webnovel

Rumah Si Bangsawan (2)

Normalnya, tentu saja seorang perempuan tidak boleh menurut begitu saja pada ajakan laki-laki yang tidak dikenalnya. Tapi karena Aria memang punya keperluan, dia juga tidak bisa langsung menolak.

"Cepat lari ke sini kalau dia melakukan apa-apa!" Bisik tuan Isak pelan saat Aria berjalan melewatinya dan Aria hanya mengangguk pelan. Dan dia pun akhirnya mengikuti laki-laki itu.

Saat memasuki mansion, Aria mulai berusaha melihat sekitar sambil berpikir dimana kira-kira Leyna dan Mika. Walaupun kalau mereka memang dikurung, sepertinya tidak mungkin ada di rumah utama.

Lupa bersikap waspada pada laki-laki di depannya, Aria sampai tidak sadar kemana laki-laki itu membawanya. Yang dia tahu, sekarang dirinya sudah berada di halaman belakang tempat para prajurit tadi menjalani latihan dadakan mereka.

"Nah, duduk sini." Kata laki-laki itu sambil menepuk tempat duduk di sampingnya. "Kau tahu, Rei menyuruhku untuk melihat latihannya. Tapi kalau sendiri kan bosan, jadi setidaknya temani Aku." Katanya santai. "Cepat sini."

Menahan perasaannya, Aria pun akhirnya duduk. Awalnya dia duduk agak jauh, tapi kemudian laki-laki itu kembali mendekatinya bahkan mulai merangkulnya. Aria tidak pernah benar-benar diganggu laki-laki karena Mika dan Aran selalu bersamanya, tapi hari ini dia sadar kalau diganggu laki-laki tidak dikenal rasanya lumayan menakutkan.

Walaupun masih tidak semenakutkan kalau membayangkan ada hal buruk yang menimpa teman-temannya.

Jadi sekalian saja Aria memupuk rasa takutnya lebih banyak. "P-Prajurit tadi bilang kalau katanya semalam di sini ada pencuri ya? Makanya mereka jadi latihan begini."

"Iya, ya ampun! Aku sih tidak masalah mereka mau mencuri apa. Tapi kalau ayah dan ibuku tahu ada barang yang hilang saat mereka pulang nanti, mereka justru yang akan membunuhku." Jawab laki-laki itu santai.

"Tapi di kantor kepala desa tidak ada laporan apa-apa."

"Ah, itu, ya kau tahulah--Ah, atau mungkin orang sepertimu tidak paham? Tapi yang namanya penjahat itu perlu dihancurkan sampai tuntas, kau tahu. Jadi mereka perlu diinterogasi dulu. Apalagi belakangan ini Rei sangat sensitif." Jelasnya sambil menunjuk salah satu laki-laki yang masih latihan di halaman. Laki-laki yang sebelumnya dia lihat dari pagar.

Dan mungkin sadar kalau sedang ditunjuk, laki-laki itu kemudian ke arah mereka. Baru setelah mengerutkan wajahnya tidak senang, diapun terlihat melemparkan pedangnya pada prajurit lain dan mulai berjalan mendekati tempat mereka duduk.

Walaupun tingginya mirip dengan laki-laki di sampingnya, laki-laki ini jelas kelihatan lebih berotot. Meskipun kulit wajahnya masih termasuk putih untuk ukuran orang yang kelihatannya suka latihan. Tapi yang paling menonjol adalah tatapan matanya yang tajam dan... aura sihirnya yang sangat mengintimidasi.

Bahkan Aria yang tidak sensitif terhadap aura sihir saja bisa merasakannya. 'Apa dia penyihir yang Aran ceritakan...?'

"Apa yang sedang kau lakukan? Dia siapa? Setelah kejadian semalam kau masih sempat bawa perempuan tidak jelas kemari?" Keluhnya beruntun.

"Dia hanya pengantar paket. Tuh, paketmu yang segunung sudah datang." Balas laki-laki itu, yang kemudian berhasil membuat perhatian temannya teralih.

Mengabaikan Aria, sekarang laki-laki dengan aura sihir mencekat itupun pergi untuk memeriksa barang-barang pesanannya. Tadinya berkat itu, laki-laki sebelumnya sudah akan kembali mendekati Aria. Tapi ternyata temannya malah memanggilnya lagi. "Kau harus bantu Aku juga."

Laki-laki itu berwajah kecut, tapi ternyata dia tidak membantah dan akhirnya malah mengikuti temannya. "Kau tunggu sini saja." Katanya dan dia pun meninggalkan Aria.

Aria terdiam... Agak bingung dengan keberuntungan situasinya yang ditinggal sendiri. Tapi sebelum dia memikirkannya terlalu lama, dia pun mulai kabur ke arah samping mansion seperti maling.

Awalnya Aria tidak yakin harus periksa ke arah mana. Tapi karena dia melihat ada pelayan yang berkeliaran di beberapa tempat, dia pun spontan selalu lari ke arah lain yang kelihatan lebih sepi. Sampai akhirnya setelah beberapa saat seperti itu terus, dia pun berdiri di depan sebuah mansion lain. Yang kalau dilihat dari banyaknya rak buku di dalam, sepertinya bangunan itu adalah perpustakaan atau semacamnya.

