webnovel

Pekerjaanku [End]

Tidak ada bayangan tentang menjadi seorang asisten pribadi. Tapi inilah yang terjadi. Dari seorang satpam, Deano kini berusaha sangat keras untuk bisa menjadi seorang asisten pribadi. Berkali-kali ingin menyerah, tapi nyatanya tetap bertahan. Ada banyak hal yang membuatnya bertahan meski ingin menyerah. Membuka matanya bahwa hidup orang lain tidak seindah apa yang dilihat. Yakin, meski terlambat, tapi hasil yang akan diraih tidak akan berkhianat. "Karena kamu membalas anggukanku." Jawaban sang bos nyatanya membuat Deano merasa sangat jengkel.

dhiarestwd · Real
Sin suficientes valoraciones
22 Chs

Akhir Bahagia

Tepat setelah ulangtahunnya yang ke 32, Bos memintaku menghubungi para kakak. Ini bukan hal yang biasa, karena mereka memang jarang bertemu kecuali untuk acara tahunan. Kalaupun berkunjung, mereka akan memberi kabar secara tiba-tiba. Ada apa ini? Apa ada sesuatu yang gawat?

Kesulitan yang dialami oleh keluarga ini adalah jarak dan waktu. Hanya ingin berkumpul saja harus membuat janji terlebih dahulu, padahal yang kepengen ketemu saudaranya sendiri. Tapi, mereka berhasil bertemu 2 minggu setelah aku menghubungi mereka melewati para asisten pribadi. Itu termasuk dalam prosedur ya.

Bertempat di sebuah rumah yang ada di Seoul, keempat saudara itu berkumpul. Juga para istri dan anak ikut berkumpul. Ruangan yang luas ini terasa sesak saking banyaknya orang. Termasuk para asisten pribadi.

"Lamarkan Aluna untukku."

Reaksi para kakak berbeda-beda begitu mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Bos. Mr. Arrael yang datar aja wajahnya, tampak terkejut tapi berhasil menguasai diri setelahnya. Mr. Bima dan Mr. Ilham yang paling normal diantara yang lainnya langsung membelalakkan mata. Bahkan Mr. Bima sampai tersedak minuman yang sedang diteguknya.

Itu reaksi para anggota keluarga ya. Kami para asisten pribadi juga menampilkan reaksi kaget yang hampir sama. Bahkan aku uang asisten pribadinya Bos aja kaget bukan main mendengar ucapan Bos. Nggak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Bos kan orangnya memang jarang banget ngomong ya. Setiap kali mengeluarkan suara tuh jelas untuk hal yang penting aja. Dan sekarang tiba-tiba aja Bos bersuara dan meminta kakaknya untuk melamar anak gadis orang.

"Yakin?" akhirnya Mr. Arrael bersuara, setelah berhasil meredakan keterkejutannya. Bos menganggukkan kepala.

Tentu saja semua orang bergembira mendengar hal ini. Mereka berdua kan memang udah dijodohin dari dulu. Kedua keluarga sempat pesimis mereka nggak jadi menikah karena keduanya tampaknya nggak memperlihatkan ketertarikan. Baru setahun belakangan ini keluarga meyakini kalau kedua anak bungsu itu saling mencintai. Tentu saja beberapa foto kebersamaan mereka diketahui. Bukan aku yang membocorkannya, I swear.

Karena kedua keluarga sudah dekat dan akrab, jadi nggak perlu basa-basi lagi. Langsung aja main lamar ketika mereka menyelesaikan urusannya di Seoul. Bahkan mereka nggak perlu menunggu Mr. Carl yang sedang dalam perjalanan dari Frankfurt menuju Bali.

"Akhirnya." terdengar suara yang menyiratkan kelegaan.

Mr. Bima dan Mr. Ilham saling beradu tangan untuk merayakan keberhasilan ini. Aku yakin, mereka berdua ditambah Mr. Carl tuh yang jadi mak comblang buat adik mereka.

