Sehari setelah kejadian itu, Pak Leo mengunjungi Rania lagi dengan membawa kue kesukaan Rania, martabak telor spesial. Pak Leo senantiasa berharap Rania akan kembali seperti dulu dan mereka akan bersisihan menikmati cinta mereka.
Pak Leo masih yakin bahwa Rania akan bisa kembali mencintainya, menikmati indahnya Siring Laut diantara terpaan angin, menikmati indahnya makan soto Banjar di perahu apung, menikmati Pantai Sarang Tiung ataupun bergandengan tangan melintasi tiap senti lantai Duta Mall.
Pak Leo sangat ingin kembali merajut kasih bersama Rania, itu sebabnya dia akan melakukan apapun agar cinta dan masa depannya kembali.
Bagi Pak Leo, Rania adalah bagian dari ambisi kelelakiannya. Ia telah menempuh banyak jalur pendidikan namun belum ada satu wanita pun yang berhasil meluluh lantakkan isi hatinya, seperti Rania.
Perumahan megah dengan icon air mancur mewah di gerbang selamat datang, di sanalah Rania tinggal. Kini Pak Leo memasuki kembali jalanan itu menuju rumah Rania berharap Rania ada dan akan menerimanya.
Pak Leo mengarahkan jari telunjuk kanannya pada benda dengan sensor yang menempel di dinding pagar rumah Rania. Benda itu berbunyi, sekali, dua kali, tiga kali tidak ada jawaban.
"Bu Rani." Suara pembantu Rania yang renyah seperti kerupuk itu menusuk gendang telinganya.
Rania yang berada di kamar berdiri menuju pintu, membuka nya perlahan.
"Ada apa ?"
"Itu pak dosennya datang lagi."
"Dosen yang sering membuat ibu menangis."
"Biar saja mbak, pintunya nggak usah di buka, biar saja." Begitu perintah Rania pada pembantunya. Dan pembantunya pun mengangguk setuju.
Rania membuka pintu kamarnya namun memilih tetap berada di dalam sambil menghidupkan televisi.
Beberapa hari ini ia sulit menulis karena pikirannya terlalu kacau dengan keadaan.
Bel masih terus berdentang. Rania mendadak menjadi wanita tuli yang tidak mendengar bunyi sekeras itu.
Hingga bunyi itu pun hilang dengan sendirinya. Mungkin Pak Leo lelah dan pulang ataukah Pak Leo memilih tenang dan menunggu di depan. Rania tidak perduli.
Pak Leo telah berbuat curang pada Rania dan akibat itu semua Pak Leo merasa bisa menggenggam Rania.
Di kamarnya Rania berkutat dengan pikirannya.
Bukankah kedatangannya ke Banjarmasin adalah karena keinginannya untuk melawan Pak Leo.
Bukankah ia mengeluarkan uang banyak semata karena ingin membalas rasa sakitnya akibat di gantung bertahun-tahun oleh Pak Leo.
Bukankah ia punya Tuhan, punya uang dan punya kawan, tiga elemen penting dalam hidup telah ia genggam.
Lalu mengapa ia takut.
Jika hari ini Pak Leo punya kartu 'truft' atas kesalahannya maka sebenarnya Rania pun punya rudal yang sama lalu mengapa mesti takut.
Mengapa regulasinya justru berbalik pada sebuah kenyataan dimana Rania yang terdesak. Ini kesalahan besar.
Harusnya Rania mampu. Harusnya Rania bangkit dan melawan. Mengapa justru rapuh dan merasa malu.
Kemarin Pak Leo bilang bahwa, kesalahan Rania telah menghabiskan uang Pak Leo di ATM bisa diperkarakan oleh istri Pak Leo. Lalu, saat Rania menggadaikan mobil atas nama Pak Leo yang di gunakan untuk pulang kampung adalah sesuatu yang melanggar hukum. Rania gerah dengan ancaman itu hingga ia akhirnya mau bertanda tangan pada surat pernyataan bahwa dirinya mengakui Pak Leo sebagai suaminya.
Rania kemarin tertekan. Rania telah di bodohi.
Rania menyandarkan kepalanya yang berat ke sandaran tempat tidurnya
Mestinya Rania berfikir atau setidaknya minta saran pada mereka yang faham hukum. Dan bila harus mengganti berapa nominalnya. Mengapa Rania begitu bodoh hingga lebih memilih bertanda tangan.
Rania berdiri, membuang pandang pada jendela. Begitulah, orang-orang yang tidak faham hukum akan lebih mudah di bodohi. Terlebih wanita. Ketika perasaannya dikulik, rasa tertekannya bangit, ketakutan menghantui saat itulah wanita terjebak.
