.

"Bagaimana bisa kamu melakukan upacara kedewasaanmu tanpaku? Hmph."

Sylvia mengeluh mengatahui bahwa Ryota baru saja selesai melakukan upacara kedewasaan tanpanya, membuat dia prustasi.

"Itu… Kamu bisa menanyakannya langsung pada ibu, kak."

Ryota yang melihat Sylvia tidak puas tidak ingin ambil tanggung jawab. Untuk membayar rasa prustasinya, Ryota tahu Sylvia akan meminta hal yang tak di inginkan. Lebih baik untuk menyerahkan pada ibunya, dia melirik ke samping.

"Apakah putriku takan menyapa ibunya setelah lama tidak bertemu?" ratu Canaria ujuk suara.

"Bagaimana kabarmu, Bu? Hehe."

Sylvia bergegas lari memeluk ratu Canaria, melepaskan tangannya dari Ryota.

"Aku baik, bagai mana denganmu? Sepertinya putriku yang cantik ini bertambah tinggi?" balas ratu Canaria sembari menerima pelukan Sylvia. Dia bertanya menyadari Sylvia yang kian hampir menyusul tinggi badannya.

Mendengar itu, membuat Sylvia sedikit tersipu, dia menjawab,

"Aku baik, mungkin karena aku tidak pernah meninggalkan latihanku, sebab itu tinggiku bertambah, fufu,"

"Tapi, Bu. Kenapa kamu tidak menungguku kembali terlebih dahulu sebelum adikku melaksanakan upacara kedewasaannya, hmph" lanjut Sylvia yang sedikit tidak terima.

Melihat tingkah putrinya, dia tersenyum tipis namun sedikit kecewa.

"Bukan tidak menunggumu, hanya saja upacara kedewasaan dilakukan sebelum matahari terbenam. Waktu itu sore hari hampir tiba, namun kamu belum kunjung datang. Begitulah kejadiannya, sebab itu aku berangkat lebih awal. Maafkan ibu, putriku." ucap ratu Canaria menyesal.

Mendengar itu, Sylvia terkejut seakan-akan lupa sesuatu.

"Arghhh, aku melapukannya. Saat di tengah jalan aku lumayan lama mampir ke sebuah pasar untuk membeli hadiah yang akan kukasih pada adikku. Huaaa" rengek Sylvia yang menyadari kesalahannya sehingga tak sempat ikut menghadiri upacara kedewasaan Ryota.

Begitulah ceritanya.

"Hah, dasar kakak, tidak berubah sama sekali."

Ryota menghembuskan nafas lembut.

Saat ini, Ryota berada di kamarnya, dia membaringkan tubuh di atas kasur. Angin lembut yang menerpa melewati sela-sela jendela, jelas membuatnya merasa damai.

Mengingat kebelakang, sekali lagi Ryota menghembuskan nafas menyesal.

" Sepertinya aku tidak perlu menarik keberuntunganku kembali."

Keringat keluar dari pori-pori membasahi dahinya, Ryota mengingat kejadian mengerikan di masa lampau.

Waktu itu, dia berspekulasi jika keberuntungannya sangat tinggi, maka sikap semua orang dekat akan sedikit berubah dan tidak terlalu memanjakannya.

Saat dia memanipulasi keberuntungannya sampai batas tertentu, apa yang dia alami benar-benar keluar dari ekspetasi. Dimulai dari ibu ataupun sang kakak, berharap kebiasaan memanjakannya berkurang, itu malah berbalik lebih memanjakan Ryota dari sebelumnya.

Tidak hanya itu. Disituasi normal, sang ayah yakni Raja Gustave Adolphus, takan memanjakan Ryota sampai ditingkatan ibu dan kakaknya. Namun, diluar dugaan setelah Ryota menaikan keberuntungan sampai bisa dijuluki perwujudan keberuntungan itu sendiri, itu malah menjadikan semua orang yang di awal sangat memajakannjakan Ryota, sekarang lebih memanjakannya seperti memuja seorang Dewa.

"Itu Mengerikan…" Ryota tak terlalu nyaman dengan situasi seperti itu.

Membayangkan saja membuat Ryota mengeluarkan keringat dingin.

"Hmm, soal Dewi kebijaksanaan itu, aku jadi tertarik dengan dia. Namun, sepertinya bukan waktu yang tepat. Ya, untuk sekarang abaikan saja. Mari istirahat dulu."

Perlahan Ryota menutup mata, meninggalkan kesadarannya dari penjagaan.

Tapi sebelum kesadaran Ryota hilang , dia bergumam dalam hati.

'Omong-omong, memiliki keluarga yang seperti ini tidak terlalu buruk. Sejujurnya, aku harus berterima kasih kepada mereka.'

Ryota sedikit mengangkat mulut untuk tersenyum sebelum benar-benar tertidur lelap.

Esok harinya di pagi hari yang cerah, sinar mentari memasuki kamar Ryota melalui jendela dengan gorden yang terbuka. Esensi hangat dari sinar ultraviolet menyinari tubuh Ryota yang tepat berdiri di depan jendela. Itu bermanfaat untuk menjalankan fungsi metabolisme kalsium, imunitas tubuh, serta mentransmisi kerja otot dengan saraf. Ya, berjemur di pagi hari yang cerah adalah salah satu jalan memiliki tubuh yang sehat.

Di temani sinar mentari yang cerah, Ryota berdiri memperhatikan suasana damai kerajannya.

"Hm, kurasa sekarang adalah waktu sarapan."

Ryota melirik kearah pintu, seolah sedang menunggu seseorang.

Terdengar tiga kali ketukan di pintu.

*Kreeek

Pintu kamar terbuka.

Memperlihatkan seorang wanita berusia awal dua puluhan. Wajahnya sangat cantik dengan rambut pendek hampir menyentuh bahu dan kedua mata hitam yang menawan. Dia mengenakan seragam maid.

"Permisi, waktunya sarapan, Pangeran."

Suaranya kecil selembut sutra, dipenuhi dengan perasaan hangat terngiang-ngiang di telinga Ryota yang membuatnya merasa nyaman.

"Aid, ya. Kurasa kamu selalu giat seperti biasa."

"A-ah, itu… Tidak, i-ini memang pekerjaan saya, Pangeran."

Wanita itu sedikit tergagap dengan wajah yang sedikit memerah setelah Ryota memberikan apresiasi.

Dia adalah Aid, seorang maid yang bekerja untuk membantu Ryota, tentu saja dia sosok maid yang sering berada disisinya.

"Fufu, itu bagus. Omong-omong, bukankah lebih baik menyimpan makannya terlebih dahulu?" ucap Ryota yang lebih menggoda Aid.

Ryota mengalihkan pandangannya kearah makanan yang berada di kereta roda yang biasa digunakan mengantar makanan.

"A-ah, ma-maaf kan saya."

Segera Aid meletakan makanan yang dia bawa ke meja makan. Dia sadar, karena gugup setelah Ryota menggodanya, dia sampai melupakan hal penting lain. Itu membuat Aid malu setengah mati.

Melihat Aid yang gugup membuat Ryota yang sengaja menggodanya terhibur.

"fufufu."

Namun, kedamaian di pagi hari yang Ryota rasakan tidak bertahan lama, tiba-tiba saja suara keras merayap di kamarnya.

"Adik! Kenapa kamu tidak menemuiku kemarin? Hmph."

Mendengar teriakan itu, Ryota mengalihkan mata kearah pintu. Dia menemukan Sylvia yang memakai gaun mewah layaknya seorang putri, tengah berdiri di depan pintu sembari menyilangkan kedua tangan.