webnovel

Bukan Wanita Panggilan

Melihat Danial yang ikut-ikutan terdiam, Seza mendelik ke arahnya dengan curiga.

"Kenapa saya nggak bisa ingat apa pun soal pernikahan kita?" tanya Seza menahan gejolak perasaan.

Danial menarik napas.

"Aku akan menjelaskannya pelan-pelan sama kamu." Pria berlesung pipi itu menatap Seza. "Habis makan, kita jalan-jalan dulu saja."

"Dan, sebenarnya apa yang terjadi sama saya?" tanya Seza lagi tidak habis pikir. "Jujur sampai sekarang saya nggak tahu bagaimana bisa kita menikah ..."

"Astaga, kita ini saling mencintai, makanya kita menikah." Danial menyahut. "Nanti saya akan jelaskan sama kamu kalau kita jalan-jalan nanti."

Seza memejamkan kedua matanya, seakan ingin mengingat segala hal istimewa tentang pernikahannya dengan pria yang ada di depannya ini.

Namun, semua itu tampaknya hanya sia-sia belaka. Seza tetap belum bisa mengingat semuanya dengan baik.

Danial segera mengajak Seza bersiap setelah mereka selesai sarapan.

"Ayolah, Za!" ucap Danial dengan nada membujuk. "Kita ini pasangan pengantin baru, seharusnya kita bisa menikmati momen ini dengan bahagia."

Seza terperanjat ketika Danial menangkup wajahnya dengan kedua tangan.

"Saya adalah pria yang selama ini kamu nantikan," katanya. "Saya memang bukan pria yang sempurna, tapi saya adalah pria normal yang sekali-kali ingin bermain-main sama istrinya sendiri."

Seza membelalakkan matanya saat mendengar ucapan Danial, seterkejut itu dia dengan ucapan yang dilontarkan pria itu kepadanya.

"Jangan bercanda," sahutnya tidak suka.

Danial tidak menanggapi. Tanpa banyak bicara, dia mengangkat tubuh ramping Seza dan menaruhnya di atas pundak seperti sedang memikul karung beras.

"Dan!!" pekik Seza dengan kedua kakinya bergerak-gerak. "Apa-apaan kamu? Cepat turunkan saya!"

Teriakan Seza teredam begitu Danial membawanya ke tempat tidur dan mengunci tubuhnya.

"Dan!" protes Seza sambil memukul-mukul punggung Danial. "Cepat lepaskan saya!"

"Tenang," sahut Danial santai seraya menahan Seza pada bagian bahunya. Setelah itu dia menegakkan diri dan menatap Seza dengan sorot mata yang membuat sekujur tubuh wanita itu terasa merinding.

"Kamu mau ngapain?" tanya Seza dengan wajah waspada saat melihat Danial mengendurkan dasinya kemudian menaruh jasnya di sofa.

"Saya mau mandi dulu," jawab Danial santai. "Kamu tunggu di situ sampai saya selesai mandi."

Seza mengangkat sebelah alisnya dengan tidak mengerti sementara pria itu melenggang pergi ke kamar mandi.

Begitu Danial pergi, Seza terduduk di atas tempat tidurnya dengan lemas. Dia takut seandainya Danial akan memanfaatkan status pernikahan mereka untuk melakukan hubungan yang tidak dia kehendaki.

"Aku tahu dia suami aku," gumam Seza sambil memanjat turun dari tempat tidur. Saat dia mendekat ke pintu, dia mendapati kuncinya sudah tidak ada lagi di tempatnya.

"Tapi kenapa aku nggak bisa ingat itu!" geram Seza sambil menyapukan pandangan ke sekeliling tempat untuk mencari di mana Danial meletakkan kunci kamarnya.

Sementara Seza kebingungan mencari kunci, Danial asyik menggosok-gosok tubuhnya dengan sabun. Tak lupa dia mengeramasi rambut cepaknya yang lepek karena sudah sejak semalam dia mengeluarkan banyak keringat.

"... semua terasa sempurna ... saat kamu akhirnya jadi milik saya ..." Bibir Danial menyenandungkan suara yang kurang jelas diiringi gemericik air yang mengalir dari shower.

Selesai mandi, Danial membelitkan handuk di bagian bawah tubuhnya kemudian dia mengambil handuk satu lagi untuk mengeringkan rambutnya. Pria muda itu tidak khawatir kalau istrinya kabur karena kunci kamarnya sudah dia amankan di suatu tempat.

