webnovel

Pernikahan yang Ku Sesali

Lydia Minora Tan adalah seorang wanita muda cantik dan sukses, di usia 25 tahun dia sudah mendapat berbagai gelar mentereng seperti B.A, MBA, PhD. Diusia 16 tahun dia sudah lulus SMA karena 2 kali ikut program kelas akselerasi di SMP dan SMA. Sebagai anak orang terkaya di daerah Jogja, dia juga mewarisi banyak perusahaan dari ayahnya. Prestasi cemerlang di pendidikan berbanding terbalik dengan kehidupan percintaannya. Lydia sama sekali belum pernah pacaran. Sebagai penganut kristiani yang sangat ketat dan taat, keluarganya tidak memperbolehkan ia berpacaran karena takut terjerumus ke dalam dosa. Lydia yang baru berusia 25 tahun sudah menjabat sebagai direktur utama di salah satu anak perusahaan milik keluarganya. Sebagai keluarga kaya dan terhormat, Hariyanto Tan, ayah Lidya, sangat menjaga citra keluarganya. Sehingga diusia 25 tahun, merupakan usia wajib sudah menikah bagi wanita di keluarga Tan. Begitupun dengan Lydia, dia pun diharuskan menikah dengan laki-laki pilihan keluarganya apabila ingin mendapat jatah warisan keluarga. Sebagai anak satu-satunya di keluarga Hariyanto Tan, mau tidak mau mengikuti perintah ayahnya untuk menikah dengan Ardi, anak angkat dari William Wongso. Walaupun Ardi hanya anak angkat, tetapi William sangat sayang kepada Ardi, itu dikarenakan Ardi adalah anak dari adik perempuan Wiliam yang meninggal bersama suami dan anak bungsunya karena pesawat yang ditumpangi mengalami kecelakaan. Selain itu William yang juga ditinggal meninggal oleh istri dan anak perempuan semata wayangnya akibat tersapu tsunami saat liburan di Puket tahun 2004 membuat Ardi menjadi satu-satunya ahli waris William apabila dia meninggal. Namun Ardi yang dari luar terlihat sempurna sebagai seorang dokter yang baik dan penuh perhatian rupanya aslinya adalah seorang playboy kelas kakap dan egois. Setelah 2 tahun menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik jelita, sifat Ardi yang sebenarnya mulai muncul Apakah yang akan dilakukan Lydia? Apakah akan mempertahankan pernikahannya demi nama baik keluarga atau bercerai dengan Ardi?

Aprock410 · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
14 Chs

Melewati Hari Bersama Budi

Tidak sampai 15 menit aku sudah sampai ke butikku, itu dikarenakan aku melaju mobil bmw z4ku seperti orang kesetanan. Entah apa yang merasukiku, aku yang seumur hidupku tidak pernah mengendarai mobil lebih dari 70km/jam,tapi sekarang di jalanan kota Jogja yang masi banyak diisi sepeda onthel dan becak, aku malah memacu mobilku sampai 100km/jam. Bahkan beberapa kali lampu merah aku terobos hanya supaya aku bisa segera sampai ke butikku untuk bertemu mas Budi.

Aku merapihkan baju, rambut dan menambahkan lipstick warna natural kesukaanku sebelum aku turun dari mobil. Setelah itu aku segera berlari kecil menuju lantai dua butikku. Disana aku melihat Budi dengan posisi membelakangiku sedang berbincang-bincang santai dengan Pudjie, seketarisku. Terlihat sekali muka Pudjie menunjukan antusias mendengar Budi bicara dengan badannya mencondong ke Budi, sering tersenyum-senyum sendiri, tangan kanannya sering memegang tangan kiri Budi yang tetap memegang gelas berisi kopi yang dihidangkan Pudjie serta, tangan kiri Pudjie sering memilin-milin memainkan rambutnya.

Entah apa yang merasukiku, mukaku langsung cemberut dan aku merasa sangat marah ke Pudjie padahal aku bukan siapa-siapa dari Budi. Melihat aku datang dengan aura menyeramkan, Pudjie yang duduk didepan Budi dan menghadap ke arah kedatanganku, lansung berdiri dan agak gugup berkata " Se..sela..mat Si.. Siang.. Bu Lyd.. Dhia" ujarnya terbata-bata.

Melihat Pudjie berdiri, Budi langsung menengoh ke arah belakang, dan setelah melihatku senyum dibibirnya langsung mengembang maksimal.

"Halo Cantik.. Lama sekali kamu datang.. Aku hampir mati kebosanan menunggumu lho" ujar Budi menyapaku.

Mendengar Budi bilang bosan karena menungguku, rasa marahku langsung hilang dan berganti rasa tenang dan tentram seakan merasa bahwa perasaan ada bahaya yang mengancam telah hilang begitu saja, yang aku tidak tahu perasaan apa itu serta senyuman langsung mengembang dimukaku.

Pudjie langsung izin pergi untuk menyiapkan minuman untukku dan membiarkan aku berdua dengan Budi. Budi segera mengeluarkan kertas-kertas bergambar sketsa-sketsa baju dengan motif batik yang sudah dibuatnya serta mengeluarkan laptop dan menyalakannya setelah aku duduk. Aku melihat semua rancangan desain motif batik baik yang dikertas maupun di laptopnya dengan sangat takjub karena tidak ada satupun yang tidak bagus.

