webnovel

Makna Sebuah Janji

Setiap orang yang dia obati berhenti meringis kesakitan atau bahkan demam mereka sedikit menurun, Aria tentu saja senangnya bukan main. Hanya saja setiap dia ingat kalau semua obat itu efeknya tidak ada yang permanen, diam-diam dia langsung jadi putus asa sendiri!

Karena itu artinya dia harus mulai memikirkan cara untuk mencari dan mengurus monsternya.

Dan hal yang paling membuat Aria merasa takut adalah setiap dia melihat satu-persatu anak-anak di dekatnya mulai melebarkan senyum mereka dengan penuh harap padanya…

Kalau nantinya sampai gagal rasanya Aria bisa murung seumur hidup.

Bahkan Cal yang tadinya agak mirip Rei saja sampai mulai memasang ekspresi yang lebih cerah dari sebelumnya. "Kak Aria! Tadi nyonya Haret bilang kalau nyeri sendinya sudah mulai reda." Ceritanya senang. "Obat kakak benar-benar manjur."

"...Begitu ya? Kalau begitu bagus deh." Balas Aria seadanya sambil kembali menata obat-obat yang ada di kotak.

Cal menyadari keanehan sikapnya, jadi dia pun buru-buru menata cara bicaranya lagi. "Ah, maafkan Aku. Setelah bantu seharian, kakak pasti lelah ya." Katanya kemudian. "Helen dan yang lain sedang mengambil makan malam, jadi sebentar lagi mereka akan kembali. Yah, walaupun cuma ada ubi dan kentang saja."

"Ah, Aku baik-baik saja kok." Balas Aria buru-buru. "Dan Feny juga sedang mengambil beberapa buah yang kami bawa dari ibukota. Jadi nanti kita juga bisa makan itu." Lanjutnya.

Keduanya sempat kembali diam. Tapi karena masih tidak merasa enak, Aria pun menghentikan dulu kegiatannya supaya dia bisa membungkuk lebih dekat ke depan Cal.

"Dan daripada Aku, bukankah kau yang paling lelah?" Tanyanya lembut. "Kau juga sebaiknya jangan terlalu memaksakan diri." Tambahnya sambil mengelus kepalanya.

"...Aku juga tidak apa-apa." Balas Cal kemudian, meski Aria bisa lihat Cal sedikit tersipu saat mengatakannya.

Aria sangat ingin menghentikan percakapan mereka di situ. Tapi karena keadaannya masih mendesak, dia pun kembali memaksakan diri untuk berkata. "Dan Cal, sebenarnya masih ada yang harus kukatakan lagi. Mengenai wabah ini."

Tapi wajah Cal ternyata malah kembali terlihat cerah. "Maksud kakak cara mengatasinya?"

"I-Iya, tapi masih spekulasi. Jadi belum begitu pasti."

"Spekulasi? Spekulasi itu apa?"

"...Ya itu, mm, semacam anggapan atau perkiraan. Iya, perkiraan." Jelas Aria kemudian. Meski kelihatan cerdas, Aria seperti kembali diingatkan kalau Cal juga masih anak-anak.

"Dan karena belum pasti, Aku ingin kau tidak langsung mengatakannya pada anak-anak lain dulu. Kau bisa melakukannya kan?" Katanya hati-hati dan untungnya Cal langsung mengangguk dengan yakin.

Dan Aria pun menceritakan semuanya, dari wabah yang sebenarnya bukan wabah itu, sampai akhirnya tentang keberadaan iblis yang masih belum jelas ada di mana.

Cal awalnya terlihat sangat kaget. Tapi setelah merenungkannya sejenak, dia pun mulai mempercayai cerita Aria. Soalnya setelah semua cara logis tidak ada yang berhasil, mungkin penyebabnya memang sesuatu yang lebih supernatural.

Pada akhirnya tetap Aria yang akan mengurusnya. Iya, tentu saja, siapa lagi. Hanya saja dia tidak bisa mencarinya sendiri, apalagi di kota yang tidak dia kenal begini.

Jadi dia pun berpikir untuk meminta bantuan Cal dan anak-anak lain untuk mencarinya--Tanpa memberitahu mereka masalah iblisnya dan hanya bilang kalau itu adalah jamur beracun--karena Aria tidak mau membuat semuanya panik dulu.

"..." Tapi meski Aria yang menyuruhnya, dia baru benar-benar merasa tidak enak begitu Cal mengumpulkan semua temannya setelah makan malam.

Sebagai satu-satunya orang dewasa di situ--tidak termasuk tuan Avo--Aria tiba-tiba saja diserang perasaan bersalah saat melihat kalau dia harus menyuruh anak-anak di depannya bekerja, meski mereka harusnya mulai siap-siap tidur!

