webnovel

PENDEKAR TAPAK DEWA

Kebiadaban yang dilakukan oleh gerombolan La Kala (Kelompok Merah-Merah) di bawah pimpinan La Afi Sangia makin merajalela. Terakhir mereka membantai penduduk Desa Tanaru beserta galara (kepala desa) dan keluarganya sebelum desa mereka dibumihanguskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana yang sebagian besarnya hangus bersama rumah-rumah mereka. Darah Jenderal Hongli alias Dato Hongli mendidih menyaksikan bekas aksi kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan itu. Darah kependekarannya menangis dan jiwanya menjerit. Tetapi ada sebuah keajaiban. Di antara mayat-mayat bergelimpangan ada sesosok bayi mungil yang kondisinya masih utuh. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Sang bayi malang seolah-olah tak tersentuh api walau pakaiannya telah menjadi abu. “Oh...ternyata bayi ini masih hidup,” desah sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming. Diangkatnya bayi itu seraya lanjut berucap, “Akan kubesarkan bayi ini. Dia adalah sang titisan para dewa. Akan kugembleng ia agar kelak menjadi seorang pendekar besar. Kelak, biarlah dia sendiri yang akan datang untuk menuntut balas atas kematian keluarganya serta seluruh penduduk desanya. Akan kuberi bayi ini dengan nama La Mudu. Ya, La Mudu, Si Yang Terbakar...!” Lalu sang pendekar besar yang bergelar Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayangan) itu mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia berseru dengan suaranya yang bergetar membahana: “Dengarlah, wahai Sang Hyang Dewata Agung....! Aku bersumpah untuk menggembleng dia menjadi seorang pendekar besar yang akan menumpas segala bentuk kejahatan di atas bumi ini..!! Wahai Dewata Agung, kabulkanlah keinginanku ini...!! Kabulkan, kabulkan, kabulkan, wahai Dewata Agung...!” Sang Hyang Dewata Agung mendengar permohonannya. Alam pun seolah mengamininya. Cahaya petir langsung menghiasi angkasa raya yang disusul dengan guruh gemuruh yang bersahut-sahutan. Tak lama kemudian hujan deras bagai tercurah mengguyur bumi yan

M Dahlan Yakub Al Barry · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
89 Chs

Bab 84. Persiapan Menuju Dataran Sinae

Meilin langsung mengangkat wajahnya dan memandang ke wajah suaminya. “Benar ya, Kakanda. Jika mereka masih tinggal di desa itu, sampaikan rasa rindu Mei kepada mereka. Besok menjelang Kakanda berlayar, Mei akan menuliskan nama-nama dan marga mereka. Oh ya, Ato pernah cerita, bahwa desa asalnya tak terlalu jauh dengan desa asalnya kami.”

“Oh ya...?”

“Hanya setengah hari perjalanan dengan menggunakan kuda. Kakanda akan mengajak siapa saja ke sana selain dengan anak buah kapal yang Kakanda pekerjakan?”

“Kakanda akan mengajak La Turangga, La Pabise, La Lewamori, La Santara, dan La Lewamori.”

“Iya, Kakanda. Memang sebaiknya Kakanda mengajak serta mereka, sahabat-sahabat Kakanda. Oh ya, kelak bawakan Mei oleh-oleh berupa kecapi, ya?”

“Apa itu...?”

“Ya sejenis alat bunyi-bunyian yang dipetik seperti gambo. Tapi kecapi Sinae bentuknya besar dan dawainya banyak.”

“Hm, begitu? Ya, besok akan Kakanda bawakan kecapi yang paling bagus buat Adinda.”

Capítulo Bloqueado

Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com