webnovel

- Kemenangan Wajo

Cipratan darah segera menyembur dari samping leher kapten itu. Terakol itu mengeluarkan timah panas berkecepatan tinggi yang menghantam tepat mengenai lehernya tanpa ia sadari. 

Seketika Kapten itu langsung ambruk menimpa Temmalara, perlahan darahnya membasahi baju yang dikenakan olehnya. Temmalara yang sedari tadi menutup matanya langsung bangkit setelah mencium bau amis. Ia mendorong tubuh Kapten itu dan melihat siapa orang yang telah menyelamatkannya.

"Tidak kusangka engkau ada disini Anak Manja. Kenapa tidak kau urus saja wilayahmu sendiri?" tanya Temmalara tersenyum sinis, namun tidak dapat menyembunyikan kelegaan yang terpencar setelah Galesong menyelamatkannya.

"Hoho Kakak kau mau kabur ya dari perang? itu dosa besar. Berusaha sinis namun senang, jujur sekali Temmalara. Kau mau main-main dengan Raja dari Galesong ya," jawab Galesong.

"Berani juga ya kau tidak sopan kepada orang yang lebih tua. Lagipula bukan urusanmu Pangeran. Kau itu hanya bocah 10 tahun, anak manja yang hidup dalam kemewahan sepertimu mana tahu arti kehidupan yang sesungguhnya."

"Oh ya aku ingin tahu kehidupan yang kau banggakan itu seperti apa Kakak," tantang Galesong.

"Yang jelas hidupku jauh lebih berwarna dari hidupmu yang hampa dibutakan gemerlap kemewahan. Sudahlah mengaku saja kau yang kesepian pasti tidak memiliki teman yang seumuranmu. Intinya aku ini dengan bangga dan bahagia menggarap tanaman di ladang..." - ujar Temmalara agak linglung berjalan perlahan ingin menyandarkan tubuhnya ke pohon.

Temmalara yang sedang duduk berbicara menghadap Galesong seketika membisu ketika Kapten yang berlumuran darah itu mulai bangkit dan berlari ke arah Sang Pangeran. Ia tidak mempedulikan Temmalara yang berada tepat di sampingnya. 

Yang paling terpenting di pikirannya saat ini adalah membunuh pimpinan tertinggi musuh untuk menghancurkan moral dan agar orang Bugis yang masih tunduk kepada Gowa mau ikut memberontak.

Galesong dengan cepat mengambil pistolnya yang kedua, Kapten musuh yang melihat bidikan itu terarah kepadanya dengan sekuat tenaga melompat dan mengambil posisi roll depan.

Dor!

Bruk!

Asap putih keluar dari pistol namun tidak terjadi apa-apa. Kini kedua tangan Kapten itu menggenggam kuat leher Sang Pangeran. Badannya yang kecil langsung terdorong sampai ke pohon, Galesong berusaha bertahan dari musuh yang mencekiknya.

"Bocah! kau pikir kami ini memberontak karena kami ini kumpulan orang-orang jahat! Kalianlah orang Gowa yang zalim kepada kami. Itulah mengapa kami memberontak! siri kami terkoyak-koyak di Pasempe! sekarang mati kau sialan! Bone akan menang dan merdeka!" teriak kapten itu.

"Untu...k apa me...rd...eka kal...au melarat!" balas Galesong berusaha berulang kali meloloskan diri dari cekikan itu dengan berbagai cara.

Brak!

"Kau masih terlalu kecil untuk mengerti bocah!" balasnya setelah Kapten ini menendang perutnya.

Temmalara yang menyaksikan Sang Pangeran diserang tidak tinggal diam. Ia mengambil parang milik Kapten itu yang tergeletak di tanah. Dengan parang tersebut, dari belakang Temmalara berlari sekuat tenaga dan menikam punggungnya. 

Srat!

Tikaman itu menembus dari punggung hingga dada kanannya. Kapten itu perlahan menoleh ke belakang. Sementara darah mengalir dengan derasnya ketika Temmalara mencabut parang dari punggungnya. Kapten itu perlahan ambruk ke tanah. 

"Heh... kalian berdua Pemuda yang beruntung,"

Brak!

Temmalara melihatnya dengan raut wajah yang menunjukan rasa bersalah, lalu melihat telapak tangannya yang telah berlumuran darah. Tanpa sadar parang itu terjatuh dari telapak tangannya. Ia hanya diam dan membisu, sejenak memikirkan apa yang dilakukan olehnya barusan.

Galesong mulai bangkit seraya beberapa kali batuk dan memegangi lehernya. Tidak begitu lama ia mendekati Temmalara kemudian menepuk pundaknya untuk menyadarkannya dari lamunan.

