Malam minggu, keluyuran? Sorry, udah nyaman sama kasur di kamar.
-Jomblo-
©Kei.
*
"Kenapa Pak?"
Kalau dipikir Tria akan meninggalkan Hilman demi Gean, maka semuanya salah. Kenapa Tria harus meninggalkan Hilman kalau dia bisa mengajak Hilman bertemu Gean, Tria sendiri sudah tahu bagaimana kelakar bosnya. Gean masih tahu tatakrama yang tidak akan memarahi Tria di depan Adik Sepupunya terlebih ini bukan jam kerja.
"Lo kalau mau makan es krim kan bisa bareng kita," timpal Hilman saat menyapa Gean yang tengah menyantap es krim besar miliknya.
Mata Gean memicing menatap Tria, bisa diartikan sebagai tatapan yang ingin menguliti Tria saat itu juga.
"Gue mau nya makan es krim ini, bukan es krim yang di atas. Gimana dong?" jawab Gean.
Hilman izin pergi ke toilet dulu, meninggalkan Gean dan Tria berdua di kedai es krim. Membiarkan Tria menikmati tatapan dan delikan tajam Gean yang bisa sampai menusuk ke tulang rusuk.
"Udah selesai liburannya?" satu pertanyaan yang terdengar sarkas di telinga Tria. Sepertinya Gean marah.
"Seneng?"
Belum sempat menjawab, Gean sudah kembali bertanya dengan cepat.
"Kok nggak bilang udah pulang, nggak ngabarin mau ketemu Mamah. Kenapa bisa berdua bareng Hilman, kenapa nggak bales chat saya? Kenapa diread aja?"
Mata Tria memicing tak suka saat Gean menatap dirinya tanpa berkedip, sekarang Tria seperti terdakwa. Seperti siswa yang ketahuan bolos di jam pelajaran.
"Saya sudah selesai liburan Pak, dari dua hari yang lalu. Kenapa saya bisa di sini, ini adalah salah satu usaha saya biar bisa cepet ganti status." Kata Tria dengan percaya dirinya. Tidak peduli dengan kata sayang yang terakhir kali Gean kirimkan untuknya, itu semua hanya candaan tanpa maksud yang seringkali Gean lakukan untuk membuat Tria bingung.
"Sekarang saya yang tanya," Tria melirik pada satu es krim rasa vanilla yang sejak tadi ada di depan Gean. Tria tahu itu untuk dirinya, maka tanpa rasa sungkan Tria menggeser cup es krim itu ke arahnya. memasukan satu suapan es krim ke mulutnya.
"Kenapa Pak Gean nggak jadi dinner sama Asha?" batal karena memang Gean sebenarnya tak mempunyai sedikitpun hati untuk Asha, kembali lagi melihat history. Mungkin Gean masih benar-benar tak bisa memindahkan hatinya dari Aruna.
"Lilinnya abis." jawab Gean santai, sebenarnya ini yang bodoh Tria atau jawaban Gean yang terlalu cerdas.
"Ayo pulang." Gean menarik lengan Tria, tanpa ekspresi yang bisa Tria baca. Wajahnya datar tanpa emosi, hanya satu genggaman yang membuat Tria membisu menuruti begitu saja keinginan Gean.
"Nanti saya yang ngabarin Hilman. Kamu pulang sama saya."
Senja sudah di ujung waktunya, cahaya Bulan memang tak terlihat karena gerimis. Jakarta di Sabtu malam masih ramai meski gerimis mengundang.
"Ke Apartemen saya."
Tria langsung memekik. Gean memanuver mobilnya, menuju Apartemennya di sekitaran Thamrin.
Kalau Tria tidak salah dengar ucapan Gean, bosnya ini mengajak Tria ke apartemennya kan? Tapi Gean justru kini memakirkan mobilnya di depan cafe yang ada di daerah Menteng.
"Tadi Pak Gean bilang mau ke apartemen?"
"Kamu kecewa?" Gean menyeringai, ia menuntun Tria mengikuti langkahnya kedalam cafe.
"Nggak lah," elak Tria. "Ngapain kecewa."
Padahal tadi otak Tria sudah memikirkan hal yang tidak-tidak, mungkin bisa beradegan romantis macam kartun Tom and Jerry.
"Udah lama Vin," sapa Gean pada Davin.
Di jajaran tempat duduk sudut cafe, Davin dengan nyaman duduk di sofa bersama perempuan yang belum Tria ketahui namanya. Perempuan dengan setelan celana bahan dan blouse soft pink.
"Nggak." seperti Pria pada umumnya yang ber say hii. Gean dan Davin tidak berjabat tangan, Gean lebih memilih memukul bahu atau lengan Davin sebagai ganti jabat tangan.
"Kenalin ini Indhira," lanjut Davin, perempuan yang dipanggil Indhira itu hanya tersenyum satu garis. Indhira mengulurkan tangannya ke arah Tria padahal Gean sudah lebih dulu mengulurkan tanggannya.
"Indhira."
Awalnya Tria sangka jika Indhira adalah salah satu dari sekian banyak pacar Davin, benar apa kata Gean. Ganti perempuan bagi Davin itu udah kayak ganti celana dalem.
Ternyata Indhira adalah salah satu staf marketing di perusahaan Davin yang kebetulan diajak meeting dengan klien yang hari ini akan terbang ke Abu Dhabi.
Kerja di hari weekend itu sangat menyesakan, Tria tau bagaimana rasanya harus menguras otak saat orang lain menikmati liburan.
Gean dan Davin terlibat percakapan yang di luar jangkauan Tria, kalau bisa Tria mau pulang saja.
Indhira terlihat jelas sekali bosan. Sudah berapa kali helaan napas keluar dari mulut Indhira? Sampai Indhira tak sengaja menjatuhkan jepit rambutnya.
