webnovel

- Tentara Sejati

Galesong menyelesaikan orasinya di depan Prajurit Gowa dan Wajo. Setelah selesai, Raja yang masih anak-anak segera pergi dari hadapan mereka. Tanggapan para prajurit pun berbeda-beda.

Ada yang senang hati menerima perkataan dari pangeran, ada yang acuh tak acuh kemudian pergi, ada pula yang mengolok-ngolok pangeran ini baik di dalam hatinya ataupun menampakannya terang-terangan seperti Sero tadi.

"Tuan Pangeran! ini terakol flintlock anda dan keempat butiran bedilnya juga!" ujar Bambang mempersembahkannya sambil membungkuk.

"Tidak usah sampai seperti itu Kakak Bambang. Engkau lebih tua dariku seharusnya lebih pantas aku yang membungkuk," ucap Galesong.

"Tuan Galesong... ucapan Tentara Bayaran Gagak Hitam tadi mohon jangan diambil hati. Kalau perlu Tuanku akan kupotong lidah mereka karena berani menghina Karaeng."

"Itu karena ulah kita, aku merasa gagal sebagai Pemimpin. Rasanya lelah sekali... tapi tidak apa-apa Kakak, aku hanya perlu berjuang lebih keras lagi." - Ujarnya tak terasa air mata jatuh di mata kirinya, ketika sadar ia langsung mengusap dan menundukan kepalanya. 

"Pangeran... seharusnya anak seusiamu tak perlu menanggung beban pemerintahan di seluruh Kerajaan Galesong. Andai saja Pamanmu cakap memimpin," gumam Bambang dalam hati. Pemuda yang 10 tahun lebih tua darinya itu menepuk pundaknya.

"Kau telah melakukan yang terbaik Tuanku, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri."

"Fakta adalah fakta, Kakak. Kita juga masih gagal mendidik mereka untuk mempelajari agama islam lebih dalam itu kenapa kesyirikan dan takhayul merajalela. Bahkan pistol ini maksudku terakol ini dianggap sebagai senjata yang mampu mengeluarkan mantra petir." ucap Galesong sambil memandangi pistol itu, berusaha untuk terlihat tegar di hadapan bawahannya. 

Setelah bercakap-cakap dengan para bawahannya, Galesong segera memerintahkan para prajurit yang masih berbaris untuk mengumpulkan mayat-mayat agar bisa dimandikan nantinya. 

Burung-burung Gagak telah mematuk-matuk daging mayat yang bergelimpangan di kedua belah pihak dengan lahapnya. Terlihat salah satu gagak hinggap di salah satu mayat lalu mematuk bagian mata mayat itu dan melahap bulat-bulat bola matanya. 

Galesong melihat gagak itu dengan tatapan yang sayu. Pemakaman massal digelar pada malam hari, satu persatu jenazah yang telah disholati di letakan berdampingan dengan rapi di liang besar sebelum akhirnya liang itu ditutup dengan tanah.

Perang kecil ini telah berakhir, namun perang berskala lebih besar lagi mungkin tidak akan bisa untuk dihindari. Galesong yang hanya merenung di malam yang sunyi itu sadar, akan ada lebih banyak lagi kuburan masal bermunculan nantinya.

--

Malam itu ditempat yang lain, Sero bersenang-senang dengan kawannya. Khamr dan wanita penghibur didatangkan untuk merayakan kemenangan Gagak Hitam waktu itu.

"*Hik* mana 3 perjaka itu, harusnya mereka ikuy bersenang-senang. Apalagi si Temmalara itu perjaka tulen *hik* haha," ujar Sero.

"Untuk apa mempedulikan bocah-bocah itu Sero, bukannya kau tidak suka ya kalau anak gadismu diganggu!" balas Tiku.

"Tidak seperti biasanya, mungkin saja sekarang ia terbuka ingin menikahkan putrinya dengan mereka, umur putrinya sudah 13 tahun!" spontan sahut Padada.

"Berisik! *Hik* tidak akan kubiarkan anakku menikah dengan orang tidak benar! tuaknya (Khamr) lagi tolong! cepat sialan!" teriak Sero meminta khamr lagi.

Doraemonku sang ketua tidak ikut dalam pesta itu masih tidak sadarkan diri, Mario ditugaskan untuk menjaganya. 

Temmalara berada di sebelah Anakbatu, ia menemani dirinya yang sedang bersedih karena kematian Lamboga. Bagi Temmalara, Lamboga bukan siapa-siapanya. Akan tetapi bagi Anakbatu, Lamboga Anak dari Sumbawa itu sudah dianggap seperti saudara sendiri.

