webnovel

Empatbelas

Fenita tidak akan pernah membayangkan bagaimana kehidupannya setelah berumah tangga. Ada banyak hal yang terjadi yang membuat dia merasa bahwa dia harus banyak bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan.

Kalau dulu sebelum menikah, dia harus bekerja ekstra keras, kini berbeda. Semua fasilitas yang diberikan kepadanya jauj melebihi ekspektasinya. Untuk urusan uang, dia juga tidak perlu khawatir. Setiap bulannya, Fenita akan menerima uang belanja 30 kali gajinya dulj bekerja di restoran. Bahkan dia bisa membeli apapun dengan uangnya tanpa perlu khawatir uangnya akan habis.

Benar, uang Fenita tidak akan pernah habis. Itu membuat Fenita senang.

Satu bulan setelah Fenita resmi menyandang gelar Nyonya Darren, Ibu berhasil keluar dari ICU. Pencapaian yang beliau raih tak lepas dari campur tangan Tuhan dan Troy.

Andai saja lelaki itu tidak menyetujui permohonan Fenita kala itu, dia tidak tahu bagaimana nasib Ibu dan juga andik-adiknya di panti asuhan. Dan dengan uang yang dia dapatkan diawal, Fenita bahkan masih bisa merenovasi panti asuhan setelah menggunakan sebagian untuk biaya pengobatan Ibu.

Sebuah berita bahagia yang mampu menutupi kesedihannya selama ini. Hanya menbayangkan senyum setiap keluarganya, membuat Fenita merasa bahwa dia telah menjadi orang yang berguna.

"Hari ini Mama ngajak ke kantor. Boleh saya ikut Mama?" tanya Fenita, membuka percakapan diantara dia dan Troy.

Sejenak Troy memandang Fenita dengan datar. Kalau bukan karena dia menyebut kata "mama", tentu Troy akan langsung menolaknya. Dengan datar pula, Troy menganggukkan kepalanya.

Setelah sarapan singkat, yang hanya menyeruput kopi dan menggigit sarapannya, Troy keluar rumah untuk bekerja. Tanpa menatap Fenita dan juga tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Mendapat perlakuan yang dingin itu, Fenita merasa sedih. Tapi dia selalu mengingatkan dirinya sendiri tentang perjanjian diantara mereka. Dan juga apa yang terjadi dalam hubungan mereka. Iya, dia hanya perlu bertahan selama dua tahun, dan ini semua akan berakhir.

Bahkan Fenita juga mengetahui bagaimana hubungan sang suami dengan seseorang yang bernama Belle. Meski dia merasa cemburu, dia tidak bisa berbuat apapun. Dan dia juga tidak punya hak untuk melarang suaminya memikirkan perempuan yang terlebih dulu mengisi hati Troy.

"Sayang, kamu udah siap?" suara nyaring Mama menyadarkan Fenita dari lamunannya.

"Mama." Fenita menyambut mama mertuanya dengan senyuman dan pelukan. "Belum, Ma. Ini baru kelar beresin rumah."

Mendengar jawaban sang menantu, Madam Vanesa mengerucutkan bibirnya.

"Darling, kamu Nyonya di rumah ini. Kenapa masih mengerjakan pekerjaan remeh ini?" jelas Madam Vanesa tidak menyukai apa yang menantunya kerjakan.

Fenita tersenyum. "Ma, menantumu ini nggak ada kerjaan. Jadi nggak rugi juga dia menggerakkan badannya untuk membersihkan rumah."

"Ya udah, sana siap-siap. Mama tunggu disini."

"Mama mau minum sesuatu?" tanya Fenita sebelum meninggalkan mama mertuanya untuk ganti baju.

Madam Vanesa hanya menganggkat tangannya dan menggelengkan kepala.

Segera Fenita ke kamar utama untuk berganti baju. Saat ada orang lain atau Mama, Fenita akan masuk ke kamar itu, menuju walk in closet untuk berganti baju. Beberapa baju formal Sengaja Fenita taruh disana agar tidak kesulitan saat ada Mama. Itu juga menghindarkan beliau dari kecurigaan bahwa mereka tidur di kamar yang terpisah.

"Ayo, Ma." Fenita baru saja turun dari tangga.

Dia mengenakan mini dress yang sedikit longgar yang dilengkapi dengan ikat pinggang kecil. Simpel namun tetap memancarkan aura cantik yang tak terelakkan. Sepasang anting menghiasi telinganya, itu adalah anting yang dibelikan Madam Vanesa beberapa waktu yang lalu. Sebuah jam tangan mewah menghiasi pergelangan tangannya. Less is more, itulah prinsip Fenita.

Madam Vanesa sangat puas dengan penampilan Fenita. Baru beberapa bulan resmi menjadi menantunya, dia sudah beradaptasi dengan sangat baik. Bahkan dia bisa memilih baju mana yang pantas untuk dikenakan dalam acara apapun. Itu membuat Madam Vanesa mengurungkan niatnya untuk mempekerjakan fashion stylish pribadi untuk Fenita.

