webnovel

PENDEKAR TAPAK DEWA

Kebiadaban yang dilakukan oleh gerombolan La Kala (Kelompok Merah-Merah) di bawah pimpinan La Afi Sangia makin merajalela. Terakhir mereka membantai penduduk Desa Tanaru beserta galara (kepala desa) dan keluarganya sebelum desa mereka dibumihanguskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana yang sebagian besarnya hangus bersama rumah-rumah mereka. Darah Jenderal Hongli alias Dato Hongli mendidih menyaksikan bekas aksi kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan itu. Darah kependekarannya menangis dan jiwanya menjerit. Tetapi ada sebuah keajaiban. Di antara mayat-mayat bergelimpangan ada sesosok bayi mungil yang kondisinya masih utuh. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Sang bayi malang seolah-olah tak tersentuh api walau pakaiannya telah menjadi abu. “Oh...ternyata bayi ini masih hidup,” desah sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming. Diangkatnya bayi itu seraya lanjut berucap, “Akan kubesarkan bayi ini. Dia adalah sang titisan para dewa. Akan kugembleng ia agar kelak menjadi seorang pendekar besar. Kelak, biarlah dia sendiri yang akan datang untuk menuntut balas atas kematian keluarganya serta seluruh penduduk desanya. Akan kuberi bayi ini dengan nama La Mudu. Ya, La Mudu, Si Yang Terbakar...!” Lalu sang pendekar besar yang bergelar Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayangan) itu mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia berseru dengan suaranya yang bergetar membahana: “Dengarlah, wahai Sang Hyang Dewata Agung....! Aku bersumpah untuk menggembleng dia menjadi seorang pendekar besar yang akan menumpas segala bentuk kejahatan di atas bumi ini..!! Wahai Dewata Agung, kabulkanlah keinginanku ini...!! Kabulkan, kabulkan, kabulkan, wahai Dewata Agung...!” Sang Hyang Dewata Agung mendengar permohonannya. Alam pun seolah mengamininya. Cahaya petir langsung menghiasi angkasa raya yang disusul dengan guruh gemuruh yang bersahut-sahutan. Tak lama kemudian hujan deras bagai tercurah mengguyur bumi yan

M Dahlan Yakub Al Barry · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
89 Chs

Bab 35. Putri Mantika

Di hari kedua berada di Pulau Sangiang belum ada kegiatan yang berarti yang dilakukan oleh La Mudu dan seluruh calon pajuri lain, karena memang untuk beberapa hari ke depan masih berlangsung sebagai hari berkabung atas meninggalnya pemimpin tertinggi angkatan perang laut dan darat (istilah baru La Afi Sangia untuk menyebut pemimpin tertinggi gerombolan perompak dan penjarahnya) akibat sakit parah akibat luka parah akibat terkena meriam yang ditembakkan dari kapal perang suatu negeri yang mengawal kapal dagangnya yang akan dirompak oleh panglima yang bernama Dewa Jumba Kala (Tuan Berjubah Merah).

Dalam peristiwa aksi perompakan itu, bangsa penyamun Sangiang berhasil menguasai kapal dagang yang membawa demikian banyak harta berupa ratusan peti perhiasan dari emas dan perak, setelah berhasil menghancurkan salah satu dari dua kapal pengawalnya dengan meriam pula. Sementara kapal meriam pengawal yang satunya berhasil diambil alih setelah seluruh laskar lautnya mereka bantai.