webnovel

Ritual

Pagi ini dimulai dengan kegiatan rutin Reres. Menyiapkan pakaian Saga, kemudian segala perlengkapan sang CEO Candramawa. Ia telah menyiapkan pakaian lengkap dengan dasi dan jas yang akan dikenakan pria berkulit putih itu. Setelahnya ia berjalan menuju ruangan lain yang ada di sisi lain kamar, di sana tertata rapi aneka aksesoris, jam, kacamata, tas, ikat pinggang dan sepatu dari berbagai merk ternama. Reres memilih jam tangan lalu tas dan sepatu yang cocok untuk dikenakan hari ini. Setelah memilih ia berjalan ke luar melihat Pria itu sudah berjalan keluar dari kamar mandi dan duduk di kursi dekat dengan meja rias. Reres meletakan outfit Saga Di dekat tempat tidur lalu berjalan mendekati Saga dan segera membantunya mengeringkan rambut.

Tak banyak yang mereka bicarakan selama proses ini, Saga memang selalu dilayani Reres sejak lama sekali dan itu jadi kebiasaan sampai sekarang. Itu pula alasan Reres selalu dipanggil 'Baby Sitter' atau 'Baby Sitter-nya Saga'. Kalau dibilang malu, jelas ia malu dan kadang kesal juga, tapi memang kenyataannya bahwa yang ia lakukan layaknya pengasuh bayi besar itu.

"Hari ini gue ada rapat."

"Iya, saya tau Pak Saga." sahut Reres malas, kini sibuk menata rambut Saga.

Semua dilakukan gadis itu sampai Saga telah benar-benar rapi kemudian berjalan turun ke ruang makan. Saat Saga sarapan Reres menunggu di dapur melakukan hal yang sama dengan atasannya. Ia juga tengah sarapan, menyantap masakan buatan Mbok Mar pengganti sang nenek yang bekerja di sana. Mbok Mar membuatkan segelas susu cokelat hangat untuk Reres. Ia berpikir jika pekerjaan gadis itu berat dan Reres harus minum susu agar ia lebih kuat.

"Diminum ya Neng," ucap Mbok Mar sambil meletakkan segelas susu di atas meja.

"Makasih ya Mbok." ucap si tambun masih sambil mengunyah makanannya.

Reres sarapan dengan cepat dan makan dengan cepat sudah jadi keahliannya karena Saga yang bisa saja memanggilnya kapan saja. Saga tak suka menunggu dan buat Reres harus melakukannya kegiatan pribadinya dengan terburu-terburu. Reres telah selesai makan tak lebih dari lima menit, kemudian ia merapikan piring makan miliknya.

"di letakan aja di cucian neng, nanti mbok yang cuci piringnya ya. Kamu ke depan sama nanti dicari Mas Saga."

reres segera meletakkan piring ke tempat cuci piring, berjalan kembali menuju Mbok Mar dan mencium tangan wanita tua itu sekaligus meminta ijin untuk segera berangkat bekerja.

"Aku jalan ya Mbok, makasih ya Mbok."

"Ati-ati ya Neng."

Reres mengangguk lalu berjalan ke luar untuk kembali menghampiri Saga yang masih sibuk menikmati sarapannya. Seperti biasa karena Saga belum selesai, ia menuju teras rumah dan menunggu sahabatnya itu. Saga berjalan ke luar melirik pada Reres, kemdian keduanya berjalan menuju mobil. Reres ingin duduk di depan, tapi Saga menahan tangannya lalu menggerakan kepalanya meminta sang baby sitter duduk di belakang bersamanya. Reres mengikuti saja, ia segera berjalan menuju pintu lainnya, segera masuk ke dalam mobil. Saga masuk ke dalam mobil setelah Reres menutup pintu mobil.

Saga melirik pada gadis yang kini duduk di sampingnya. "Lo minum susu?" Tanya Saga dijawab anggukan oleh Reres.

Ia lalu menghapus noda susu yang tersisa di sudut bibir kanan Reres. "Jorok dari kecil sampai gede masih aja sisa gitu kalau nyusu." Saga berucap datar karena perasaannya sendiri juga sedang tak baik.

Saga terlihat tak tenang karena hari ini ia akan menemui para direksi. Reres melirik Saga, ia jelas tau kalau saga memang akan mengalami kecemasaan jika harus berada dalam sebuah pertemuan. Semua akibat trauma masa kecil yang ia alami sejak kecil.