Bisa ditebak bagaimana acara pernikahan keduanya. Pernikahan Bos dan Miss Kaluna tuh berlangsung sangat sederhana untuk ukuran orang kaya macam mereka. Dekorasi yang biasa dan tamu undangan yang sedikit. Nggak ada kata mewah dalam pernikahan ini. Berbeda dengan pernikahan ketiga kakaknya atau pernikahan Mr. Carl.

Keduanya memang nggak ingin ada publikasi. Bahkan mereka malah terkesan menyembunyikan pernikahan mereka. Takutnya nanti ada kabar buruk yang menyebar dipernikahan mereka.

Bisa dimaklumi. Apalagi Narendra dan Springfield itu adalah 2 nama yang punya pengaruh cukup besar dalam dunia bisnis. Bisa dipastikan orang-orang akan menganggap pernikahan ini adalah pernikahan bisnis. Biar 2 keluarga ini semakin mantap posisinya dalam dunia bisnis.

Asal tahu aja, Miss Kaluna biar dikata pendiam gitu, dia adalah salah satu pengusaha muda yang cukup diperhitungkan. Nggak bisa dianggap sebelah mata. Hasil didikan kerasnya Mrs. Stephanie Springfield.

Keduanya juga memutuskan untuk nggak honeymoon setelah menikah. Itu dikarenakan pernikahan mereka serba dadakan, jadi belum ada pengajuan cuti atau yang lainnya. Keduanya sepakat untuk berbulan madu setelah tahun baru, yang artinya akan dilaksanakan bulan madu sekitar 6 bulan lagi.

Itu adalah cerita tentang Bosku yang pendiam dan irit bicara. Yang anehnya, aku selalu tahu apa yang dimaksudkan oleh Bosku meski nggak banyak bicara. A happy ending love story. Seperti yang kita tahu, kita hanya bisa melihat mereka dari luarnya aja, nggak dari dalam. Aku nggak bisa menceritakan bagaimana kehidupan rumah tangga mereka, karena itu privasi mereka.

In the end of this story, jangan hanya mengomentari apa yang kamu lihat, karena kamu nggak tahu bagaimana sisi samping ataupun sisi belakangnya. Mereka terlihat bahagia dan hidup nyaman, tapi kamu nggak pernah tahu apa yang mereka korbankan untuk bisa mencapai titik ini.

***

Sekarang saatnya menceritakan kisahku yang nggak serumit cerita Bos Kecilku.

Di cerita sebelumnya, aku sudah menceritakan kalau adik laki-lakiku memutuskan untuk menikah terlebih dahulu. Aku dengan iklas hati menerima keputusan itu. Benar-benar bukan masalah bagiku.

Lalu, aku kembali ke Singapura untuk bekerja. Sekarang aku menambah kesibukan dengan kuliah juga. Hal yang memang ingin aku lakukan sejak dulu. Iya, tekadku adalah juga ingin merasakan bangku kuliah, sama seperti kedua adikku. Dan juga memiliki gelar seperti yang lainnya, walau gelarku nggak bisa berderet.

Di universitas itu, aku bertemu dengan seorang dosen muda yang sangat keren. Dia pandai dan juga ceria. Tipe dosen yang banyak disukai mahasiswanya. Namanya Mia Wang, seorang warga Singapura yang hidup dengan sederhana sebagai dosen.

Awalnya aku merasa biasa saja, karena memang aku merasa kami hanyalah sebatas dosen dan mahasiswa. Lagian, kalau aku mendekat, akan ada 2 kemungkinan. Pertama, suasana menjadi canggung dan tidak baik untuk karir Mia karena berkencan dengan mahasiswanya. Kedua, aku ditolak. Hahaha yang kedua itu sangat lucu 😂😂😂

Tapi semua itu berubah ketika kami bertemu di sebuah restoran. Mia yang sedang berkencan dengan kekasihnya tampak mengalami kesulitan. Mereka bertengkar dan menarik perhatian orang-orang disekitarnya.

