Permaisuri Tercinta episode 5: Pedang Pelangi
"Bukankah mereka ini sedarah? Satu Ayah beda Ibu, mana mungkin Pangeran Mahkota bersedia menjalin pernikahan sedarah? Lagipula itu juga tidak diizinkan di kerajaan ini," batin Ezra heran. Ia melirik sahabatnya, sang sahabat terlihat sangat tenang seakan tidak terganggu sama sekali dengan peringatan dari Putri Ne Shu.
"Psst ...psst..." Ezra berusaha mencari perhatian sang sahabat dengan insyarat.
Arsy menoleh ke samping dengan alis berkerut dan tatapan mata penuh tanda tanya.
"Kamu merasa tidak , kalau Putri Ne Shu ini terlalu narsis? Pangeran Mahkota adalah saudaranya sendiri, tapi dengan tidak tahu malu malah ingin menjadi Istrinya?" bisik Ezra.
Arsy kembali menundukkan kepala khawatir kalau ketahuan oleh Ne Shu kalau mereka sedang ghibah, bukan hanya dirinya yang akan terkena masalah tapi juga keluarganya.
Ezra sangat sebal karena tidak ditanggapi oleh Arsy, ia pun kembali menundukkan kepala. Tak jauh dari mereka terlihat Zein Zulkarnain bersama Mahesa Jenar berjalan ke arah mereka.
Ne Shu tersenyum dengan jantung berdebar menyapa kehadiran sang Pangeran pujaan hatinya karena mengira sang Pangeran sengaja menemuinya.
"Kak Zein," sapanya manja.
Zein mengalihkan perhatiannya pada Ne Shu, langkah kakinya tetap tenang dan berhenti beberapa langkah di depan gadis tersebut.
"Salam, Yang Mulia." Para pelayan langsung menunduk sambil memberi salam penghormatan.
Ne Shu berjalan beberapa langkah mendekati Zein, ia menggerakkan tangan meraih lengan Zein dan memeluknya manja sambil berkata,"Kak Zein, aku sangat senang bisa bertemu denganmu. Aku sangat rindu pada Kakak, aku lihat sekarang Kakak semakin rupawan."
"Ne Shu, kamu sudah besar harus pandai menjaga sikap," balas Zein sambil menyingkirkan tangan sang Adik.
Ezra menahan tawa melihat penolakan yang diterima oleh Ne Shu."Kasihan sekali Putri Ne Shu, Pangeran Mahkota bahkan sudah menolaknya," bisiknya.
"Ezra, kamu jangan bicara sembarangan. Kalau Putri dengar, kau bisa mendapatkan hukuman cambuk dari selir kerajaan," balas Arsy. Iris kecolkatan itu menaikkan sedikit pandanganya mengintip ekspresi dari putri Selir Sekar Wangi.
Ezra langsung menutup mulutnya rapat, apa yang dikatakan sahabatnya itu memang benar jangan sampai hanya karena masalah sepele bisa jadi sepuluh hanya karena mereka adalah seorang pelayan tingkat rendah.
Tak lama kemudian, Afzam datang bersama Jiao Hua, kedua Pangeran tersebut berjalan menghampiri Zein dan Ne Shu.
"Salam, Kakak pertama," sapa Afzam sambil sedikit menundukkan kepala sebagai tanda hormat terhadap Pangeran Mahkota.
"Aku pikir Yang Mulia Putra Mahkota tidak akan hadir dalam acara ini," kata Jiou Hua sengaja menyindir Zein.
"Kakak ke 7 kenapa bicara seperti itu? Acara ini diadakan untuk menyambut kembalinya Kakak pertama, tentu saja Kakak pertama akan hadir," sahut Afzam yang tidak mengerti tentang kondisi Kesehatan Zein, ia memandang Pangeran ke 7 heran.
"Kau benar, mana mungkin seorang kesatria hebat bisa tidak hadir dalam acara ini. Ayah telah mengundang 7 perguruan hebat yang ada di seluruh negeri, mereka akan bertanding untuk mendapatkan pusaka Pelangi." Jiao Hua memutar tubuhnya lalu berjalan memutari tubuh Zein, setelah itu berhenti di belakang Zein dengan posisi memunggungi pria tersebut meski begitu ia masih sempat melirik sang Pangeran Mahkota menggunakan ekor matanya hanya untuk melihat raut wajah saudaranya tersebut.
"Pedang Pelangi memiliki Panjang 100 cm, memiliki kekuatan yang sangat hebat. Selain itu ..." Jiao Hua tersenyum sinis.