Ayah Saga meninggal dalam perjalan pulang saat mereka berlibur berdua, Saga selamat karena duduk di bagian belakang mobil, lalu sang ayah tewas di tempat. Saga kecil berdiri dalam kebingungan saat pemakaman sang ayah. Sekita menatapnya dengan iba dan buat ia tak nyaman dan merasa ketakutan lalu, Saga memilih untuk mengurung diri di kamar. Tatapan iba para dewasa terasa seperti sebuah tatapan penuh tuduhan yang buat ia merasa bersalah, si kecil Saga takut hingga buat sendi kakinya bergetar. Ia berlari ke kamar di susul Reres yang menemani dirinya sepanjang sore.

Gara-gara aku kan papi meninggal?

Bukan gara-gara kamu saga. Mbok bilang semua karena Tuhan sayang jadi mereka diambil Tuhan lebih cepat. Sama ibu sama bapak aku juga meninggal dan udah jadi malaikat.

Mereka liat aku kaya gitu Res? Mereka pasti mikir aku pembunuh papi.

Lihat aku, apa aku lihat kamu seperti kamu pembunuh?

Saga kecil menatap pada sahabatnya, tak ada tatapan sama pada manik mata Reres buat Saga gelengkan kepala. Reres kecil memeluk lalu tepuk-tepuk punggung Saga yang bergetar seraya bernyanyi.

Jangan takut Ga, jangan takut.

Hal itu jadi kebiasaan Saga hingga kini ia butuh Reres untuk jadi penenang dari segala tekanan yang ia rasakan karena tatapan sekitar sampai saat ini, Ia selalu merasa terintimidasi. Butuh waktu agar Saga bisa lebih baik.

Sampai di kantor kini Haris telah berada di ruangan sementara Reres membuatkan Saga kopi di pantry. Buka tak ingin meminta yang lain membuatkannya. Hanya saja Saga terbiasa minum kopi buatan Rres di kantor saat ia merasa gelisah.

"Jadi semua sudah saya buat file laporannya Pak. Sudah saya cetak dan akan saya bagikan nanti ke direksi.'

Saga tak bisa berkonsentrasi ia hanya mengangguk saat Haris berbicara padanya. "Reres lama ya." keluhnya.

"Seben—"

Tepat saat itu pintu terbuka menunjukkan sosok Reres yang berjalan masuk membawakan kopi untuk atasannya. Reres berjalan mendekat tatapannya tak berpaling dari Saga yang terus melihatnya. Ia meletakkan cangkir kopi di atas meja.

"Minum dulu Pak."

"Ris kamu ke luar dulu." Saga meminta.

Seperti biasanya, Haris mengangguk dengan enggan lalu berjalan ke luar dengan penasaran. Sebenarnya ia ingin bertanya perihal kebiasanya saga yang harus selalu menghabiskan waktu untuk bersama dengan res setiap kali mereka akan mengadakan rapat.

Saga lalu duduk dan Reres berdiri di hadapan Saga. menggenggam tangan Saga erat, lalu membawa pria itu ke dalam pelukannya dan menepuk-nepuk punggung Saga.

"Lo bisa." Reres tegaskan.

Saga mengangguk lalu mengikuti apa yang diucapkan Reres. "Gue bisa."

"Mereka bukan ancaman, dan lo harus bisa menunjukkan kemampuan lo."

"Mereka bukan—" Saga menatap Reres. "Mereka itu ancaman buat gue."

"No, mereka bukan ancaman Saga. Hmm?"

"Bukan ancaman, bukan ancaman." Saga coba yakinkan diri.

"Mereka akan jadi kerdil kalau lo?"

"Kuat dan besar hati."

Reres mengangguk, "tarik napas, hembuskan. Lo hebat Saga, lo kuat dan lo CEO Candramawa. Jangan sampai ada yang jatuhin lo. Lo kuat."

Saga hela napas, lalu kembali duduk dengan tegak sambil mengatur napasnya. Reres mengambil tisu lalu menghapus keringat di kening dan tangan sahabatnya. Setelahnya ia meneguk kopi untuk membantu membuatnya lebih tenang. Hal itu yang biasanya Reres lakukan setiap hari sejak hari kematian ayah Saga hingga saat ini. Setiap kali Saga harus bertemu dengan banyak orang ia butuh gadis gemuk itu untuk redakan cemas yang menyerang.