"Menumpahkan darah terasa memilukan bukan?itulah tanggung jawab seorang Bangsawan yang diemban sejak lahir."

"Pangeran!" teriak Daeng Bambang.

Galesong melirik ke arah Pemimpin para Prajurit Penunggang Berkuda yang berteriak memanggil namanya. Mereka adalah Kavaleri Kesultanan Gowa sekaligus Pengawal Pribadi Karaeng Galesong.

Dalam sejarahnya para bangsawan apalagi bangsawan tinggi seperti laraeng, jelas memiliki pasukan pribadi yang setia kepada bangsawan itu. Biasanya perekrutan anggota baru diambil dari daerah yang diamanahkan oleh Sultan kepada mereka.

"Pangeran anda terlihat pucat. Kalian cepat bawakan Tabib! Karaeng kita terluka," seru Daeng Rongkasi, salah satu bawahannya.

"Tidak perlu hanya beberapa luka gores tinggal diludah nanti juga sembuh sendiri. Kenapa kau malah kesini bukannya mengurus wilayahmu!? memangnya uhuk... proyek pembangunan di wilayahmu sudah selesai?"

"Ya maafkan aku tapi Tuan Pangeran!"

"Tidak ada kata tapi, kalau kalian memang setia kepadaku, sekarang kalian bantu Tentara Wajo yang masih tersisa. Kau Kakak Rongkasi beri pesan kepada Infantri kita untuk menggempur para pemberontak itu. Suruh Kakak Bambang untuk mengambil alih pertempuran. Aku akan menyelesaikan urusan terlebih dahulu disini sendirian."

"Tapi Tuanku keselamatanmu bagaimana? bisa saja ada musuh yang bersembunyi di semak-semak," Rongkasi masih tetap bersikeras.

"Hah... ya sudah 10 orang kawal aku! sisanya ikuti rencana! Rewako (Bahasa Makassar: Hidup) Gowa-Tallo!"

"Rewako Makassar!" sahut para Pengawal itu.

Temmalara langsung berjalan menuju ke arah Mario. Anakbatu yang melihat pertarungannya dari tadi, segera datang mengambilkam parangnya yang terjatuh tadi. Temmalara langsung membersihkan darah yang menempel di parang itu.

"Anakbatu kau bersihkan dan tutup lukanya Mario," ucap Temmalara.

"Baik Kakak," balas Anakbatu.

"Pelan-pelan sakit... akhirnya aku tidak menyangka kau ternyata diam-diam punya ilmu kesakitan Temmalara!" sahut Mario.

"Hebat kakak, terbaik" - Sahut Anakbatu

"Haha mana ada itu semua berkat senjata anak manja itu, senjata ajaib itu memuntahkan api dan asap. Biasa sihir para bangsawan, Cih!" Ketus Temmalara sambil meludah ke tanah.

"Astagfirullah seharusnya kau bersyukur pangeran membantu kita," balas Mario.

"Halah kalau bapakku Sultan Hasanudin, aku juga bisa seperti itu!" seru Temmalara.

"Iri Dengki itu tidak baik kak," balas Anakbatu.

"Kalian berdua tunggu disini, aku akan membantu pimpinan kita Doraemonku." ucapnya kemudian berlari ke arah Galesong.

"Jangan gila seperti tadi kau punya Anak dan Istri!" balas Mario.

"Galesong kau memiliki kedua senjata ajaib itu, aku pinjam satu!" - Teriak Temmalara pada Galesong yang masih berada disekitar situ

"Beraninya kau lancang pada pangeran! jika ada perlu mendekat kesini!" teriak salah seorang Pengawal.

"Akan kami potong lidahmu itu!" bentak Pengawal yang lain.

"Kalian diamlah, baiklah Temmalara!" teriak Galesong yang sedari tadi berjalan kaki mendekati Temmalara.

Tidak jauh dari tempat itu, Galesong memberikan salah satu terakolnya kepada Temmalara. Langsung saja Temmalara menirukan gaya menembak Galesong, moncong terakol itu telah terarah ke wajahnya.

"Ternyata seperti ini cara mengeluarkan mantra petirnya?" tanya Temmalara pura-pura bodoh.

"Lancang sekali ya Temmalara,"

"Bercanda kau ini selalu saja serius, seharusnya anak seusiamu itu bermain sambil bantu orang tua bukannya jadi Raja."

"Sudah puas?"