"Aku juga dengar kalau pedang itu mampu membunuh dan melindungi orang, dengan sekali tebas 1000 nyawa jin dan manusia akan melayang. Sungguh pedang yang sangat luar biasa," lanjutnya.
"Aku yakin Kakak pertama pasti mampu mendapatkan pedang itu, Kakak pertama adalah orang yang sangat hebat. Dia pasti mampu mengalahkan lawannya," sahut Afzam penuh keyakinan.
"Iya, aku yakin kalau Kak Zein mampu mendapatkan pedang itu," timpal Ne Shu sambil mendekatkan tubuhnya pada sang Pangeran Mahkota.
Jiou Hua mengepalkan tangan menahan amarah mendengar ke dua adiknya, mereka selalu saja mendukung Zein bukan mendukung dirinya sebagai saudara kandung satu ayah dan satu ibu dirinya merasa sangat dikhianati.
Pangeran ke 7 kembali memutar tubuhnya ke arah ke dua adiknya tersebut, ia menatap sang adik tajam kemudian berkata,"Afzan, Ne Shu! Bukankah kalian harus mendukungku? Kenapa kalian justru mendukung Pangeran Mahkota?!" bentakan marah dan kesal itu membuat Afzam dan Ne Shu berjengit.
"Pedang Pelangi adalah pedang yang sangat hebat, pedang adalah lambang penjagaan atau perisai, sedangkan Pelangi sedniri di lambangkan sebagai 7 warna kehidupan," celetuk Arsy angkat bicara karena merasa jengkel dengan Jiou Hua yang terus bersikap angkuh dan sok berkuasa.
Zein Zulkarnain mengalihkan perhatiannya pada pelayan cantik tersebut, iris kecoklatan bertemu dengan iris safir saling berpandangan dan bertatapan. Zein tersenyu tipis membuat jantung pelayan cantik tersebut berdebaran lebih kencang dari biasanya.
Ne Shu menatap sinis pelayan milik Ibunya tersebut, ia pasti akan melaporkan perbuatan pelayan tersebut pada sang Ibu dan akan membuat pelayan itu dihukum.
Afzam menatap Arsy kagum , kecantikan dan keberanian gadis itu membuat hati yang beku tanpa cinta kini mulai mencair akan cinta seakan menemukan sinar harapan.
"Lancang! Ne Shu, apakah kau tidak bisa mendidik pelayanmu dengan benar?! Dia telah berani menyela pembicaraan seorang Pangeran," bentak Jiou Hua sambil menatap bengis Arsy.
Ne Shu panik ia langsung berlutut di hadapan Jiou Hua dengan kepala tertunduk dan berkata,"Ampun, Kakak ke 7. Biar nanti aku akan melaporkan pada Ibu, aku yakin Ibu akan menghukumnya dengan berat." Putri cantik itu gemetar ketakutan, kebiasaan Jiao Hua saat menghukum pelayan adalah mengikut sertakan majikan.
Tanpa mengatakan apapun, Zein mendekati Ne Shu lalu membantunya berdir dan berkata,"Bangunlah."
Perlahan Ne Shu bangkit dari posisinya dan berdiri merapat para Zein, setelah itu Zein mengalihkan perhatiannya pada Arsy kemudian bertanya,"Nona, siapa namamu?"
Bruk ...
Arsy segera berlutut di hadapan Zein takut kalau pria itu marah karena dirinya telah berani menyela pembicaraan para anggota kerajaan dan menjawab,"Ampun, Yang Mulia Pangeran Mahkota. Saya Arsy." Gadis itu menundukkan kepala tanpa berani mengangkat pandangannya.
"Berdirilah, aku hanya bertanya padamu. Kau langsung berlutut," kata Zein heran dengan peraturan di istana Bintang Tenggara.
"Terimakasih, Yang Mulia." Perlahan Arsy bangkit dari posisinya tapi belum beranjak dari tempatnya berdiri, kepalanya tertunduk namun iris kecolkatan it uterus menatap tubuh sang Pangeran Mahkota yang dilapisi oleh kain sutra mewah.
"Lanjutkan perkataan mu tentang pedang Pelangi tadi," pinta Zein.
"Ta-tapi, Yang Mulia." Arsy semakin menundukkan kepala tidak berani melakukannya takut Jiou Hua akan murka dan menghukumnya.
"Pelayan cantik, kamu jangan takut. Kak Zein telah memberikan mu izin, kau tidak akan mendapatkan masalah," sahut Afzam meyakinkan Arsy.
Jiou Hua masih menatap sengit gadis itu seakan ingin mengatakan kalau sang gadis berani berkata maka dirinya akan langsung memberikan hukuman gantung.