webnovel

Tuan Penculik!!

Merasa kalau kepalanya dipukuli sesuatu, Aria akhirnya membuka matanya dan mendapati sinar matahari sudah ada tinggi di atas kepalanya. Mungkin itu juga sebabnya ada burung yang mematuki rambutnya sekarang... "Eh…? EH?!"

Menyadari kalau dia ada di tempat yang tidak dia kenal, dengan panik Aria langsung melihat sekitar dan mendapati kalau dia dikelilingi oleh kayu di mana-mana. Dari kotak-kotak kayu yang isinya macam-macam sampai ke tiang dan seluruh lantai yang ada di situ.

"Ini… Kapal?" Gumamnya yang kemudian langsung buru-buru berdiri untuk memeriksa ke pinggir kapal. Dan seperti yang sudah ditakutinya, ternyata kapal itu memang sudah berlayar di tengah laut.

"Oh? Kau sudah bangun?" Celetuk seseorang tiba-tiba, yang ternyata merupakan seorang pria tua dengan jenggot tebal. "Hei, tuan, temanmu sudah bangun!" Panggilnya kemudian.

Tapi karena Aria tidak mengenali pria itu, dia cuma bisa mundur-mundur ketakutan. Apalagi kalau melihat belati yang menggantung di pinggangnya, kecurigaannya bahwa dia diculik oleh bajak laut jadi semakin jelas. Makanya tanpa sempat berpikir panjang, Aria sudah akan melompati pagar kapal…

Meski untungnya sebelum dia benar-benar lompat ke laut, dia akhirnya mendengar suara yang lebih familiar. "Tolong jangan lompat dulu." Katanya.

"Ka-Kau…!" Melihat wajah Rei, untuk sesaat niat melompatnya jadi mereda. Meski tentu saja perasaan paniknya langsung kembali dan dia memutuskan untuk tetap menempel di pinggir kapal. "Anda… Kau! Menculikku??" Tanyanya tidak percaya.

Walaupun bukannya menjawab pertanyaan Aria, Rei malah kelihatan memindai tubuh Aria dari atas ke bawah. "Kelihatannya kau betulan baik-baik saja. Padahal tadi wajahmu pucat. Sepertinya kau memang--"

"Kembalikan Aku ke kota, kau tuan penculik! Pu-Putar kapalnya kembali!" Pintanya pada pria berjanggut itu juga, meski orangnya cuma diam kebingungan.

"Saat kita berangkat, mataharinya ada di situ, kau tahu. Sedangkan sekarang, di situ." Balas Rei kemudian sambil menunjuk ke langit. "Kalau kau punya cukup tenaga untuk kembali sendiri, Aku mungkin mau lihat."

Terdiam, Aria cuma bisa melipat bibirnya sambil menahan rasa paniknya. "Aku tidak percaya kau malah langsung menculikku. Kau kan bilang akan menunggu sampai senin!" Protesnya.

"Yaa, karena kejadian semalam, sepertinya Aku harus kembali lebih cepat." Balas Rei. "Tapi yang menculikmu bukan Aku, tahu. Tapi teman-temanmu sendiri yang membawamu padaku."

Tidak percaya dengan apa yang didengarnya, Aria membeku sesaat. "...Apa?"

"Nih, surat dari mereka."

===================================

Beberapa jam sebelumnya…

Karena berencana naik kapal yang paling pagi, Rei sudah datang ke pelabuhan saat matahari baru saja terbit. Tapi karena kapal pesiar yang pergi ke ibukota hanya datang saat akhir pekan, Rei akhirnya terpaksa menumpang ke salah satu kapal milik pedagang yang ada di situ. Yang payahnya merupakan salah satu kapal paling jelek di situ.

Pria berjenggot itu kelihatannya tahu kalau Rei tidak punya pilihan lain selain naik kapalnya. Soalnya walaupun ada beberapa kapal lain di situ, yang berencana kembali ke ibukota pagi itu hanya kapalnya saja. Makanya setelah memastikan kalau dia merupakan seorang bangsawan, pria itu pun sengaja meminta harga tinggi.

Rei sendiri kelihatan membalas pandangannya dengan tajam seakan ingin protes. Tapi entah karena malas atau apa, dia ternyata langsung menyetujuinya. "Setengahnya akan kuberikan kalau kita sudah sampai." Katanya sambil memberikan kantung kecil yang gemericik.

"Aye! Kalau begitu mau berangkat sekarang?" Tanya pria itu.

"...Tunggu sebentar lagi. Aku masih menunggu seseorang."

"Kau yakin dia akan datang?" Timpal Hiki kemudian. "Belum terlambat kalau kau ingin menculiknya? Aku bisa panggil pengawalku."

"...Akan kupikirkan kalau kesabaranku habis." Balas Rei. Tapi seperti yang dia khawatirkan, batang hidung perempuan yang dia tunggu-tunggu tetap saja tidak muncul meski matahari sudah mulai tinggi.

Tapi tepat saat dia sudah akan bilang pada Hiki untuk mengirim orang ke sana, segerombolan orang malah kelihatan berlari ke arah mereka. "Tunggu! Jangan berangkat dulu!" Teriak mereka.

Bahkan Rei dan Hiki saja sampai tidak percaya dengan pemandangan yang mereka lihat, di mana Aran dan yang lain kelihatan sedang menggendong Aria yang masih pingsan.

Meski sebelum Rei bisa menanyakan apapun tentang itu, Leyna malah langsung menjelaskannya duluan. "Kau harus bawa Aria juga." Katanya. "Aria mungkin tidak mau mengakuinya, tapi sebenarnya dia juga ingin pergi ke ibukota. Dia punya keluarga di sana, mungkin."

"...Baiklah. Kalau begitu cepat naikkan dia ke kapal sebelum orangnya bangun."

"Oi, tunggu dulu!" Sela si tuan kapal yang tiba-tiba melebarkan tangannya untuk menghalangi. "Kalau kau menculik seorang gadis, cari kapal lain sana! Begini-begini Aku juga punya anak perempuan tahu." Gerutunya sambil kembali melemparkan kantung uang tadi.

"Eh, ah, dia…" Tidak tahu harus membalas bagaimana, Rei dan semua orang yang ada di situ cuma bisa diam. Karena dilihat dari manapun, mereka memang kelihatan sedang menculik Aria.

"Dia adikku!" Teriak Rei akhirnya.

Memasang pandangan curiga, pria tua itu malah menyilangkan tangannya. "Kalian tidak mirip sama sekali."

"Dia anak selingkuhan ayahku."

Pria itu masih terdiam tidak kelihatan percaya, tapi tiba-tiba saja seorang anak perempuan berambut merah yang ada di kapal lusuh itu teriak. "Ayah, dia masih berbohong." Katanya.

"Hmph, kalau Feny bilang begitu berarti begitu."

"Ah, tunggu!" Leyna akhirnya harus turun tangan. "Di-Dia temanku, namanya Aria. Dia habis diserang kucing gila semalam, jadinya dia masih sakit. Tapi dia perlu ke ibukota untuk mencari keluarganya. Dan, sialnya cuma laki-laki itu yang bisa membawanya, jadi…"

Cerita yang panjang dan rinci seperti itu tentu saja bikin orang ragu untuk tidak percaya. Tapi pria tua itu tetap menoleh ke anak perempuannya dulu untuk memastikan, dan dia mengangguk walau dengan pandangan kaget juga.

"...Ceritanya betulan?"