"Haha puas sekali Galesong maka dari itu tolong ajari aku Tuan Pangeran,"

"Jadi kau memilih jalan seperti kami padahal benci dengan bangsawan ya baiklah. Asal kau tahu Kak ini bukan senjata ajaib tapi namanya Pistol Flintlock kita di Alam Melayu menyebutnya dengan Terakol,"

"Ini senjata mahal kan?"

"Jelas model senjata yang kau pegang itu dibuat oleh Pandai Besi dari Tallo. Hanya kesultanan ini yang sanggup membuat yang model flintlock, sedangkan di kerajaan yang lain, pandai besi mereka belum sanggup membuat model ini mereka hanya sanggup menciptakan yang Matchlock atau bersumbu tali."

"Berarti senjata ini harua diisi dengan tenaga dalam? wah... aku tidak punya tenaga dalam." - ujar Temmalara kebingungan sambil memandangi benda itu.

Galesong langsung menginjak kaki Temmalara

"Sakit bocah!"

"Itu balasan yang kemarin haha, rasakan itu!"

"Sialan!"

Kemudian setelah selesai bercanda sejenak, Galesong menunjukan cara penggunaan terakol ini.

Dor!

"Jadi lihat ini Temmalara, ada pembersihnya. Setiap kali kau ingin mengisi peluru dengan bulatan bedil kau harus membersihkan lubangnya. Kalau lubangnya tidak kau bersihkan terakol ini akan meledak di tanganmu. Oh ya ketika sudah menembak jangan pernah lupa isi sendawanya." ucap Galesong sambil memperagakan cara menggunakan terakol.

Temmalara mulai memperagakan cara penggunaan pistol. Mulai dari menembaknya sampai mengisi peluru dan membubukan sendawa. Tangannya yang cekatan membuat ia dengan mudah menirukan pelajaran yang diberikan Galesong.

Dor!

"Luar biasa jadi bola-bola ini diisi dengan ilmu kanuragan, ajian dan mantra!" sahut Temmalara.

"Astagfirullah hal azim, bola-bola itu adalah bubuk mesiu jangan sedikit-sedikit khurafat terus. Biasa saja," Galesong langsung menepuk jidatnya karena menahan kesal

"Aku orang desa, lalu kau mau apa bocah kota?" balas Temmalara.

"Kurang ajar..." sahut Galesong menahan kekesalannya kemudian berbalik ke arah pengawalnya.

Galesong telah berada atas kudanya, maju ke medan laga dan langsung mengambil alih kepemimpinan.

Temmalara telah dipinjamkan terakol oleh Galesong. Dengan senjata itu, meskipun hanya memiliki 5 peluru ia yakin seirang diri dapat menolong Doraemonku dan Gagak Hitam lainnya.

Terakol itu digenggam tangan kanan, parang digenggam tangan kiri. Setelah menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan-lahan, Temmalara langsung berlari sekencang-kencangnya ke arah Gagak Hitam yang saat ini terkepung oleh puluhan musuh.

--

Doraemonku sangat kelelahan, tubuhnya terkena tebasan parang dimana-mana. Begitu pula dengan Sero, Tiku salah satu pemanah terbaik Gagak Hitam telah kehabisan anak panah. Keadaan semakin gawat ketika musuh semakin banyak mengerumuni mereka sementara teman-teman mereka telah berguguran satu persatu. 

Meskipun telah dikepung dari semua arah dan tidak ada harapan untuk bisa menang, Tentara Bayaran Gagak Hitam dan Sambaran Petir tak mau menyerah begitu saja. mereka terus-terusan melancarkan serangan demi serangan di pepohonan itu meskipun kini diantara mereka hanya tersisa 15 orang.

"Hahaha Padada! Tiku! kalian berdua pasti masih ingat ketika masa jaya kita dulu!" sahut Sero.

"Jelas kawan kita menjarah dan minum khamr sepuasnya, dan bersenang-senang dengan kupu-kupu malam. Hidup masa-masa indah!" balas Padada.

"Woohooo! kupu-kupu malam!" - Sero semakin bersemangat ketika terlihat pemberontak mulai menyerang balik.

Arrrggghhh!

Srat!

Ting!

Para pemberontak mulai menyerbu Gagak Hitam kembali, namun dari belakang tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras memekakan telinga. Suaranya menggema di seluruh penjuru hutan disertai asap putih yang kekuar dari moncong senjata.

Dor!

Arrrgghhh!

Salah satu pemberontak terkena peluru di bagian kepala dan langsung ambruk ke tanah. Melihat rekan mereka tewas karena senjata yang sangat misterius, para pemberontak menjadi ketakutan dan terkejut.

