webnovel

Pernikahan Paksa Tanpa Cinta

Andini terpaksa menikahi laki-laki angkuh, untuk melunasi hutang-hutang Ayahnya. Gadis berusia 18 tahun itu, harus menerima takdirnya, menikah muda dengan seorang laki-laki angkuh demi melunasi hutang-hutang Ayahnya. Gilang dan Andini menikah, namun sikap laki-laki itu tidak pernah ramah sama sekali. Pernikahan hambar yang hanya bergelut dengan air mata, karena laki-laki yang dinikahi Andini adalah laki-laki dingin, angkuh dan tidak punya perasaan. Seperti apa Andini menghadapi suami angkuhnya itu? Apakah Andini bisa membuat Gilang jatuh cinta padanya? Lanjut baca yuk...

Rena_Karisma · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
14 Chs

Keinginanmu Adalah Perintah

Hari ini adalah hari libur kuliahku, setelah Gilang berangkat ke kantor aku memutuskan untuk memanjakan diri dalam kamar. Aku membaca komik, main ponsel bahkan sampai tidur beberapa kali.

Jam setengah 12 siang, tiba-tiba Gilang mengirimi SMS padaku. Dia memintaku untuk membawakan makanan ke kantornya. Dia ingin aku yang memasak makanan untuknya dan harus dikirim ke kantornya sebelum jam 12 siang.

Jeng... Jeng...

Permintaan konyol dimulai lagi! Pria itu benar-benar suka sekali mengerjaiku dengan hal diluar nalar. Dia hanya memberikan aku waktu setengah jam untuk memasak dan mengantarkan makanan itu ke kantornya.

Huh, pria model apa yang aku nikahi itu? Melakukan hal sesuka hatinya. Ancam ini, ancam itu, dia pikir aku wanita hebat yang bisa melakukan hal yang dia perintahkan sesuai keinginannya?

Aku benar-benar dibuat frustasi, aku menggoreng ayam dan nasi goreng untuk suamiku itu. Dengan sangat tergesa-gesa aku menyelesaikan semuanya dan meminta seorang supir untuk mengantarku ke kantor Gilang.

Ya ampun, aku bahkan lupa untuk berdandan rapi. Aku mengikat rambut digulung ke atas tak beraturan. Sementara bajuku hanya kaos dan celana jeans pendek. Aduh... Apa mungkin aku akan diterima masuk ke dalam kantornya nanti.

Mobil supir pribadi keluarga Gilang berhenti di sebuah kantor yang sangat besar. Aku melotot menatap ke arah kantor besar milik keluarga robot angkuh itu. Aku semakin tidak berani untuk masuk, dengan kantor besar dan yang saat ini ada di hadapanku.

"Nona, kenapa? Kau tidak mau masuk?" tanya supir pribadi Gilang.

"Pak, kau saja! Aku lupa mengganti bajuku tadi! Antarkan makanan ini pada Tuan muda, aku tunggu di sini saja!"

"Tapi Nona, Tuan memintamu yang mengantarkan masakan itu."

"Jika dia memarahimu, bilang saja aku yang menyuruhmu. Jika dia kekeh ingin bertemu denganku, minta dia menemuiku di sini. Sudah masuk, Pak! Lebih cepat masuk, lebih cepat kita kembali pulang!" ucapku sambil mendorong tubuh supir itu keluar dari mobil.

Supir itu membawa kotak makanan ditangannya. Sementara aku menatapnya dari kejauhan. Huh, akhirnya aku tidak garis masuk kedalam kantor besar itu.

Aku menyandarkan tubuhku di jok mobil, hanya ngga tiba-tiba...

"Keluar!" ucap Gilang sambil mengetuk kaca mobil dengan suara agak keras.

"Apa?" tanyaku sambil menatap tajam ke arah laki-laki itu.

"Kenapa kau tidak masuk ke dalam kantorku? Kenapa kau menyuruh supir untuk mengantarkan makanan yang ku minta? Ayo keluar dari mobil!" ucap Gilang sambil membuka pintu mobil dengan kasar.

"Ah, tidak! Aku tidak mau masuk! Apa kau sudah tidak waras? Lihat penampilanku saat ini? Aku buru-buru ke kantor sampai lupa untuk mengganti bajuku," ucapku dengan wajah rasa cemberut.