"Lamboga!" - Tangis Anakbatu

"Sudah tidak apa-apa, keluarkan saja," sahut Temmalara menepuk pundak Anakbatu.

"Bodoh! makan itu jadi Jendral!" teriaknya semakin histeris tidak terkendali.

Karena berisik, Temmalara meninggalkan Anakbatu sendirian dan kembali ke markas. Sesampainya di dekat markas, tidak seperti yang dibayangkan olehnya dengan suara berisik keadaan sunyi.

Sepertinya di markas tidak ada siapa-siapa kecuali Doraemonku dan Mario. Ketika hendak membuka pintu rumah panggung itu, gagang pintu itu dibukakan oleh seorang gadis yang sepantaran dengannya.

"Kau bukan Anggota Gagak Hitam kan? sekarang silahkan pergi." ketus Temmalara, hendak menutup pintu itu lagi.

"Jahatnya aku ini Lakiung wanita penghibur. Kau pasti lelah kan ingin dihibur?" tanya Lakiung.

"Me...menghibur apa? memangnya kau bisa sirkus?" tanya Temmalara.

"Orang ditanya malah balik bertanya kau pura-pura polos atau apa? temanmu yang lain sudah bersenang-senang di Tempat Spesial." jawab Lakiung mulai bergerak menyentuh tangan Temmalara.

"Ki...kita bukan muhrim kau terlalu dekat," - balas Temmalara ingin menjauh.

"Kita kan masih muda kau mau tidak kuajari bersenang-senang,"

Mendengar ucapan itu Temmalara langsung menepis tangannya dengan tatapan jijik, Lakiung langsung tertawa dengan reaksinya.

"Haha kau ini benar-benar perjaka di antara perjaka."

"Bukan urusanmu aku tidak peduli, orang tuaku pernah berpesan untuk tidak mendekati zina apalagi melakukannya?" tanya Temmalara.

"Asal kau tahu saja aku disuruh oleh Paman Sero untuk menghiburmu. Katanya hadiah karena kau berhasil nembunuh Pimpinan Musuh. Gagak Hitam akan mendapat hadiah yang besar oleh Arung Matua Wajo. Tapi ya ternyata orang yang membunuhnya adalah pecundang naif."

"Pergi sana! aku mau tidur!" bentak Temmalara.

"Kau mau aku temani? tampan juga kau ini ya," balas Lakiung.

"Lakiung pergilah!"

--

2 Hari Kemudian

Kavaleri Wajo yang berjumlah 100 orang dipimpin oleh Raja Arung Wajo, La Tenrilai Tosengeng datang lebih awal ke Pitumpanua dibandingkan infatrinya yang berjumlah 1900 Prajurit. 

Pasukan Berkuda pimpinan Raja memang harus mempersiapkan kedatangan Infantri terlebih dahulu. Sesampainya di lokasi, Tenrilai terkejut setelah diberitahu oleh informannya bahwa pertempuran sudah berakhir sejak lusa.

Galesong yang mengetahui dari telik sandinya tentang kedatangan Arung Wajo segera mmpersiapkan diri untuk menjelaskan semuanya dan juga maksud kedatangannya ke Tanah Wajo. 

Meskipun secara teknis Kerajaan Wajo adalah bawahan Kesultanan Gowa namun tetap saja Bangsawan Gowa tidak bisa seenaknya memerintah di Wajo ataupun sebaliknya.

"Maafkan kelancangan hamba Yang Mulia paduka Arung Matoa Wajo. Hamba datang ke Pitumpanua untuk menghancurkan pemberontakan yang rumornya terdengar sejak beberapa minggu yang lalu. Sekali lagi maafkan kelancanganku," ujar Galesong sambil membungkuk.

"Tidak, tidak perlu meminta maaf justru aku kagum denganmu di usia yang masih 10 tahun, Kau sudah bisa berperang dan memimpin pasukan. Andai saja anakku Palili bisa sepertimu usianya sudah menginjak 17 tahun tapi masih saja belum berubah," balas Tenrilai.

"Terima kasih Paduka,"

"Ah tidak perlu terlalu baku nak, kau bisa bersikap seperti anak normal panggil saja Paman ya.'

"Baik paman,"

"Oh ya kudengar mantan gerombolan perampok Gagak Hitam itu berhasil membunuh Kapten musuh ya. Aku berniat ingin menjadikan orang yang membunuh Kapten itu sebagai Prajurit resmi Wajo. Kau tahu identitas pendekar itu?" tanya Tenrilai, diam-diam Arung itu ingin membaca kepribadian Raja Kecil dihadapannya.