Sementara Sero langsung mengikuti serangan Temmalara dengan menebaskan parangnya secara membabi buta.

Seketika musuh mulai mundur dari Hutan itu dan bererlarian ke arah semak-semak karena ketakutan menjadi mangsa senjata itu selanjutnya.

"Kabur!" teriak para pemberontak.

"Pendekar!, Pendekar Sakti!"

"Anak itu pu... punya senjata yang mengeluarkan mantra petir!"

Temmalara segera menghampiri orang yang barusan ia tembak, setelah diperiksa ia sudah tidak bernyawa lagi. Peluru itu tepat mengenai ubun-ubun kepalanya, Doraemonku yang dari tadi bertarung habis-habisan telah ambruk ke tanah karena luka yang ia derita. 

Sero mengambil alih pimpinan Gagak Hitam untuk sementara, Sambaran Petir yang tidak mau kalah sudah maju duluan meskipun anggota mereka hanya tersisa beberapa orang.

"Hehe hebat juga kau perjaka!" sahut Sero.

"Siapa dulu Temmalara, pemilik terakol ini" teriak Temmalara.

"Memangnya kami tidak tahu senjata api dasar bodoh. Kami ini tidak sebodoh para pemberontak dungu itu haha."

"Benar juga pantas Paman tidak ketakutan,"

"Kau tahu nak, sudah waktunya untuk lulus ujian kedewasaan Temmalara! benar tidak kawan-kawan!" teriak Sero sambil menepuk pundaknya.

"Harus itu!" sahut Tiku dan yang lainnya.

"Ujian kedewasaan apa itu?" tanya Temmalara.

"Kupu-kupu malam kau mau tidak?" 

"Hah memangnya ada kupu-kupu yang terbang di malam hari? jujur aku baru tahu..." jawab Temmalara dengan polos .

"Ya sudahlah Anak Polos sepertimu tidak perlu tahu aku hanya bercanda saja. Terima kasih sudah menyelamatkan nyawa kami tadi Tuan perjaka haha," ujar Sero.

--

Saat mereka sudah keluar dari hutan, kembali ke pepohonan bambu tempat medan laga yang sebelumnya. Kavaleri Gowa yang dipimpin oleh Galesong berhasil menghabisi para pemberontak dan membunuh para petinggi mereka.

Kavaleri Gowa telah menawan banyak sekali tawanan perang serta membebaskan warga yang ditahan oleh pemberontak. Milisi Wajo yang masih tersisa bersuka cita atas kemenangan ini

Galesong yang sudah menaiki kudanya, Kemudian membariskan para Tentara Gowa maupun Wajo. Anak berusia 10 tahun itu terlihat jelas memancarkan aura seorang Jendral. Di antara barisan para prajurit itu, Anakbatu yang berada di samping Temmalara tidak kuasa menahan tangisnya ketika melihat sosok Galesong.

"Kenapa kau menangis?" tanya Temmalara.

"Aku tidak menangis hanya sedih saja,"

Temmalara hanya dapat menepuk pundak kawannya itu. Ia mengerti bahwa sebaiknya Anakbatu dibiarkan saja.

"Kalian semua yang disini! tanpa sadar merayakan kemenangan! bergembira seperti orang bodoh! Padahal kita telah menumpahkan darah sesama muslim. Menumpahkan darah saudara kita sendiri. Kemana ukhuwah islamiyah kita! kita akan jadikan perang ini sebagai pelajaran berharga! kita akan mandikan, sholati, khafani, dan kuburi mereka. Karena mereka adalah saudara muslim kita juga!"

"Kau saja sendiri kami tidak mau!, kami hampir mati karena mereka!. Biarkan saja mayat mereka dipatok burung gagak haha diurusi. Perang tanggung tidak seru, ayo Gagak Hitam dan kau perjaka!. Kita pergi dari desa ini ke markas. Kau tukang muntah dan bocah cengeng bawa itu Doraemonku!" teriak Sero.

"Baik!" serempak jawab mereka bertiga.

Waktu itu Temmalara hanya diam merenung sejenak mendengar kata-kata Galesong. Ia pun menyuruh salah satu prajurit Gowa untuk mengembalikan terakol miliknya bersama dengan bulatan bedil.

Serelah menyelesaikan urusan mereka, Tentara Bayaran Gagak Hitam meninggalkan laga menuju markas. Menunggu upah dari Arung Pitumpanua atau Arung Wajo sendiri.

Bonus: Character Info and Fun Fact 

1.Temmalara 

Nama: Puli Temmalara (Bahasa Bugis: Tak tergoyahkan) Ia dinamai demikian oleh ayahnya karena ayah dan ibunya bingung mau menamainya apa. 

