webnovel

Kucing Setan

Masih kepikiran ini-itu, Aria menghabiskan waktu lebih lama di pasar meski harusnya dia cuma beli ubi untuk makan malamnya. Mungkin karena itu akhirnya Leyna malah jadi mencari dan menyusulnya.

"Leyna? Kenapa kau ke sini?" Tanya Aria begitu dia malah melihat Leyna saat dia keluar pasar. "Tangan dan kakimu sudah tidak sakit?"

Tapi seakan tidak senang dengan pertanyaan itu, Leyna hanya mendesah pelan. "Kau sudah menyembuhkannya semalaman, jadi Aku sudah baik-baik saja." Balasnya. "Demam Aran juga sudah turun, jadi tadi dia sudah bisa jalan-jalan sedikit."

"Begitu? Bagus deh."

"Biar Aku yang bawa itu." Kata Leyna sambil merebut kantong ubi yang daritadi dibawa Aria. "Nanti juga Aku saja yang masak. Kau istirahat saja."

"A-Aku baik-baik saja." Sahutnya, meski itu justru membuat Leyna mulai merasa gemas sampai dia malah tiba-tiba menarik Aria ke depan salah satu toko, yang ada kacanya. "Matamu bahkan tidak sehitam ini saat kita ikutan festival selama 5 hari berturut-turut, tahu. Apa kau bahkan tidur sama sekali beberapa hari ini?" Keluhnya dan Aria cuma bisa cemberut.

"Kau sudah melakukan terlalu banyak, jadi sekarang biar Aku dan yang lain yang melakukan sisanya, ya?" Lanjutnya. "Aku sudah merasa bersalah setengah mati, jadi biarkan Aku membantu walaupun cuma segini."

Setelah diomeli begitu, Aria pun akhirnya menurut. Meski setelah beberapa saat berjalan dalam hening, Leyna mulai bicara lagi dengan hati-hati. "Kau sudah putuskan tentang tawaran bangsawan itu?" Tanya dan Aria hanya menggeleng pelan. "...Aku tahu Aran dan Mika memang tidak menyetujuinya, tapi kalau menurutku kau harusnya pergi saja."

Kaget, Aria menghentikan langkahnya. "Ke-Kenapa?"

"Karena kupikir kau sebenarnya mau pergi."

"...Aku tidak…" Aria sudah akan membalas, tapi dilihat dari cara Leyna memandangnya, dia kelihatannya tahu tentang hal yang mengganggunya sejak kemarin.

"Waktu itu Aku cuma tidak sengaja dengar ibumu mengatakan sesuatu tentang ibukota sebelum…" Leyna terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Apa kau punya keluarga lain di ibukota atau semacamnya? Atau jangan-jangan ayahmu masih hidup?" Tanyanya.

Walaupun ternyata Aria langsung menggeleng-geleng. "Bukan seperti itu." Katanya dengan ekspresi yang mengeruh. "Cuma…"

Tapi karena Aria tidak juga melanjutkan perkataannya, Leyna pun akhirnya mengalah. "Iya, iya, tidak apa kalau kau belum mau cerita." Katanya kemudian.

Tapi lagi-lagi Aria malah menggelengkan kepalanya. "Bukan seperti itu. Aku juga sebenarnya tidak tahu banyak karena ibuku cuma menceritakannya sedikit-sedikit." Jelas Aria kemudian. "Tapi sepertinya dulu ibuku--"

GRATAK-GRATAK! Tapi tiba-tiba saja mereka malah dikagetkan suara benda jatuh yang sangat keras entah dari mana. Soalnya karena hari mulai gelap, suasana sekitar mulai tidak terlihat jelas semua.

Agak takut ada apa-apa, Leyna pun menarik tangan Aria. "Kita bicarakan setelah pulang saja--" Tapi karena suara gratak-grataknya malah terdengar lagi dari salah satu gang kecil, kali ini Leyna malah spontan mendorong Aria ke belakang punggungnya dan seperti sudah akan ancang-ancang ambil balok kayu dari pinggir jalan.

Tapi karena setelah itu Aria malah mulai merasakan aura yang familiar, dia pun menepuk-nepuk pelan lengan Leyna. "Se-Sepertinya itu dia."

"Hah? Dia siapa?"

"Laki-laki yang penyihir itu."

"Dia? Apa dia mau coba untuk langsung menculikmu sekarang?" Sahut Leyna yang akhirnya betulan mengambil balok kayu tadi. "Bukankah dia memberimu waktu sampai--"

"Tidak, sepertinya bukan seperti itu." Kata Aria yang setelah itu berusaha membujuk Leyna untuk mengintip lebih dekat. Walaupun tepat saat mereka baru akan melihatnya, sesuatu yang terbakar malah terlempar keluar dari sana. Awalnya mereka pikir itu semacam bongkahan batu atau semacamnya, tapi setelah didekati bongkahan api itu malah terdengar meringis.

