webnovel

Tapi Aku Ingin Ditolong...

Karena Helen masih seorang bangsawan, Aria sebenarnya berpikir kalau dia pasti ingin tidur di satu kamar sendirian. Tapi saat akan ditinggal, ternyata anaknya malah menarik rok Aria dengan wajah yang seperti ingin menangis. Dia ternyata tidak mau tidur sendiri.

Aria langsung jongkok di depannya untuk bilang kalau dia akan menemaninya, tapi ternyata Feny malah sudah masuk ke kamar itu duluan. "Wah, yang ini kamarnya bagus! Kak Aria Aku mau tidur di sini saja ya." Katanya sambil langsung melempar tubuhnya ke kasur.

"Woi, lepas sepatu jelekmu dulu kalau ke kasur, gimana sih?!" Omel Helen.

Aria tersenyum sejenak melihat itu, tapi akhirnya dia tetap menggandeng tangan Helen. "Ayo, kutemani ganti gaun tidurnya." Katanya.

Aria menemani mereka untuk beberapa lama. Tapi setelah lelah bertengkar terus, kedua anak itu akhirnya tertidur sendiri. Dan sebelum Aria mulai ingin menangis sendiri karena dia jadi teringat dengan adik-adiknya lagi, dia langsung buru-buru merapikan selimut mereka dan pergi keluar kamar.

Tapi saat dia berbelok untuk kembali ke kamar satunya lagi, Aria malah melihat sudah ada orang lain yang keluar dari sana.

"Oh, di sana kau rupanya." Celetuk orang itu santai. Aria hampir kabur ketakutan karena mengira itu maling, tapi ternyata itu adalah Oliver. "Aku sudah mencarimu daritadi, kau tahu. Kau ke mana saja?" Tanyanya lagi.

Masih tidak menurunkan kewaspadaannya, Aria cuma diam. Jadi laki-laki itu buru-buru menambahkan. "Ah, tadi pintu kamarmu sedikit melipir, jadi Aku hanya memeriksanya." Jelasnya. "Aku sumpah bukannya sedang menerobos masuk atau semacamnya!"

"...Itu, anda perlu sesuatu dengan saya?" Tanya Aria akhirnya.

"Ah, itu, kau ingat Aku sempat bilang kalau Aku punya insomnia? Sebenarnya Aku belum benar-benar tidur seminggu ini, jadi kepalaku mulai sakit lagi. Dan kuharap kau punya obatnya. Yah, kalau tidak terlalu merepotkan."

Aria terdiam sejenak, tapi kemudian dia mengangguk. "Kalau begitu anda bisa tunggu saya di ruang tengah dulu. Nanti saya bawakan obatnya." Katanya yang kemudian langsung melangkah masuk ke kamarnya. Sejujurnya Aria masih khawatir kalau laki-laki itu akan tiba-tiba menerobos masuk, tapi untungnya tidak.

"..." Aria memperhatikan kamarnya dengan gelisah, tapi harusnya tidak ada barang-barang penting di kamarnya kan? Karena rencananya hanya untuk mengurus wabah, selain baju, Aria cuma bawa obat-obatan saja.

Dan setelah diperiksa, kedua emblem emasnya juga masih ada, jadi sepertinya tidak ada yang harus dia khawatirkan.

"Yah, mungkin dia berkata jujur." Gumam Aria yang tidak mau terus-terusan merasa tidak enak karena mencurigai orang.

Jadi setelah geleng-geleng sendiri, dia pun mulai mencari obat-obat yang dia perlukan dan kembali keluar. Dia sempat ragu saat melihat sosok Oliver yang sudah menunggunya di ruang tengah, tapi akhirnya dia tetap berjalan ke sana.

"Kalau boleh saya tahu, sudah berapa lama anda mengalami insomnia?" Tanya Aria langsung. "Apa baru seminggu ini atau lebih lama lagi? Apa anda biasa minum obat lain atau semacamnya?"

"Mm…" Oliver awalnya hanya diam sambil menikmati pemandangan Aria yang sudah sibuk mengeluarkan ini-itu dari tas obatnya.

Baru saat Aria menoleh padanya lagi dia baru menyahut. "Yah, memang sudah agak lama. Tapi selain teh yang suka dibuatkan pelayan, Aku tidak pernah minum obat apa-apa."