Aria sedikit khawatir di dalam ada orang karena buku-bukunya terlihat berantakan di salah satu meja, tapi kelihatannya di situ memang tidak ada siapa-siapa. Makanya saat dia melihat ada pegawai yang berkeliaran lagi, dia pun terpaksa masuk ke dalam.

Detik demi detik Aria jadi merasa semakin takut dan mulai merasa kalau seseorang pasti akan segera menangkapnya. Tapi entah bagaimana dia bisa menguatkan dirinya, dia pun kembali lari menyebrangi seluruh rak buku yang ada di situ untuk mencari pintu belakangnya.

Aria sempat berhenti saat dia sampai di meja yang ada banyak tumpukan bukunya. Tapi seketika langsung merasa takut lagi karena tumpukan buku itu sepertinya milik seseorang yang memang sedang menggunakan perpustakaan ini. Jadi sebelum orangnya kembali, dia harus buru-buru kabur keluar.

Tapi bahkan setelah itu Aria terus saja berkeliaran tidak jelas di pekarangan Malven. Padahal dia tahu kalau dia bukan orang yang pandai dengan arah, tapi perasaan paniknya hari ini membuatnya benar-benar tidak tahu di mana posisinya sendiri.

"...Aria?" Tapi tiba-tiba saja Aria menangkap ada suara samar yang menyebut namanya.

Dia memutar-mutar kepalanya untuk melihat sekitar dan mencari-cari suara itu. Tapi karena tidak ketemu juga, Aria akhirnya memutuskan untuk kembali ke mansion yang sebelumnya dia lewati. Di tempat itu kelihatannya ada banyak pegawai yang berkeliaran, tapi dia harus memeriksanya kali ini.

Tapi begitu dia akan berbelok ke pintu belakang, Aria malah berpapasan dengan seseorang. Laki-laki tadi, yang punya aura sihir mengerikan itu.

Aria sendiri langsung jantungan, tapi ternyata laki-laki itu sama sekali tidak kelihatan kaget dan hanya mengerutkan alisnya. "Menyebalkan..." Celetuknya langsung. "Paman itu bahkan sampai mengancam akan membawa seluruh penduduk desa kemari kalau sampai ada yang terjadi apa-apa padamu. Tapi lihat siapa yang sebenarnya dia lindungi." Gerutunya. Tapi tentu saja Aria cuma bisa diam.

"Kau mencuri sesuatu kan?" Tuduhnya.

Aria tadinya terlalu takut untuk menjawab apa-apa, tapi akhirnya dia bisa menggelengkan kepalanya dengan gemetar. "Lalu apa? Kau mau bilang kalau kau tersesat? Sampai ke ujung pekarangan begini?"

Masih gemetar, Aria sudah kehilangan semua harapannya untuk bisa lepas dari situasi ini. Tapi begitu laki-laki itu sudah akan menggenggam lengannya, Aria tiba-tiba saja spontan mengelaknya. Dan mulai kabur.

Meski sayangnya sesuatu kembali menahan lengan Aria. Yang setelah dilihat merupakan tali sihir yang berasal dari laki-laki tadi.

Aria jelas tidak bisa melepaskannya dengan tenaga biasa, bahkan kalaupun itu tali biasa. Jadi sebelum laki-laki itu kembali mendekat, Aria buru-buru menggunakan sihir apinya untuk membakar tali itu atau semacamnya. Tapi karena tidak berhasil, Aria pun menggunakan sihir esnya untuk membekukan tali itu sehingga dia bisa menghancurkan talinya dan melepaskan diri. Meski tangannya jadi terluka juga karena es-nya sendiri.

"Hei, tunggu!" Teriak laki-laki itu yang justru membuat Aria jadi lari lebih kencang. Pasti itu sebabnya laki-laki itu langsung menggunakan sihir terbangnya dan melesat untuk mencegat Aria di depannya. Tapi begitu laki-laki itu menginjakkan kakinya di tanah, Aria langsung menggunakan sihirnya lagi untuk membuat tanahnya jadi bertekstur aneh sehingga laki-laki itu jadi terpeleset jatuh.

Dan Aria pun lari lagi sekuat tenaga.

Aria tidak bisa memberanikan dirinya menoleh ke belakang, tapi anehnya laki-laki itu tidak melemparkan sihir apa-apa lagi padanya sampai akhirnya dia sampai ke mansion utama lagi.

"Woi, kau dari mana--" Tuan muda yang satunya sudah akan bertanya begitu dia melihat Aria, tapi orangnya hanya melewatinya dan langsung lari ke tuan Isak.

"Aria, kau tidak apa-apa kan? Mereka tidak melakukan apa-apa padamu?" Tanya tuan Isak, meski Aria malah langsung menarik lengannya.

"A-Aku tidak apa-apa. Paman, kita langsung kembali sekarang saja ya."

"Benar tidak apa-apa? Kalau kau mau kita bisa panggil seluruh desa--"

"Aku tidak apa-apa!" Bujuknya lagi dan mereka pun pergi.