Kejadian itu berakhir dengan Mia yang dicampakan (hanya asumsiku) dan ditinggal oleh si lelaki itu. Entah apa yang ada dipikiranku malam itu, aku langsung menghampiri dosen kesayangan semua mahasiswa itu dan menemaninya semalaman. Kami nggak melakukan apa-apa, jadi jangan khawatir. Hanya melewati malah sembari berbincang. Bahkan aku nggak berani bertanya tentang apa yang terjadi kepadanya tadi.

Setelah malam itu, kami semakin dekat. Tapi kami masih tahu batasan, sehingga kami merahasiakan kedekatan kami. Nggak enak juga kalau orang lain tahu hubungan kami. Bukannya apa-apa sih, cuma aku juga berusaha menjaga nama baik Mia karena dia adalah seorang dosen.

Bekerja sembari kuliah bukan hal yang mudah. Ada banyak hal yang harus disesuaikan. Bos beberapa kali harus menelan jengkel karena aku tledor dalam mengatur jadwal. Jadi bos memutuskan untuk menunjuk orang yang akan membantuku. Asik, akhirnya asisten pribadi memiliki asisten. Sama seperti Kairo dan asisten pribadi para kakak.

Sejak adanya asisten untukku, aku merasa sangat terbantu. Banyak hal yang nggak bisa aku kerjakan, dikerjakan oleh sang asisten. Dia bernama Eric Wu, yang selalu optimis dan berusaha dengan keran memberikan yang terbaik meski banyak kesalahan. Aku seperti melihat diriku dulu ketika melihat Eric. Masa ketika aku menjadi asisten pribadi Bos bertahun-tahun silam.

Kembali ke kehidupan asmaraku yang nggak menantang ini. Aku akhirnya mendapat kabar bahagia dari adik tersayangku, Fara. Dia memutuskan menikah 2 tahun setelah perbikahan Edo, ketika sudah merasa tepat baginya untuk menikah. Saat itu aku belum ada rencana untuk menikah meski sudah berusia 34 tahun, karena masih sibuk belajar dan bekerja.

Mia memahami apa yang menjadi prioritasku saat ini.

Ini nih enaknya punya hubungan sama orang yang pemikirannya terbuka. Bahwa sebuah hubungan itu nggak harus bermuara ke pernikahan. Dan pernikahan bukanlah akhir dari sebuah hubungan romantis. Aku merasa nyaman dengan Mia yang memiliki pemikiran seperti ini.

Sekali lagi, aku menjadi omongan orang-orang disekitarku ketika aku dilangkahi oleh kedua adikku. Dan sekali lagi pula, aku merasa itu bukan hal yang besar. Bukan akhir dari duniaku. Meski berat, tapi aku tahu Ibu dan Bapak berusaha untuk tersenyum walaupun omongan orang-orang tuh kejam banget.

Di momen pernikahan Fara, aku memutuskan untuk membawa Mia. Aku memperkenalkan Mia kepada keluargaku. Mereka sedikit kesulitan berkomunikasi karena Mia nggak bisa berbahasa Indonesia. Tapi itu masih bisa dipahami dan keluargaku menerima Mia dengan tangan terbuka.

Pada akhirnya, si bujang nggak laku itu membawa perempuan untuk dikenalkan kepada keluarganya. Aku bisa mendengar kalimat itu dengan jelas. Akan ada gosip baru tentangku nanti setelah ini.

Tepat saat aku lulus kuliah, aku memberanikan diri melamar Mia. Aku ingin Mia menjadi teman hidupku dan menyaksikan bagaimana aku berjuang untuk membahagiakan orang-orang yang aku sayangi. Sekali lagi, pernikahan bukan sebuah akhir dari hubungan romantis. Alasan aku meminta Mia menikahiku adalah agar kami bisa terus bersama dalam perbedaan.