Hal itulah yang kini sedang dilakukan Pak Leo pada Rania dan fix Pak Leo adalah makhluk busuk yang hanya bisa menyakiti Rania.
Mata Rania basah.
Ia baru sadar sore ini saat semua sudah terjadi.
Lahir batinnya telah resmi disakiti oleh Pak Leo.
Lima tahun statusnya digantung hingga ia sulit menikah lagi.
Lima tahun tidak dinafkahi
Dan hari ini ia kembali diintimidasi oleh sebuah perkara yang tidak ia ketahui dasar hukumnya.
Rania merasa teramat bodoh.
Sore ini, ia menjadi rindu pada Pak Budiman. Laki-laki baik itu sedang apa ya?
Ia pasti resah memikirkannya.
Pak Budiman bukan siapa-siapa bagi Rania begitupun sebaliknya namun ia seperti seseorang yang membawa peti emas dari negeri penuh harta karun yang dikirim Allah untuk membantu dan perduli pada Rania.
Pak Budiman begitu baik bahkan terlalu baik.
Hari ini Rania baru faham bahwa Pak Leo sedang berusaha menyiram bunga sayang bunga itu telah lama layu.
Apa yang dilakukan Pak Leo sia-sia belaka.
Cinta itu bukan ilmu untung rugi, cinta adalah bingkisan cantik dalam hati.
Untuk orang yang dipilih hati.
Rania makin mantap.
Esok hari ia akan keluar dari kamarnya, berdandan cantik, mengambil uang di atm dan bersiap membalas.
Selamat datang di dunia baru Pak Leo, Rania menggumam dalam samar.
Pak Leo menghubungi Rania, ia kembali mengintimidasi Rania atas tanda tangan dan pernyataannya kemarin.
"Ayah ini beriktikad baik bunda, untuk menyelesaikan semua sengketa diantara kita. Urusan kita kita selesaikan dengan baik kemudian kita hidup tenang layaknya rumah tangga yang lain."
Rania diam, tidak menjawab apapun bahkan tidak melawan meski hatinya seolah tertohok kayu bergerigi.
Andai saat ini dirinya berani berkolaborasi dengan ilmu hitam, ia pasti akan membuat Pak Leo lumpuh total semasa hidupnya.
"Bunda, ayolah. Bunda jangan egois. Seisi kampus semua tahu bahwa bunda istrinya ayah. Kalau ayah mau saat ini juga ayah bisa saja menikahi wanita lain yang lebih muda, tapi ayah tidak lakukan itu bunda. Ayah ingin kita melanjutkan rumah tangga kita. Banyak mahasiswi ayah yang mau dengan ayah tapi ayah tidak tertarik karena ayah masih sangat menyayangi bunda. "Begitu pitutur Pak Leo dan Rania masih memilih diam.
Rania merasa hilang akal menghadapi lelaki yang saat ini bersenandung di telinganya. Ia sebenarnya tahu bahwa keinginan Rania hanya satu MENDAPATKAN PERNYATAAN TALAK ATAS PERNIKAHAN SIRI MEREKA. Pak Leo tahu itu. Apa susahnya meloloskan keinginan Rania toh selama ini mereka sudah tidak bersama.
Dengan kalimat talak itu maka Rania secara agama 'bersih' dari status nya sebagai istri siri Pak Leo. Rania bisa melanjutkan kehidupannya lagi. Menikah dengan orang lain, mungkin.
Bagaimanapun juga Rania butuh melanjutkan hidup dengan mimpi dan harapan baru.
Rania butuh pendamping untuk berkisah tentang rasa sakit dan perih hatinya. Hidup sendiri itu tidak mudah meski beberapa wanita memilih beradaptasi dengan kesendirian. Bukan karena mereka tidak ingin menikah tapi lebih kepada karena mereka sedang mencari sosok yang secara lahir batin 'tepat' dengan seleranya.
Rania butuh menikah, butuh kehadiran lelaki lain untuk mengisi kehidupannya lahir batin. Untuk menggenapi ruang kosong dalam dirinya dan jelas itu bukan Pak Leo.
Rania sudah tidak mau lagi dengan Pak Leo bukan karena Rania tidak punya perasaan apapun pada lelaki itu tapi karena Rania merasa tidak bisa beradaptasi dengan sikap pengecutnya yang sering bersembunyi di balik nama baik, kehormatan dan harga diri.
Rania ingin hidup normal seperti wanita yang lain.
Rania enggan bersaing dengan istri Pak Leo, Rania enggan menjadi teraphys bagi dirinya sendiri. Rania terlalu lelah.
Namun dengan sangat egois Pak Leo memaksakan diri agar Rania kembali dalam pelukannya. Entah apa motifnya hingga sampai detik ini Pak Leo tidak juga membingkis kalimat talak itu untuk Rania.
