webnovel

Pelanggan Pertama?

Reiss menganga dengan mata membulat. Dia terdiam memandangi seorang lelaki paruh baya dengan rambut putih panjang.

'Manusia? Apa dia benar-benar manusia?!'

Reiss bertanya-tanya dalam dirinya. Dia tidak percaya dan juga tidak mengerti akan alasan seseorang membuat sebuah toko di dalam Death Valley.

"..."

Reiss benar-benar hanya bisa mematung.

"Hey, kenapa kau malah diam saja? Apa ada sesuatu yang ingin kau beli?"

Suara laki-laki berambut putih itu menyadarkan Reiss dari lamunannya. Reiss kembali menatap lelaki itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tidak salah lagi, laki-laki itu memanglah seorang manusia.

"Ka-kau manusia?"

Lelaki itu, Cien, merengut kesal, "Tentu saja aku manusia. Kau piki aku ini apa? Hantu?"

"Tidak… hahaha…"

Reiss semerta merasa canggung, dia hanya bisa mengeluarkan tawa kering. Walaupun lelaki itu memang benar manusia. Tetap saja, keberadaannya di Death Valley disertai tokonya ini merupakan hal paling absurd yang ditemuinya.

Banyak pertanyaan yang ingin dilayangkan Reiss, namun seseorang yang berani membangun sebuah toko di tempat mengerikan seperti ini pastilah bukan orang biasa.

Reiss takut pertanyaannya malah menyinggung lelaki berambut putih pemilik toko tersebut. Yang nantinya, mungkin bisa mengakibatkan kematiannya.

"Lagi-lagi diam."

Cien berjalan mendekat ke belakang etalase yang terdapat dua pasang Fire Glove. Di belakang etalase tersebut terdapat sebuah kursi kayu. Cien duduk dengan santai, satu tangannya disimpan di atas etalase dan telapak tangannya menopang dagu.

"Ini adalah toko. Bila kau masuk, maka kau pelanggan. Apa ada sesuatu yang ingin kau beli? Maaf saja, tapi persediaan di toko masih sedikit. Jadi jangan terlalu berharap banyak."

"…"

Mendengar perkataan dari Cien, alis dari Reiss berkedut-kedut. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Di depan sana, dia dapat melihat lelaki berambut putih itu duduk santai dengan wajah bosan. Kedua mata lelaki itu seperti menyuruhnya untuk segera menyelesaikan urusannya di sini.

Hanya saja…

'Aku tidak tahu harus membeli apa?!'

Merasa suasana semakin canggung, Reiss mencoba melihat sekelilingnya. Mengamati barang-barang lain yang mungkin dijual di sana. Namun memang, selain sarung tangan dan tiga ramuan itu. Tidak ada lagi barang yang tampaknya dijual di toko tersebut.

Reiss menggaruk-garuk pipinya agak gugup, satu tangan lainnya meraba kantong kain yang tergantung di pinggangnya. Reiss merasakan isinya, terdapat beberapa koin Tia di dalamnya.

"Um…"

"Oh~ ada yang mau kau beli?"

"…I-itu…sarung tangan itu, berapa harganya?"

"Maksudmu ini?" Tunjuk Cien ke Fire Bear di dalam etalase.

Reiss balas mengangguk mengiyakan. Dia raih kantong kain yang menggantung di pinggangnya. Dalam pikirannya saat ini, Reiss sudah berencana untuk membeli satu barang di Toko Kirana, setelah itu, hubungan mereka akan sedikit mencair, dan dia nanti akan bertanya tentang jalan keluar dari Death Valley.

Reiss hanya berharap kalau lelaki di depannya itu tahu tentang jalan keluar dari tempat terkutuk ini.

Namun rencana tidak selalu berjalan sesuai harapan. Dengan senyum lebar, lelaki pemilik toko tersebut menyebutkan harga yang harus dibayarnya.

"30.000 Tia."

Crang!

Kantung koin yang digenggam Reiss semerta terjatuh ketika dia mendengar harga yang disebutkan sang pemilik toko.

"…Umm, maksud anda 300 Tia, kan?"

"Huh? Apa kau ini budeg? Tiga puluh ribu bukan tiga ratus."

'Anji*g! Ini orang mau nipu!'

Pikir Reiss, wajahnya semerta muram.

"Hahaha, kau pasti berpikir aku penipu. Raut wajahmu itu sangat bisa ditebak."

Reiss mengerutkan keningnya, dia tidak mau memberikan pandangan buruk akan dirinya kepada lelaki pemilik toko. Tapi, harga untuk sepasang sarung tangan itu terlalu mahal! Uangnya saat ini tidak ada sebanyak itu, walaupun ada, dia tidak akan mau membeli barang dengan harga selangit seperti itu!

Tiga puluh ribu Tia. Sebuah keluarga lengkap dengan dua anak sekiranya membutuhkan enam ribu Tia untuk hidup enak dalam setahun. Bila hanya untuk sekedar makan saja, mungkin hanya dua hingga tiga ribu Tia setahun.

Sedangkan sarung tangan itu seharga tiga puluh ribu. Uang segitu mampu membuat lima keluarga hidup enak selama setahun!

Gaji Reiss sebagai wakil kapten sebuah pasukan saja hanya 4500 Tia setahun!

Merasa kepalanya seketika pusing, Reiss agak oleng sedikit. Dia lalu melihat kantung koinnya di lantai. Dia pungut perlahan, lalu bertanya dengan nada ragu-ragu.