"Wa--!" Saking kagetnya Aria sudah akan teriak melihatnya, tapi untungnya Leyna sempat menutup mulutnya dan menendang makhluk itu menjauh sampai dia mulai mati sendiri. "Itu, apa itu Kerin?!" Gumam Aria tidak percaya. Sekilas, bentuknya memang mirip seperti kucing biasa. Tapi sayap kelelawar dan tanduk yang cuma sebelah itu benar-benar mirip seperti yang sering dia lihat di buku gambar.

"Kerin?" Ulang Leyna juga. "Maksudmu kucing setan yang suka muncul di buku dongeng kesukaan Lily itu?" Tanyanya dan Aria langsung mengangguk-angguk. Meski dia juga tidak tahu kalau itu ternyata makhluk betulan.

Penasaran kenapa bisa ada makhluk begitu, keduanya pun memberanikan diri untuk melongokkan kepala mereka ke dalam gang itu. Dan ternyata, di sana masih ada puluhan kucing setan lagi yang mengamuk. "Demi dewa…" Celetuk Leyna tidak percaya saat melihat pemandangan mengerikan itu.

Salah satu laki-laki di sana kelihatan sibuk menggunakan pedang dan sihirnya untuk membunuh mereka. Tapi karena jumlahnya ada sangat banyak dan mereka berterbangan menyebalkan, banyak kucing yang berhasil mencakarnya.

Makanya laki-laki yang satu lagi kemudian lari keluar. "Gyah! Sialan, sialan!" Teriaknya, meski dia langsung berbalik lagi untuk menusuk kucing setan yang mengejar di belakangnya. Itu Hiki.

"Tuan Malven?!"

"Hah? Kau!" Sahut Hiki. "Cepat bantu Aku membunuh mereka--" Dia sudah akan berkata. Tapi karena ada banyak kucing yang lari lagi ke arahnya, tanpa pikir dua kali dia pun melanjutkan larinya, begitu juga Aria dan Leyna yang tidak mau dicakar oleh makhluk mengerikan itu.

"Makhluk itu datang dari mana?!" Panggil Aria pada Hiki.

"Tidak tahu! Tanya saja pada mayat pembunuh bayaran tadi!" Sahut Hiki asal.

Aria terus-terusan menoleh ke belakang dan menggunakan sihirnya kalau-kalau ada kucing yang berhasil mengejar mereka. Tapi setelah beberapa jauh, para kucing itu ternyata berhenti mengejar mereka dan malah kembali berbalik ke gang tadi di mana gerombolannya masih mengeroyok Rei.

Melihat Aria terdiam dengan ragu, Leyna tahu apa yang sedang dipikirkannya. Tapi sebelum dia bisa menahan tangannya, orangnya malah sudah lari lagi ke arah gang tadi. "Agh…" Jadi dia pun akhirnya terpaksa ikut kembali ke sana.

Karena Rei ada di sana, Aria jelas tidak bisa menggunakan sihir besar untuk membunuh mereka semua--Belum tentu bisa juga kalaupun dia mau. Jadi setelah selesai memperhitungkan kemampuannya, Aria pun akhirnya memutuskan untuk melemparkan beberapa bola cahaya untuk mengalihkan perhatian para kucing itu dan langsung lari untuk menarik Rei dari sana.

Tapi karena bola cahayanya menghilang dengan cepat, kucing-kucing itu mulai kembali mengejar mereka lagi. Meski untungnya sebelum mereka bisa keluar dari gang itu, Aria buru-buru menggunakan sihirnya pada rumput-rumput liar yang ada di situ dan membuat jaring besar untuk mengurung mereka. Dia bahkan coba mengingat-ingat lagi beberapa sihir yang ada di buku-buku milik Rei dan akhirnya mencoba untuk mengubah tekstur rumput-rumput itu jadi lebih keras seperti kayu.

Meski begitu, dilihat dari manapun, sihir Aria kelihatannya tidak akan bertahan lama. Makanya setelah itu giliran Rei yang buru-buru kembali menggunakan sihirnya untuk langsung membakar semua makhluk itu sekaligus, selagi Leyna dan Hiki yang kebagian sibuk untuk mengurus sisanya yang berhasil kabur.

Sibuk mengatur napas, semuanya cuma bisa diam dan terduduk di tanah saat semuanya selesai. Tapi karena menyadari luka-luka Rei kelihatan membiru dengan cepat, Hiki pun mendekatinya. "Woi, jangan bilang gigitan mereka beracun? Luka-lukanya kelihatan membiru tahu!"

"Ah, yaa sepertinya begitu." Sahut Rei yang ternyata tidak kelihatan terlalu kaget mendengarnya, entah karena lemas atau karena memang sudah tahu. "Tapi kalau tidak salah harusnya racun mereka tidak kuat, jadi harusnya Aku cuma butuh obat. Kau punya…kan?"

Tapi saat mereka menoleh ke arah Aria, ternyata orangnya sudah pingsan duluan di pelukan Leyna. "Aria!"