Bila cinta motifnya mengapa cinta itu baru muncul sekarang ? Dimana Pak Leo lima tahun yang lalu. Saat Rania harus melalui semua penderitaan dan kepedihan seorang diri.
Terbayang wajah pucat dan kaku bayi-bayi mungil yang meninggal karena Rania tidak punya cukup uang untuk mengobati mereka. Terbayang senyum tampan putra Rania yang akhirnya harus pergi tanpa diketahui sebabnya. Rania meradang.
Akankah dengan sejarah kelam itu Rania kembali pada Pak Leo ?
Ya... bukan Pak Leo yang membunuh mereka, tapi Pak Leo telah memasung kehidupan Rania. Pak Leo telah mengkremasi hak Rania. Dicerai tidak diperlakukan baik sebagai istri juga tidak.
"Ayah, kalau ayah ada rizqy bunda boleh minta sedikit saja ayah. Zahrial sakit."
"Bunda punya rekening BNI ?"
"Gak punya ayah." Rania mencoba menghiba pada lelaki yang masih menyatakan dirinya sebagai suami. Sampai mentari di atas kepala uang transferan itu tidak kunjung datang.
Rania hanya bisa menitikkan air mata.
"Bunda pulang saja kemari, nanti ayah akan carikan pekerjaan dan kita bisa hidup lebih baik." Selalu itu kalimat yang Pak Leo iklankan.
Gaji dan tunjangan puluhan juta tidak membuat Pak Leo punya keinginan berbagi sama sekali.
Hari berlalu waktu berjalan. Rania pun tidak lagi menginginkan uang dari Pak Leo. Beberapa lelaki baik datang meminang. Rania tidak berani menerima mereka karena Rania masih resah dengan statusnya. Andai saja Pak Leo bersedia mentalak Rania saat itu maka PASTI Rania akan menikah dengan orang lain serta membangun hidup yang lebih baik dihadapan Tuhan juga manusia. Tapi Pak Leo tidak kunjung melakukannya hingga Rania harus melalui onak duri kehidupannya sendiri.
Beruntung, melalui jejaring media sosial Rania bertemu dengan teman-teman baik yang memahami permasalahannya. Mereka membantu Rania di setiap tikungan kepedihan hidupnya. Mereka demikian perduli, support mereka lahir batin. Ketulusan mereka tidak diragukan. Mereka adalah orang-orang yang layak dibanggakan.
Mereka juga yang akhirnya memperkenalkan Rania dengan sebuah platform kepenulisan sebesar 'INNOVEL'.
Mereka memahami kemampuan Rania dalam menulis. Sejak saat itulah hidup Rania perlahan tapi pasti mulai merangkak naik. Meski semua tidak semulus yang dibayangkan. Tetap ada jalur dan. tikungan tajam yang harus Rania lewati. Dan Pak Leo masih tetap pada kegigihan konyolnya tidak mau mengucapkan kalimat talak untuk Rania.
Beberapa kali sesuai inginnya Pak Leo masih menghubungi Rania namun bila Pak Leo tidak ingin maka Pak Leo akan memblokir WhatsApp nya dan Rania Pun tidak bisa menghubunginya. Pak Leo demikian licik.
"Ayah, bunda akan menikah dengan lelaki lain, tolonglah ayah ceraikan bunda." Rengek Rania lima tahun yang lalu.
"Ayah tidak akan mengeluarkan talak untuk bunda, karena ayah masih sangat mencintai bunda. Ayah masih berharap kita menikah bunda."
Begitu konyol pemikiran Pak Leo. Namun lucunya, dalam kekonyolannya sekalipun Pak Leo tidak pernah datang ke Jawa Timur untuk menjumpai Rania paling tidak untuk melakukan negosiasi tentang rumah tangganya bersama Rania.
Uang Pak Leo banyak, rumah keluarga Rania pun Pak Leo tahu tapi sayangnya tidak sekalipun Pak Leo datang bila memang Pak Leo serius melanjutkan hubungan mestinya ia datang.
Hari ini, saat Rania kembali dengan tampilan yang berbeda, Pak Leo justru mendekat serta memberi label di seluruh tubuh Rania bahwa Rania adalah istrinya. Rania berada dalam kekesalan yang berlipat-lipat.
Diseberang sana, Pak Leo masih juga bicara. Namun Rania memilih diam tidak bersuara.
Beberapa menit kemudian.
'Sunyi' sepertinya Pak Leo telah memutuskan sambungan telp nya.
Rania mengusap peluh yang mendadak muncul di kepalanya. Peluh yang muncul saat udara dingin kamar masih menyentuh pori-pori wajahnya. Peluh yang mestinya tidak perlu ada.
Rania geram.
Ia menunggu pagi tiba untuk melaksanakan misi selanjutnya.