Tempat tanggal lahir: Kampung kecil dekat Kota Bantaeng, akhir 1647.

Hobi: Lari pagi

Tinggi badan: 159cm 

Visual: Sebenarnya berwajah tampan dan hidungnya mancung berkulit coklat kegelapan. Jika dibandingkan pria kebanyakan jelas ia diatas rata-rata namun karena terbiasa bekerja kasar, akibatnya rupanya tak terlalu nampak dengan glowing sedikit tentu ia akan didekati banyak wanita.

2. Mario 

Nama: Mario (Bahasa Makassar: Bahagia), Ibunya ingin anaknya bahagia nanti. 

Tempat tanggal lahir: Kampung kecil dekat Kota Bantaeng, akhir 1647.

Hobi: Memandangi gadis-gadis desa secara diam-diam 

Tinggi badan: 164cm 

Visual: tidak tampan, ditambah bekas cacar di wajahnya saat masih kecil yang hampir membuatnya buta. Berkulit coklat kegelapan sama seperti Temmalara, namun badannya kurus tidak berisi terkadang seperti orang linglung kalau jalan berbeda dengan Temmalara yang badannya berisi dan agak kekar. 

3. Anakbatu 

Nama: Anakbatu-batu (Bahasa Melayu: Anak dari Batu atau Anak yang memiliki kegigihan sekeras batu.)

Tempat tanggal lahir: perkampungan orang pinggiran dekat bantaran sungai, di dalam Benteng Somba Opu, Awal 1651. 

Hobi: Tidur siang, menanyakan gosip atau sekedar bertanya-tanya untuk menghabiskan waktu. 

Tinggi badan: 149cm 

Visual: Berbadan agak besar dengan bahu yang lebar. Muka pasaran, berkulit coklat kegelapan. Senang untuk memakai pakaian compang-camping ketika berada di dalam kota. 

4. Lamboga 

Nama: (Bahasa Sumbawa: Lambola namun orang tuanya menginginkan nama yang lebih unik maka jadilah Lamboga.) 

Tempat tanggal lahir: Kota kecil Labuan Bajo, Akhir 1650 

Hobi: Bermain pedang dengan kayu, berlatih tombak dengan tongkat dan melatih kekuatan hantaman dengan perisai dari papan. 

Tinggi badan: 170cm 

Visual: Sangat tinggi pada masanya, berbadan berisi kekar. Uratnya terkadang terlihat menyembul keluar, tatapannya tajam dengan muka pasaran. Rambutnya panjang tak pernah ia potong, berkulit coklat kegelapan. 

5. Witta 

Nama: Witta Ani (Bahasa Melayu dan Arab: Bijaksana dan murah senyum), keluarganya tidak terlalu terpandang di desa namun dihormati semua orang. 

Tempat tanggal lahir: Kampung kecil dekat Kota Bantaeng, akhir 1647.

Hobi: Memandangi langit ataupun bintang-bintang. 

Tinggi badan: 145cm 

Visual: Kamboja di desanya, banyak laki-laki bahkan dari luar desa yang mau meminangnya namun ditolak karena mereka tidak mau serius dengan cepat serta tampang mereka yang biasa-biasa saja. Berkulit coklat kekuningan hampir mendekati kuning cerah. 

Fun Fact 

Berbeda dari pandangan orang kebanyakan, singkong bukanlah tanaman asli pokok dari nusantara melainkan berasal dari Amerika yang pertama kali bibitnya di jual oleh Spanyol. Justru Tebu dan Sagu, adalah tanaman asli yang berasal dari nusantara.

Sebelum adanya singkong dan kentang, masyarakat Nusantara telah membudidayakan Lobak terlebih dahulu bersamaan dengan teh yang dibawa pedagang Cina. 

Kopi diperkenalkan pertama kali di Aceh oleh Turki Usmani lalu dengan cepat dibudidayakan oleh Kerajaan di Nusantara, bahkan perang antara Arung Palaka melawan 3 Konfederasi Toraja pada tahun 1680an dinamai Perang Kopi. 

Tulisan yang dipakai pada masa Kesultanan Gowa adalah tulisan Arab untuk umum dan tulisan lontara untuk sastra. Tulisan latin baru dominan kita pakai setelah dijajah oleh Belanda. 

Makanan sehari-hari rakyat jelata pada masa ini adalah beras ketan dan sagu, jagung belum terlalu mendominasi ladang pada masa itu. Beras putih biasanya diperuntukan bagi kaum bangsawan atau orang yang mampu membelinya.