webnovel

PENDEKAR TAPAK DEWA

Kebiadaban yang dilakukan oleh gerombolan La Kala (Kelompok Merah-Merah) di bawah pimpinan La Afi Sangia makin merajalela. Terakhir mereka membantai penduduk Desa Tanaru beserta galara (kepala desa) dan keluarganya sebelum desa mereka dibumihanguskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana yang sebagian besarnya hangus bersama rumah-rumah mereka. Darah Jenderal Hongli alias Dato Hongli mendidih menyaksikan bekas aksi kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan itu. Darah kependekarannya menangis dan jiwanya menjerit. Tetapi ada sebuah keajaiban. Di antara mayat-mayat bergelimpangan ada sesosok bayi mungil yang kondisinya masih utuh. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Sang bayi malang seolah-olah tak tersentuh api walau pakaiannya telah menjadi abu. “Oh...ternyata bayi ini masih hidup,” desah sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming. Diangkatnya bayi itu seraya lanjut berucap, “Akan kubesarkan bayi ini. Dia adalah sang titisan para dewa. Akan kugembleng ia agar kelak menjadi seorang pendekar besar. Kelak, biarlah dia sendiri yang akan datang untuk menuntut balas atas kematian keluarganya serta seluruh penduduk desanya. Akan kuberi bayi ini dengan nama La Mudu. Ya, La Mudu, Si Yang Terbakar...!” Lalu sang pendekar besar yang bergelar Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayangan) itu mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia berseru dengan suaranya yang bergetar membahana: “Dengarlah, wahai Sang Hyang Dewata Agung....! Aku bersumpah untuk menggembleng dia menjadi seorang pendekar besar yang akan menumpas segala bentuk kejahatan di atas bumi ini..!! Wahai Dewata Agung, kabulkanlah keinginanku ini...!! Kabulkan, kabulkan, kabulkan, wahai Dewata Agung...!” Sang Hyang Dewata Agung mendengar permohonannya. Alam pun seolah mengamininya. Cahaya petir langsung menghiasi angkasa raya yang disusul dengan guruh gemuruh yang bersahut-sahutan. Tak lama kemudian hujan deras bagai tercurah mengguyur bumi yan

M Dahlan Yakub Al Barry · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
89 Chs

Bab 48. Ama Pancala

Tujuan mereka siang itu adalah menuju bekas Desa Tanaru. Saat mereka tiba, di desa itu telah bersih dan berubah menjadi sebuah tanah lapang yang sangat luas. Namun tidak sepi, karena di sana sini terlihat beberapa orang yang sedang bekerja mengangkut keluar sisa-sisa kayu rumah dan sebagainya ke luar areal desa. Di tengah bekas desa itu terlihat sebuah pondok kecil yang mungkin untuk sekedar beristirahat sementara. Letak pondok itu persis di atas tanah bekas rumah sang kepala desa.

Saat Dato Hongli, Meilin, dan keenam penyamun insyaf melangkahkan kuda mereka ke dalam areal bekas desa, seorang laki-laki baya keluar dari pondok kecil itu lalu berdiri memandang ke arah rombongan berkuda. Dia adalah La Ngguru alias Ama Pancala. Ketika mengetahui bahwa di dalam rombongan itu adalah Meilin yang sudah ia kenal sebelumnya, Ama Pancala langsung menyapa, “Selamat datang Nona Meilin dan Tuan-Tuan.”

Capítulo Bloqueado

Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com