"Ayo." Madam Vanesa menggandeng tangan menantunya dengan riang.

Tiga bulan pernikahannya dengan Troy, terkadang Fenita mengunjungi kantor perusahaan keluarga Darren. Disana dia melihat bagaimana sang suami bekerja, bahkan terkadang dia mengikuti rapat direksi yang berlangsung meski dia hanya akan menjadi penonton. Semua itu karena kuasa sang mama mertua.

Beliau bersikeras Fenita harus belajar bisnis. Karena cepat atau lambat dia merasa sang menantu harus terjun menangani beberapa masalah yang ada di perusahaan. Bahkan kalau perlu, Fenita harus bekerja di perusahaan membantu sang suami.

"Mama udah sampai?" sambut Troy begitu melihat sang mama memasuki ruang kantornya.

"Iya, sama Fenita juga." jawab Madam Vanesa.

Melihat istrinya datang bersama sang mama, Troy dengan luwes memeluk dan mencium pipi istrinya. Sungguh perlakuan yang normal dilakukan sang suami terhadap istrinya. Namun itu bukan hal yang biasa bagi Fenita. Dia masih saja canggung dengan perlakuan Troy. Karena dia tahu, Troy melakukan itu hanya di depan mamanya dan orang-orang.

"Aih Fe, kenapa malu-malu gitu? Kalian kan udah nikah, kiss kiss gitu mah harus dibiasain." goda Madam Vanesa yang melihat Fenita sedikit menghindari ciuman Troy.

"Belum terbiasa Mama sayang." Troy berusaha membela sang istri. Tersenyum sambil membelai rambut Fenita yang sedikit coklat dan panjang.

Tentu saja Fenita hanya bisa tersenyum rikuh saat menerima perlakuan Troy yang tidak biasa itu. Berusaha menutupi kegugupannya.

Kembali ke kesibukan masing-masing, Troy kembali bekerja dengan serius dibalik mejanya setelah menyambut dua wanitanya. Fenita tetap di kantor Troy sembari menunggu Madam Vanesa selesai melakukan beberapa hal dengan para pimpinan direksi.

Meski ini bukan pertama kalinya Fenita melihat Troy yang serius bekerja, Fenita tetap saja terpesona dengan suaminya itu. Aura laki-laki memang berbeda saat mereka sedang bekerja. Itu memang benar adanya.

"Dua minggu lagi kita ke Inggris. Honeymoon." ucap Troy yang bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari dokumen yang ada di depannya.

"Oke." jawab Fenita singkat.

"Udah ada paspor?"

Melihat Fenita yang tidak segera merespon pertanyaannya, Troy menduga bahwa gadis itu belum memilikinya.

"Setelah ini kita urus paspor buat kamu." katanya dengan tenang.

"Apa yang kalian bicarakan?" Madam Vanesa masuk ke ruang kerja Troy tanpa permisi.

"Kita lagi bahas honeymoon, Ma."

Mendengar jawaban Troy, mau tidak mau Madam Vanesa menjadi bersemangat. Terlihat binar matanya yang mampu membutakan pandangan orang lain.

"Abis ini kita mau urus paspor Fenita. Jadi aku ijin ya, Ma."

"Tentu. Tentu saja." Madam Vanesa langsung menyetujuinya. Tak lupa ditambah senyum lebar yang mempesona.

...

Rencana Troy untuk ke Inggris sebentar lagi akan terlaksana. Setelah hampir enam bulan tertunda sejak pertama kali mengetahui keberadaan Belle. Tapi itu hanya masalah waktu. Intinya, dia akan segera berjumpa dengan pujaan hatinya.

Dan benar saja, mamanya tidak menaruh curiga sama sekali saat dia mengatakan akan ke Inggris untuk honeymoon. Sepertinya, menantu mamanya itu menjadi kelemahan sang Nyonya Darren yang terkenal sadis dan tegas. Siapa yang tahu, bahwa perempuan acak yang dibawa ibunya akan sangat berguna untuk dirinya.

"Siapkan semua keperluanku selama di Inggris." kata Troy disambungan telepon. "Juga keperluan Miss Fenita."

Kali ini, dia harus membuat perjanjian tak tertulis lainnya dengan Fenita agar rencananya berjalan dengan mulus. Bahkan kalau beruntung, dia akan bisa meyakinkan Belle untuk menunggunya selama dua tahun. Setelah kontrak perjanjian nikahnya selesai.

"Atau aku melanggar kontrak?" dengan alis yang naik sebelah, Troy memikirkan beberapa kemungkinan.

Tapi kemungkinan yang membuat hatinya paling bahagia lah yang dia yakini akan terjadi. Apalagi kalau bukan bersatunya cinta Troy dan Belle.