Aku menikah ketika usiaku 36 tahun dan Mia yang berusia 32 tahun. Bapak dan Ibu masih sehat ketika aku menikah, doa yang selalu aku panjatkan akhirnya terkabul. Tahun kedua pernikahan, aku mendapat kabar bahagia dari Mia karena dia mengandung buah cinta kami. Seorang gadis kecil yang mirip denganku lahir ke dunia, menambah kebahagiaan kami. Selang setahun, Mia dinyatakan positif mengandung, hal yang diluar rencana kami. Tapi kami menerimanya karena bayi laki-laki itu melengkapi hidup kami.

Berapa lama aku mengabdikan hidupku untuk Bos Kecil? Kalau dihitung mungkin ada sekitar 45 tahun. Ketika aku memutuskan untuk pensiun dan menikmati masa tua, aku merasa memang ini adalah saat yang tepat bagiku. Lagipula, apa lagi yang bisa dilakukan seorang kakek yang sudah berusia 70 tahun hah?

"Terima kasih, sudah menjadikanku orang kepercayaan Anda, Sir. It's an honor for me." kataku, ketika berpamitan.

"Thank you, Deano." ucap Bos dengan tenang.

"May I ask you something?" tanyaku.

Ini adalah pertanyaan yang ingin aku ajukan sejak pertama kali aku bekerja disini. Aku sudah menahannya selama 45 tahun di kepalaku karena terkadang aku lupa untuk menanyakannya ketika kami sedang bersama seperti sekarang ini.

Melihat Bos menganggukkan kepala, aku mengajukan pertanyaan itu. "Apa yang membuat Anda menerimaku, padahal aku bukan orang yang berkompeten di bidang ini?"

Seperti yang sudah aku ketahui, bahwa keputusan akhir untuk menerima asisten pribadi ada di tangan Bos. Walaupun dia berkompeten, tapi kalau Bos bggak menghendaki, ya nggak jadi asisten pribadi. Kalau orangnya nggak berkompeten macam aku, tapi Bos menginginkannya, maka akulah yang menjadi asisten pribadi.

"Karena kamu membalas anggukanku."

Aku terdiam untuk sesaat. Memikirkan apa maksud dari jawaban Bos. Tapi jawaban itu tidak juga aku pahami.

"Aku kesulitan beradaptasi dengan orang baru. Aku hanya ingin orang yang mengerti diriku tanpa perlu menjelaskan banyak, sama seperti Ayah dan Bunda mengerti akan diriku. Dan aku ingin orang seperti itu yang menjadi asisten pribadiku." Bos menjeda kalimatnya. "Para pelamar itu hanya diam saja ketika aku menganggukkan kepala. Memang tidak terlalu jelas, tapi aku bahagia ketika kamu membalas anggukan kepalaku."

Terkejut. Itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana perasaanku. Selama ini, aku memendam pertanyaan itu, berharap mendapat sedikit jawaban yang memuaskan, nyatanya...

Tapi itu sebuah kehormatan bagiku. Aku yang bukan apa-apa ini nyatanya bisa mengabdi selama 45 tahun hanya kepada Bos seorang. Sebuah prestasi mengingat aku adalah orang baru yang masuk ke bidang ini.

Pada akhir masa jabatanku, aku mengucapkan banyak terima kasih untuk Bos dan keluarganya. Tanpa mereka, aku bukan apa-apa. Mungkin aku masih akan menjadi satpam yang tidak akan pernah melihat indahnya dunia luar.

Terima kasih, Mr. Angga Narendra. Pengalaman hidup ini akan aku ceritakan ke anak cucuku, bahwa kita tidak boleh menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja. Bos yang dulu adalah anak yang menyebalkan, nyatanya memang menyebalkan. Tapi dibalik itu semua, ada sosok yang sangat lembut dan penuh perhatian.

Siapa yang sangka?