Melihat semua mahakarya Budi, yang ada aku menjadi bingung mana yang akan aku pilih untuk aku jadikan desain motif batik yang aku jual. Aku berkali-kali membolak balikan kertas sketsa berusaha keras memilih mana yang terbaik dari yang terbaik. Akan tetapi karena semuanya sama menariknya, yang ada aku malah makin dilema bingung menjatuhkan pilihan.

Melihat tingkat lakuku, Budi tersenyum, lalu membantuku memilihkan desain motif batik yang akan aku pakai untuk baju batik kekinian yang akan aku bikin. "Bagaimana dengan ini? Ini adalah gambar ilustrasi Arjuna sedang memanah, gambar busur panah beraneka ragam bentuk ini menunjukan berbagai keajaiban panahnya" saran Budi kepadaku. Aku yang sudah tidak tahu lagi mau memilih yang mana pun langsung setuju dengan saran Budi.

"Kalau untuk dress perempuan yang mana Mas menurutmu?" tanyaku padanya meminta solusi akan kebingunganku dalam memilih

"Kalau yang ini bagaimana Ci? Ini adalah bunga teratai yang aku ibaratkan sebagai simbol nirwana yang dikelilingi ornamen seperti permata dan bintang serta bunga yang menggambarkan keagungan, keindahan dan kekayaan. dipadu dengan garis melengkung disekitanya yang menandakan seperti akar dan cabang pohon dunia" saran Budi kepadaku

"Baiklah aku setuju, aku suka idemu. Sekarang kita lanjut ke kontrak kerja dan negosiasi bisnis ya"

"Ok Ci.." jawab Budi sembari tersenyum.

Kami lalu membicarakan dengan detil setiap rencana perjanjian kerja kami berdua yang aku usulkan. Setelah seperempat jam akhirnya dan melakukan beberapa poin revisi terkait perjanjian kerja yang aku usulkan, akhirnya kami mencapai kata sepakat.

Setelah pembicaraan bisnis kita selesai, Budi melakukan solat dzuhur, dia mengajakku makan diluar, apalagi setelah tahu aku belum makan dari pagi, maka ia memaksa untuk mentraktirku walau sebenarnya secara ekonomi aku jauh lebih mapan daripadanya, tapi itu tidak menurunkan niatnya untuk mentraktirku. Kami sepakat untuk makan di restoran jejamuran di daerah Pandowoharjo. Disana selain kami menikmati semua makanan yang dibuat dari bahan dasar jamur, kami banyak berbincang-bincang tentang banyak hal dan banyak tema.

Entah kenapa waktu cepat sekali berlalu bila aku bersama Budi, tak terasa sudah adzan Magrib, seperti saat Adzan Ashar, Budi pamit pergi sebentar untuk melaksakan ibadah solat wajibnya. Walau hanya meninggalkan aku selama 10 menit untuk solag, namun aku merasa menunggu sangat lama seperti bertahun- tahun tanpa Budi, sehingga setiap dia muncul dari selesai menjalankan ibadahnya, aku selalu berkomentar dengan agak cemberut "Kamu lama banget si ninggalin aku sendirian" dan Budi hanya tersenyum sembari minta maaf berkali-kali kepadaku.

Saat sudah selesai menjalankan salat magrib, Budi mengajakku pergi meninggalkan tempat makan yang dari sekitar jam 15.30 kami sudah singgahi. Sebenarnya aku ingin mengantarkannya sampai ke rumahnya, namun dia terus menolak karena sudah malam dan takut aku ada apa- apa selama perjalanan pulang setelah mengantarnya. Akhirnya aku mengalah dan hanya mengantarnya sampai terminal Giwangan, dari sana aku melepasnya kepergiannya yang meneruskan perjalanan menuju kediamannya menggunakan kendaraan umum.

Sebelum dia pergi meninggalkanku, aku mengajak Budi untuk nonton bioskop besok hari, Budi menyetujuinya, dengan syarat yang diminta darinya adalah Budi yang membayar tiketnya. Mendengar syarat yang diajukan Budi, aku setuju- setuju saja, entah kenapa, bagiku yang terpenting adalah aku bisa meluangkan banyak waktu bersama Budi. Dan lucunya, ini adalah pertama kalinya aku mengajak laki- laki untuk melakukan aktivitas bersama seumur hidupku, biasanya aku lebih pasif dan tidak punya kemauan senekad ini. Aku baru pergi meninggalkan terminal Giwangan setelah bis yang ditumpangi Budi tidak terlihat oleh pandangan mataku.

‐-------

Selama Budi berada di Jogja, tiada hari yang tidak dilewati bersamaku, hari selasa aku nonton bioskop bersamanya, hari rabu aku mengajaknya ke candi Borobudur, hari kamis aku mengajaknya ke Kalibiru.

Di Kalibiru, kami berdua menikmati objek wisata barupa bentangan megah dan mempesona dari perbukitan Menoreh dengan pemandangan Waduk Sermo serta Samudera Hindia di kejauhan.

Selain itu, kami juga menikmati kegiatan berfoto di ketinggian pohon dengan latar Waduk Sermo yang sedang popular saat itu. Tidak lupa aku dan Budi melakukan kegiatan outbond seperti panjat tebing, merangkak di atas jaring-jaring tambang, meniti jembatan tali, berjalan di jembatan gantung, serta flying fox di Kalibiru. Sebenarnya aku paling anti melakukan kegiatan outbund seperti itu, tapi entah kenapa selama bersama Budi aku menjadi pribadi yang berbeda dari biasanya. Rasanya semua kegiatan baru, yang biasanya aku tidak tertarik atau minat sama sekali, namun sekarang selama kegiatan itu dilakukan bersama- sama Budi maka aku merasa sangat antusias