"Namanya adalah Temmalara berusia 17 tahun. Sifatnya kekanak-kanakan dan dia bukanlah Pendekar Tangguh seperti apa yang Penyampai Pesan Paman katakan melainkan hanya seorang petani pengangguran. Tidak tahu sopan santun, tidak pernah belajar agama, tidak tahu etika, tidak tahu apa-apa, buang-buang waktu saja mengangkat orang seperti itu sebagai prajurit." jawab Galesong, terlihat jelas dari wajahnya ia masih kesal dengan Temmalara.

"Haha kau ini terlalu cepat menilai orang Galesong. Jangan seperti itu, hal itu bisa saja menjadi pedang bermata dua untukmu di kemudian hari."

"Apa Paman yakin tidak salah pilihan? lebih banyak rakyat jelata lain yang pantas untuk menjadi prajurit resmi selain dirinya. Kenapa harus dia Paman tolong katakan,"

"Alasannya karena aku juga mendengar laporan kalau ia bisa menembak terakol dengan tepat. Dia pasti memiliki bakat terpendam yang berguna untuk Wajo."

"Ah Paman itu hanya keberuntungan dia saja, hanya kebetulan saja dia bisa menembak setepat itu. Mana mungkin dia punya bakat militer ada-ada saja Penyampai Pesan itu," balas Galesong dengan sinis.

"Galesong! sudah kuperingatkan!" bentak Tenrilai.

"Maaf Paman," ujar Galesong.

"Intinya aku mau Temmalara itu masuk menjadi tentaraku dan kalau kau mau, maukah kau mengunjungi Tosora. Setidaknya main-main dengan Palili siapa tau dia mau berubah."

"Baik Paman"

--

Saat itu Temmalara sedang bersantai di atas kursinya. Setelah beberapa hari, mereka bertiga perlahan menjadi lebih akrab dengan anggota Gagak Hitam yang lainnya. Siang itu, sebentar lagi hal yang ditunggu-tunggu oleh mereka semua akan tiba.

Terlihat dari kejauhan, seorang Penyampai Pesan datang membawakan uang yang banyak. Doraemonku yang keadannya sudah agak pulih kesehatannya segera bergegas menyambut kedatangannya.

"Seperti perjanjian di atas perkamen kemarin, ambilah 100 dirham kalian." ucap Prajurit itu.

"Dimana bonusnya? kami berhasil membunuh Pimpinan musuh minimal 2 Dinar," ujar Doraemonku.

"Masih untung kami mau membayar bekas perampok sialan seperti kalian. Seharusnya kalian lebih pantas dipenggal di depan umum. Hoy dimana anak yang bernama Temmalara? Arung Matoa Wajo punya keinginan khusus untuk anak polos malang yang kalian paksa untuk menjadi anggota,"

"Kurang ajar! dia sendiri yang ingin bergabung," - ketus Doraemonku.

"Terserah kau saja Doraemonku," ketus Penyampai Pesan itu dengan sinis.

"Mana bonusnya!"

"Cepat panggil saja anak itu, aku banyak pekerjaan untuk menyampaikan pesan ke Wanua lain!" bentak Penyampai Pesan itu.

Setelah dipanggil, Temmalara langsung menghadap penyampai pesan itu. Alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui kalau dirinya sudah sah menjadi Prajurit Wajo, Ia pun diberi kalung penanda Prajurit Wajo oleh Penyampai Pesan tersebut.

Itu pertanda bahwa mulai saat ini uang akan terus mengalir kepada dirinya. Temmalara berhasil memiliki pekerjaan yang mapan.

"Baiklah aku terima tapi aku harus pulang dulu ke Makassar," ujar Temmalara.

"Nak kau harus ke Benteng Tosora setelah urusanmu selesai. Kita banyak pekerjaan sekarang, disana kau akan diarahkan masuk ke regu mana dan kaptenmu siapa. Ewako Wajo, ewako Bangsa Bugis!" ujar Penyampai Pesan itu.

"Rewako Wajo, rewako Bangsa Bugis!" sahut Temmalara.

"Haha krisis identitas," sahut Doraemonku sambil tersenyum dan menepuk pundaknya.

Setelah mendapat pesan itu, Temmalara beserta Mario dan Anakbatu mohon pamit kepada Doraemonku dan yang lainnya.

Mario dan Anakbatu trauma setelah perang itu usai. Sangat berbeda dengan Temmalara yang justru lebih bersemangat setelah resmi menjadi Prajurit Wajo. Hatinya terasa seperti ladang bunga setelah dinyatakan resmi menjadi tentara profesional.