"Bahkan saat kepala anda sakit?" Tanya Aria, tapi Oliver lagi-lagi hanya mengulum senyumnya.

Jadi dengan informasi yang sedikit itu, Aria pun mulai mencari obat-obat yang bisa dia berikan. Sebaiknya dia cepat-cepat sebelum laki-laki itu mulai bertanya sesuatu lagi--

"Tapi omong-omong, kau bertemu dengan Rei di mana?" Dan sayangnya Oliver sudah keburu bertanya lagi. "Apa dia sempat terluka atau semacamnya?"

"...Mm, saya tidak yakin bagaimana menceritakannya. Jadi sebaiknya anda tanya saja langsung pada tuan Rei besok."

"Tapi kelihatannya dia sudah tidak apa-apa kan? Lalu kenapa dia masih memerlukanmu? Untuk jaga-jaga? Jaga-jaga apa?" Tanyanya lagi.

Tapi karena Aria mulai terlihat mengabaikannya, Oliver jadi mulai terkekeh. "Haha. Kenapa? Apa Rei juga melarangmu untuk menjawab semua itu?"

"A-Anda bisa mengunyah ini dulu." Aria akhirnya hanya memberikan Oliver beberapa lembar daun mint. "Selagi anda mengunyahnya, saya akan ambil air panas dulu untuk menyeduh--"

Tapi Oliver tiba-tiba saja berdiri dan menarik tangan Aria. "Hei, Rei membayarmu berapa?" Tanyanya kemudian. "Aku akan membayarmu 3 kali lipat. Jadi bagaimana kalau kau bekerja saja untukku?"

Aria ingin saja mundur untuk menjauh, tapi Oliver sama sekali tidak mengendurkan genggamannya. "Aku melakukan ini karena kau terlihat seperti orang baik. Tapi Rei selalu merencanakan hal yang buruk, kau tahu." Lanjut Oliver lagi.

"Alasan dia ke sini juga pasti begitu. Dan kalau dia berniat melibatkanmu, Aku jamin kau akan menyesalinya."

"T-Tuan Oliver, tolong lepas dulu--"

"Tapi tidak apa." Sela Oliver yang ternyata langsung melepaskan tangan Aria. Hap! Dan begitu saja dia langsung melahap daun mint tadi dari tangan Aria.

"Kau bisa memikirkannya dulu. Datang saja ke kamarku kapanpun kau mau." Katanya dan dia pun pergi meninggalkan Aria begitu saja.

Membeku di tempatnya, Aria awalnya cuma diam dengan perasaan campur aduk di situ. Tapi setelah beberapa saat, dia akhirnya melirik tajam ke arah tangga yang menuju ke lantai 2, di mana Rei kelihatan masih berdiri di sana.

Aria sudah melihatnya sejak tadi. Tapi meski Oliver melakukan dan mengatakan itu semua, Aria merasa lumayan sakit hati melihat Rei sama sekali tidak berniat untuk menolongnya, bahkan sampai sekarang.

Makanya sembari buru-buru merapikan tas obatnya, Aria sama sekali tidak mau mengangkat kepalanya saat dia harus naik tangga dan melewati sosok Rei dan memutuskan untuk langsung kembali saja ke kamarnya.

"Omong-omong besok pagi Aku akan pergi sampai siang." Kata Rei tiba-tiba yang sesaat memaksa Aria menghentikan langkahnya. "Jadi hati-hati selama Aku pergi." Lanjutnya.

Tapi meski Aria sudah menoleh, dia masih terdiam dengan wajah kecut. "Apa? Kau ingin Aku berterima kasih karena kau tidak mengatakan apa-apa padanya? Baiklah, terima kasih."

"...Tapi tadi Aku juga ingin ditolong." Balas Aria yang entah kenapa malah hanya menghela napas pelan.

Tadinya dia memang kesal. Tapi melihat Rei memasang wajah datar begitu, dia seperti diingatkan kalau orangnya memang seperti itu. Mungkin di matanya dia hanya merasa kalau tadi bukan keadaan genting…

"Kau kelihatan bisa mengatasinya tadi, jadinya kubiarkan." Jawabnya.

Saking benar dugaannya, Aria jadi mendesah pelan lagi.

"Yah, pokoknya jangan melakukan yang aneh-aneh saat Aku pergi besok. Dan jaga bocah-bocah itu dengan baik."