"Itu masalahmu!" ucapnya dengan wajah menyeramkan.

"Tapi ..."

"St ... Jangan banyak bicara!" ucap Gilang sambil menuntunku masuk ke dalam kantor dengan paksa.

Semua mata karyawan tertuju padaku. Mereka terlihat antusias melihat kedatanganku. Huh, alangkah malunya aku! Robot angkuh ini membawaku masuk ke dalam kantornya tanpa memikirkan penampilanku saat ini.

Gilang membawaku masuk ke dalam ruangannya yang berada dilantai delapan. Aku benar-benar takut menatap ekspresi wajah Gilang yang terlihat marah.

"Apa alasanmu tidak mau masuk ke dalam kantorku?" ucapnya dengan nada kesal.

"Aku sudah bilang, aku terburu-buru tadi hingga lupa untuk mengganti bajuku dan berdandan dengan layak."

"Apa kau malu jika harus berpenampilan seperti ini?"

"Tentu, aku malu! Kau adalah direktur utama perusahaan ini. Apa kata karyawanmu jika melihat penampilanku yang seperti seorang pelayan," ucapku tidak mau kalah.

"Apa yang ingin kau tunjukan pada mereka? Kau mau menunjukkan kalau kau cantik? Kau berkelas? Hingga karyawan laki-laki di kantorku jatuh cinta padamu? Andini, aku lebih suka kau seperti ini. Setidaknya dengan dirimu yang sederhana, tidak akan ada laki-laki yang menggodamu!" ucap Gilang.

"Apa? Hal konyol apalagi yang sedang kau bicarakan? Huh, aku tidak tahu harus bilang apa lagi padamu! Mana mungkin para karyawan laki-laki menyukaiku? Pikiranmu tidak masuk akal," ucapku sambil membuang pandangan.

"Heh, kau masih ingin berdebat denganku? Jika aku ingin kau seperti ini, kau harus seperti ini. Sudah cukup ada Dosen sok tampan itu. Aku tidak mau punya saingan yang lebih berat lagi," ucap Gilang sambil mengambil kotak makan siang yang aku bawakan tadi.

Gilang menuntunku duduk di sofa sambil membuka kotak bekal yang ku bawa. Saat membuka kotak makanan itu, aku benar-benar tidak bisa membaca reaksinya. Apa dia sedang marah, atau dia senang dengan makanan yang aku bawa.

"Maaf, aku hanya membuat itu! Karena kau memberikan waktu yang sangat singkat padaku," ucapku.

"Sengaja! Agar kau tidak harus berdandan cantik saat datang ke kantorku. Aku tidak suka ada laki-laki yang melirik dan menatap wajah istriku. Masalah masakan yang kau buat, aku akan makan apapun itu," ucap Gilang sambil menyuap nasi goreng yang ku buat.

Alangkah senangnya hatiku mendengar jawaban dari bibir Gilang. Walau dia menyebalkan tapi aku suka. Ah, ada apa denganku? Ayolah Andini, jangan mulai lagi berharap pada robot angkuh itu.

"Kenapa melamun? Apa yang kau lamunkan?" tanya Gilang menatap tajam ke arahku.

"Aku? Kenapa dengan aku? Aku tidak apa-apa! Aku juga tidak melamun!" ucapku berbohong.

"Lalu, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Gilang mendekatkan wajahnya ke arah wajahku.

"Ah, bisa kau mundur sedikit? Wajahmu terlalu dekat dengan wajahku!" ucapku pada Gilang.

"Apa? Terlalu dekat ya? Kalau seperti ini? Atau seperti ini?" tanya Gilang mendekatkan wajahnya ke arah wajahku semakin dekat.

"Kau mau apa?" ucapku pelan.

"Mau apa lagi? Apa kau sebodoh itu hingga tidak tahu keinginanku?" tanya Gilang dengan senyum terkekeh.

Bibir Gilang mendekat ke arah bibirku, hingga bibirku digigit paksa olehnya. Tidak tahu malu! Melakukan hal seperti itu di kantornya sendiri.

Saat ciuman itu semakin memanas, tiba-tiba suara dering telepon membuat kami terkejut. Gilang spontan menghentikan aksinya di bibirku dan beralih untuk mengangkat telepon yang ada di meja kerjanya.

"Iya, halo..." ucap Gilang menjawab telepon itu.