"Kamu lagi ngapain, ra?" tanya Davin saat Indhira berjongkok mencari jepit rambutnya yang terjatuh.
"Lagi ngobrol sama lantai, sharing pengalaman diinjak-injak orang."
Savage...
Mulut Tria sukses terbuka karena terkagum dengan ekspresi Indhira yang datar, sedangkan Davin membulatkan matanya tak percaya mendengarkan jawaban Indhira.
"Mulutnya bisa biasa aja nggak?" Gean mengusap mulut Tria dengan tangannya yang besar.
"Ish..." decih Tria saat Gean seenaknya menempelkan tangannya di mulut Tria. Meskipun tangan Gean wangi, kan belum tentu steril. Tria berbisik pelan di telinga Gean. "Pulang yuk Pak, bosen saya. Kasian tuh Mbak Indhira juga mau pulang. Cuman takut sama Pak Davin aja makanya dia diem aja."
"Hush..." Gean sudah bersiap-siap akan kembali menjawil bibir Tria, namun Tria dengan santainya menepuk punggung tangan Gean.
"Pak Davin masih lama nggak sih di sini, saya bisa pulang sendiri kalau Pak Davin masih lama?" tanya Indhira.
Benarkan kata Tria, Indhira sudah jenuh duduk di samping Davin.
"Memangnya kamu mau ngapain pulang, kamu kan nggak punya pacar."
"Pak Davin tau kan kalau ikan Piranha suka makan orang?" delik Indhira. "Jangan sampai saya mutasi Pak Davin ke amazon biar temenan sama Ikan Piranha di sana."
Gean bergidik ngeri, untung Tria kalau bercanda tak semengerikan itu.
"Kejam ya Pak." bisik Tria.
"Tapi kayaknya seru temenan sama ikan Piranha, Pak Gean nggak ada niatan temenan sama Piranha?" Tria sukses mendapat delikan tajam dari Gean, lengkap dengan sentilan di dahinya.
Davin akhirnya pamit undur diri, ia mengantar Indhira pulang. Dari pada nanti ia ditransfer ke Amazon, mending cari aman.
"Ngomong-ngomong nih Pak, saya tanya serius nih." Tria memasang mimik wajah penuh keseriusan, Gean bilang jangan pernah bahas Aruna lagi di depannya. Jadi Tria akan membahas Asha yang katanya akan dinner dengan Gean namun urung.
"Kenapa Pak Gean nggak jadi Dinner sama Asha, saya serius. Bukan karena Pak Gean nggak rela saya sama Mas Hilman kan?"
"Mas?" tanya Gean jengkel. "Kamu manggil Hilman dengan sebutan Mas?"
"Iya, mau manggil sayang nanti disangka ngebet banget lagi." jawab Tria santai. Eh tapi kan Tria lagi tanya Gean soal Asha, kenapa malah jadi ribut panggilan Mas untuk Hilman.
"Kebelet nikah banget," sindir Gean. Tria mana peduli nyinyiran Gean. "Kenal sehari aja langsung dipanggil Mas."
"Abang Bakso pinggir jalan. Baru ketemu juga saya panggil Mas, memang apa salahnya? Ini kan saya lagi tanya soal Asha, kok Pak Gean malah bahas sebutan Mas sih. Mau saya panggil Mas juga?"
"Enggak," ucap Gean kesal. Wajahnya yang datar mengundang Tria untuk mengejek Gean.
"Mas Gean, kenapa nggak jadi dinner sama Asha. Memangnya Mas Gean nggak mau cepet-cepet punya istri," dengan nada manjanya Tria sengaja mengusap-usap lengan Gean. Tak disangka tubuh Gean justru membatu.
"Saya batalin, karena saya kecewa sama kamu. Pulang liburan bukannya ngabarin saya, kamu malah asyik blind date. Mana pesen terakhir saya cuman diread aja, kamu nggak tau saya khawatir."
Mata Tria membulat. Ia tak menyangka rentetan kata panjang dari mulut Gean bisa membuat ia sedikit terkejut.
"Kalau kamu hilang terus kenapa-napa, atau ada yang culik kamu di sana. Saya hampir mau nyusulin kamu, tapi kamu malah enak-enakan ketawa sama Hilman."
"Oh."
"Udah cuman Oh aja?" tanya Gean, ia tak terima dengan respon Tria yang begitu singkat.
"Kayaknya saya harus cari sekretaris baru, dibanding punya sekretaris yang kerjanya cuman buat khawatir dan kesel aja."
Gean lagi nggak kesambet setan pohon mangga kan? Kenapa sejak tadi bos Tria ini terlihat seperti sedang merajuk. Seolah yang Tria lakukan adalah salah.
"Cari aja," Tria mengendikan kedua bahunya, meski sebenarnya ada rasa khawatir jika Gean merealisasikan ucapannya. "Saya tinggal cari bos baru, eh bukan. Bosen saya cari bos, mending cari bos rasa suami."
"Kamu suka Hilman ya?" lagi-lagi Hilman yang keluar dari mulut Gean.
"Ini hati, bukan Instagram. Ngasih hati nggak segampang klik dua kali buat undo."
"Terus kenapa kamu mau cari bos baru?"
Yang pertama kali bilang mau cari sekretaris baru kan Gean, kenapa jadi yang disalahkan Tria.
"Pak Gean suka sama saya, ya? Jujur aja, mumpung saya belum pindahin hati sama yang lain."
TBC
Gracias... Vote if you think this story deserve get your star 💕
Anyway, Davin itu... cowok yang anti makan makanan promo. Paling anti ngambil kembalian, kalau megang duit receh tangannya gatel-gatel. Songong level tinggi. Sukanya ngabisin duit. And Indhira can handle him very well.