Makanya Feny yang menyadari itu pun akhirnya memutuskan untuk bicara duluan pada mereka. "Jadi nanti semuanya berpencar dengan berpasangan ya. Lalu kalau ada yang lihat jamur kecil yang warna kepalanya hijau menyala seperti kunang-kunang, langsung kembali ke sini dan beritahu semua orang. Ya kan, kak Aria?"

Membalas dengan senyum kecil, Aria pun melanjutkan. "Lalu Jamurnya juga biasanya tidak tumbuh di tempat yang banyak tanamannya, jadi cukup cari saja di tempat berbatu atau bertanah." Tambahnya.

"Dan ingat, jangan sentuh jamurnya dan langsung saja kembali ke sini. Lalu jangan berjalan sendirian. Lalu kalau ada apa-apa pokoknya langsung lari dan teriak atau--"

"Kak Aria, mereka sudah paham." Potong Feny mengingatkan.

Kembali menenangkan dirinya, Aria pun menarik napas lagi. "Dan kita juga hanya akan mencarinya sampai tengah malam. Jadi kalau bulannya sudah ada di sebelah sana, Aku mau semuanya kembali ya. Apa masih ada yang mau bertanya?" Katanya lagi.

Dan karena semuanya diam, dia pun membiarkan semua anak mulai berjalan satu-persatu, termasuk Feny. Baru setelah memastikan semuanya pergi, Aria pun menitipkan mansionnya pada tuan Avo dan beberapa anak lainnya, selagi dia juga pergi dengan Cal.

Tapi baru beberapa saat, Cal ternyata langsung mulai menanyakan pertanyaan yang sudah dia tahan daritadi. "Tapi omong-omong kak Aria, nanti bagaimana cara kakak mengalahkan iblisnya?"

Aria hampir mengeluarkan tawa pahit mendengar itu, tapi akhirnya dia menjawab dengan seadanya. "Yaa, Aku bawa beberapa pedang."

"Wah, kakak juga bisa menggunakan pedang?" Balasnya lagi kagum. "Sejak dulu Aku juga bermimpi ingin pandai menggunakan pedang dan menjadi prajurit kerajaan."

"Benarkah? Kalau begitu nanti Aku akan datang saat acara pelantikannya. Kau pasti akan terlihat keren." Balas Aria. Mendengar itu Cal sudah hampir lompat kesenangan. Tapi entah apa yang menghentikannya, dia tiba-tiba memasang wajah serius lagi.

"...Kenapa?" Tanya Aria bingung.

"Ayahku juga pernah mengatakan itu. Tapi sekarang dia tidak akan pernah bisa menepatinya." Ceritanya murung. "Seperti kata nenek, sepertinya kita memang tidak boleh membuat janji yang tidak bisa kita tepati."

Aria hampir langsung menangis mendengarnya. Tapi demi Cal juga, dia pun berusaha menguatkan dirinya. "Itu tidak benar, kau tahu." Katanya kemudian sambil menarik tangannya untuk berhenti dulu.

"Hanya karena kau takut tidak bisa menepatinya, bukan berarti kau tidak boleh menjanjikannya pada seseorang. Karena dengan mengatakannya, setidaknya kau jadi tahu perasaannya." Katanya pelan-pelan.

Cal masih terdiam, jadi Aria melanjutkan lagi. "Misalnya ayahmu. Memangnya kau pikir apa yang dia harapkan saat dia mengatakan itu? Apa dia hanya asal mengatakannya, atau memang ingin menepatinya?"

"...Menepatinya."

Melebarkan senyumnya, Aria pun menyentuh pelan hidungnya. "Itu kau tahu."

Cal langsung menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya. Tapi meski gelap, Aria bisa melihat ada air mata yang mulai menetes di pipinya. Jadi dia pun memeluknya. 'Hh, dia benar-benar mengingatkanku pada Mika.' Pikirnya sedih.

Soalnya sewaktu kecil, Mika juga termasuk tipe yang tidak begitu memperlihatkan kesedihannya. Bahkan sebelum dia pergi ke pertunjukkan sihir anak-anak dan bertemu dengan yang lain, sikapnya juga mirip seperti Cal.

Setelah itu mereka mulai kembali mencari jamurnya. Tapi pada akhirnya Aria dan Cal tidak menemukan jamur itu meski posisi bulan sudah ada di penghujung waktu. Jadi tadinya mereka sudah berniat untuk kembali ke mansion.

Tapi tepat saat mereka sudah akan kembali, tiba-tiba dia melihat ada dua anak yang berlari keluar dari sebuah gang. Dan saat menyadari kalau salah satunya adalah Feny, dia pun langsung memanggilnya. "Feny!"

"Kak Aria!" Balasnya yang kemudian langsung mengubah larinya dan menghampiri Aria. "Kami menemukannya. Jamur itu!"