Setelah rambutnya setengah kering, Danial keluar dari kamar mandi dan melihat Seza masih celingak-celinguk ke sana kemari mencari sesuatu.

"Ehem!" seru Danial keras-keras, membuat Seza terlonjak.

Betapa kagetnya Seza ketika menyaksikan Danial yang muncul hanya dengan berbalut handuk saja.

"Dan! Kenapa saya dikunci di sini?" tanya Seza dengan pikiran yang menduga-duga.

"Santai saja, Seza. Nggak usah dibawa tegang," sahut Danial tenang sambil menggosok-gosok rambut cepaknya yang layu terkena air. "Masa sebagai suami istri kita nggak bisa punya waktu sendiri?"

Kedua mata Seza seketika melotot saat mendengar ucapan Danial.

"Jangan macam-macam," tukas Seza sambil berdiri dengan punggung menempel rapat-rapat di pintu. "Bukannya kita sudah sepakat kalau kamu akan menjelaskan semuanya sama aku dulu?"

Danial berdiri tegak sambil memandang Seza lurus-lurus.

"Saya nggak menuntut kok," kata Danial sambil membusungkan dadanya yang bidang. "Ayolah Seza, sekali-kali kita nikmati status kita. Nggak usah dianggap beban, toh saya benar-benar mencintai kamu. Jadi kamu nggak perlu khawatir."

Seza terdiam sambil berpikir. Kendatipun Danial mengatakannya dengan begitu tenang, tapi dia tidak bisa sependapat dengannya. Bagaimana mungkin dia akan melakukan hubungan suami istri dengan pria yang masih terasa asing baginya?

Alih-alih menikmatinya, Seza bahkan tidak kepikiran sama sekali untuk melakukan itu dengan Danial.

"Nah kan, kamu pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak," komentar Danial sambil berjalan santai mendekati Seza yang langsung memasang wajah waspada.

"Apa sih, pikiran saya nggak sekotor kamu!" hardik Seza sambil menjulurkan tangannya ke depan untuk mencegah Danial mendatanginya semakin dekat.

Danial mengabaikan protes yang didengungkan Seza, tangan kokohnya segera meraih pinggang ramping Seza dan menariknya mendekati tempat peraduan malam mereka.

"Dan, jangan macam-macam!" sentak Seza histeris. "Jelaskan dulu semuanya sama saya!"

"Sudahlah, nikmati saja malam ini. Toh kita sekarang adalah pasangan suami istri yang sah." Danial menatap Seza dalam-dalam. "Atau kalau kamu mau ... saya akan kasih semuanya sama kamu. Terserah kamu mau minta apa saja dari saya, akan saya berikan semuanya."

Kedua mata Seza bertambah melotot saat mendengar Danial berbicara dengan gaya tanpa beban sama sekali.

"Saya ini bukan wanita panggilan!" sergah Seza kesal sambil menyentakkan tangan Danial dari pinggangnya. "Jangan sekali-kali menganggap saya seperti itu."

Danial memajukan bibirnya.

"Oke, oke. Kalau kamu mau melakukannya tanpa pamrih apa-apa, saya tentu lebih senang lagi," ujarnya.

Seza semakin meradang mendengarnya.

"Dan, jangan bilang kalau kita ini menikah karena saya hilang ingatan!" tegas Seza. "Nggak ada perasaan apa pun di antara kita, jadi jangan mengulangi perbuatan kamu sama saya seperti semalam ..."

"Kamu ini cerewet sekali sampai saya mau ngomong saja nggak bisa," sela Danial tidak sabar. "Saya janji kalau saya nggak akan sering-sering memaksa kamu, tapi malam ini saya sangat menginginkan kamu."

"Apa? Tunggu!" elak Seza saat Danial tanpa ragu menjatuhkan dirinya ke atas peraduan mereka malam itu.

"Sebentar saja, jangan berontak." Danial mengingatkan agar Seza tidak berpikir untuk meronta-ronta. "Anggap saja ini sebagai hiburan biar pikiran kamu nggak stres. Saya akan membuat kamu mengingat saya lagi."

"Mengingat kamu ...?" Seza seketika melemah ketika Danial menyuntikkan sesuatu di lehernya bersamaan dengan menyatunya bibir mereka. Kedua mata Seza mengerjab dan entah bagaimana dia seperti terbuai dengan sentuhan mesra yang Danial berikan kepadanya.

Bersambung –