"Um, bukannya ingin mengkritik. Tapi, harga tiga puluh ribu untuk sepasang sarung tangan kurasa terlalu mahal."

"Hmm?" Cien mendengar itu malah memiringkan kepalanya, seperti ada sesuatu yang tidak dimengertinya, "Ah! Sepertinya aku kurang spesifik. Tiga puluh ribu itu bukang sepasang, tapi satu. Kalau sepasang, hmm… bagaimana kalau kuberi diskon menjadi lima puluh ribu. Kau bisa hemat sepuluh ribu. Bagaimana berminat?"

"…"

Reiss merasa jantungnya seakan berdarah. Dia memegangi dadanya yang mulai susah bernapas karena saking kagetnya.

'Jadi tiga puluh ribu itu bukan sepasang?! Anji*g!'

Reiss mencoba menenangkan dirinya. Dia tidak tahu harus apa lagi. Dia pandangi pemilik toko dengan seksama.

Pemilik toko itu memanglah manusia. Dan bila hidup di Death Valley, maka dia pastilah kuat. Namun, bila hanya ingin keluar dari sini harus membeli barang semahal itu. Bangsat! Mana sudi!

Reiss mulai kesal, dirinya hanya ingin keluar dari hutan terkutuk itu. Bukannya berbelanja hal yang tidak berguna!

Menelan ludahnya, Reiss meneguhkan diri untuk mengkonfrontasi langsung pemilik toko. Dia sudah tidak peduli lagi mencari cara untuk mencairkan hubungan mereka.

"Maaf, pemilik toko. Tapi, aku kemari secara kebetulan. Dan bila bisa, aku ingin tahu apa anda tahu jalan keluar dari Death Valley. Aku tidak punya niatan untuk belanja di sini, apalagi belanja barang dengan harga yang tidak logis!"

Reiss mengucapkan perkataanya dengan lugas. Ada rencana dalam pikirannya untuk berteduh di tempat ini untuk semalam, namun rencana itu dia buyarkan, dia takut pemilik toko itu akan memintanya untuk membayar dengan harga mahal demi atap yang aman. Dia tidak sudi!

"Kebetulan?" Cien nyengir mendengar ini, "Bagaimana mungkin bisa kebetulan? Aku yakin kau pasti kemari setelah melihat cahaya lampu toko dari kejauhan sana. Lalu, sebelum masuk pun kau harusnya sudah melihat plang di depan toko. Kau sengaja berjalan masuk kemari, itu bukanlah kebetulan. Keterpurukanmu di Death Valley, membawamu kemari, anak muda."

"…"

Reiss tidak mampu membalas perkataan sang pemilik toko. Apa yang dikatakannya benar, dia memang sudah terpuruk dan putus asa. Dia bahkan sudah berpikir kalau lebih baik mati memakan racun daripada hidup di Death Valley.

Reiss tidak bisa menyanggah kalau dia memang datang karena merasakan sebuah harapan untuk hidup.

Senyum Cien semakin lebar setelah melihat tamunya hanya terdiam tanpa kata. Dia lalu mengambil satu Fire Glove dari dalam etalase. Menyimpannya di atas etalase.

"Ini adalah Fire Glove. Sebuah benda magis."

"!!"

"Kau tahu betapa langkanya benda magis, kan?"

"Gulp…" Reiss menelan ludah, mengangguk mengiyakan, "Apa benar itu benda magis?"

"Mari kuperlihatkan kepadamu."

Cien melepas Fire Glove di tangannya. Fire Glove yang ada di tangannya berbeda dari dua pasang Fire Glove lain. Kualitasnya berada satu tingkat di atas. Ini dikarenakan skill dan kesabarannya untuk membuat Fire Glove tersebut semakin terasah setelah membuat dua pasang sebelumnya.

Berbeda dari dua Fire Glove yang sebelumnya, Fire Glove yang ada di tangannya bisa mengeluarkan serangan sekuat sekelas rank 2 hanya dengan memakai satu energi inti mana. Oleh karena itu, Cien tidak berniat menjualnya, setidaknya untuk saat ini.

Cien lepas, lalu simpan sarung tangannya di saku celana. Dia lalu memakai sarung tangan yang diambilnya dari etalase.

Cien mengajak tamunya untuk keluar dari toko. Menguji coba, benda magis buatannya. Tidak jauh dari kabin, Cien menjelaskan kreasinya sembari mengeluarkan sihir yang terekam pada sarung tangan.

Dia tembakan [Tongue of Fire] ke batang pohon. Memperlihatkan kekuatan yang bisa dikeluarkan oleh Fire Glove.

Setelah peragaan selesai. Cien berbalik melihat tamunya yang menganga tidak percaya.

"Bagaimana? Tiga puluh ribu termasuk murah, kan?"

"…Wo-wo-wow! Kalau pakai lima inti mana sekaligus bisa mengeluarkan serangan sekuat rank 5. Kalau punya sepasang, apa itu berarti bisa mengeluarkan serangan sekelas rank 10?!"

Cien mengangguk, "Yup, benar sekali. Bagaimana, apa sekarang anda tertarik?"

"…"

Reiss seketika terdiam dengan senyum kaku.

"Kenapa?"

Reiss menggaruk belakang kepalanya, agak malu, "Umm… aku tidak punya uang sebanyak itu."

"…Tch! Terus aku ngapain panjang lebar ngejelasin hal ini! Dasar miskin!"

"…"