Pagi ini sang mentari agaknya masih belum menampakkan diri, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, terlihat sedikit awan gelap yang juga ikut menutupi, tampaknya cuaca memang sedikit mendung, sama halnya seperti Naya yang juga terlihat mendung hari ini. Entah apa yang sedang ia pikirkan.
"Kira-kira ada hubungan apa sebenarnya pak Andrean dengan Riko," ucapnya bingung sambil terus memainkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri, berlagak seperti orang yang sedang dalam masalah besar saja.
Ceklek !
Suara pintu terbuka, ternyata itu adalah Andrean dan Riko, Naya melirik ke arah mereka dengan sedikit mengulas senyum. Hanya Riko yang membalas senyuman Naya, sedangkan Andrean tanpa ekspresi.
'dasar bos killer, apa dia pikir gue mau godain Riko kali ya,' gerutunya curiga.
"Pagi Nay, ntar siang kita makan bareng lagi ya," sapa Riko kembali tersenyum.
"Pagi juga pak Andrean, Riko..."
Naya terlihat ragu-ragu memanggil nama Riko di depan Andrean, takut Andrean nanti salah paham.
"Ambilkan saya minum,!"
Ucap Andrean yang baru saja duduk di kursi singgasananya.
"Baik pak, segera saya ambilkan,"
Naya menjawab dengan sopan, meskipun di hatinya ingin sekali berteriak.
Lagi-lagi Naya melakukan tugas seorang OB, ia jadi berfikir apa sebaiknya ia di pindahkan saja ke ruangan OB, itu akan lebih baik dari pada satu ruangan dengan manusia aneh macam Andrean, yang sukanya dengan sesama jenis itu, Naya terus saja berfikir negatif dengan Andrean.
"Sayang banget, udah ganteng, CEO, tajir melintir, tapi punya kelainan mengerikan," gerutunya lagi sambil terus berjalan.
"Selamat pagi bu Salma," sapa Naya dengan sopan kepada salah satu OB senior itu.
"Selamat pagi juga mbak Naya, ada yang bisa ibu bantu mbak,?" Tanya bu Salma menawarkan bantuannya.
"Nggak usah repot-repot bu, biar saya ambil sendiri," balas Naya dengan tersenyum, bu Salma pun membalas senyuman dari Naya dan kembali mengerjakan tugasnya.
Tak butuh waktu lama bagi Naya untuk mengambilkan minum, sepertinya mulai sekarang ia akan sering berkunjung ke dapur, mengerjakan profesi barunya sebagai pelayan.
"Untung si genit lagi tak ada di tempatnya, kalau tidak bisa perang mulut lagi sama itu cewek," dengusnya mengejek Stefi, saat tak menemukan wanita itu di tempatnya.
Dengan langkah lemah gemulai Naya berjalan menuju meja Andrean, jangan sampai ia terjatuh lagi seperti tempo hari, pikirnya.
"Ini pak minumannya," ucap Naya dengan tersenyum, sedangkan Andrean hanya mengangguk tanpa ekspresi. 'benar-benar irit senyum,' batin Naya dalam hati.
Sepertinya kali ini Naya tidak melakukan kesalahan, terbukti dari sikap Andrean yang terlihat anteng menikmati minumannya.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk," teriak Andrean dari atas kursi kebesarannya.
Ternyata yang datang adalah Stefi, penampilannya jauh lebih sopan kali ini, terlihat dari pakaian yang ia kenakan, meskipun masih terlihat agak ketat.
"Ini pak, berkas-berkas yang harus di tanda tangani," ucap Stefi seraya menyerahkan semua berkas yang ia bawa.
Tak ada jawaban dari Andrean, selain mengangkat tangannya memberi isyarat agar Stefi segera keluar, sedangkan Stefi hanya terlihat mengangguk dan berlalu pergi, tak lupa ia melirik ke arah Naya dengan tatapan sinis, Stefi masih terlihat begitu kesal melihatnya, namun Naya tak menggubrisnya.
Andrean segera memeriksa berkas yang akan ia tanda tangani, tentu saja ada Riko yang akan membantunya.
"Kapan kita akan berangkat ke Paris Rik,?" Tanya Andrean di sela pekerjaannya.
"Dalam minggu ini bos,!"
"Apa kamu sudah mengatur jadwalnya,?" Tanya Andrean lagi.
"Secepatnya akan saya urus bos," balas Riko cepat.
Naya yang tak sengaja mendengar percakapan mereka, terlihat sedikit menguping, 'ke Paris, ngapain mereka berdua ke situ, jangan-jangan...' batinnya penuh selidik. Otak Naya kembali mulai bereaksi, ia menaikkan sebelah alis matanya memandang ke arah Andrean dan juga Riko secara bergantian, 'mereka benar-benar mencurigakan,' batinnya lagi.
Andrean yang sadar jika tengah di perhatikan oleh Naya, mendadak berteriak.
"Hei kamu,! dari tadi saya perhatikan kau terus saja memperhatikan kami, apa ada yang aneh,?" Tanya Andrean dengan sinis.
"Ehh... E-enggak kok pak, heee... Jawab Naya cengengesan. Sedangkan Andrean hanya menatap dengan wajah datar.
'pria ini benar-benar dingin terhadap wanita, wajar saja dia kan penyuka sesama jenis,' umpat Naya kesal, dengan ekspresi wajah penuh selidik.
"Tapi bos, apa kita akan berangkat berdua saja kali ini,?" Tanya Riko sambil menoleh ke arah Naya, sepertinya Riko berniat untuk mengajak rekannya itu.
"Kita lihat saja nanti, apa dia di butuhkan atau tidak,!" Balas Andrean yang terkesan cuek.
"Baik lah bos,"
Jawab Riko singkat, ia tak bisa memaksakan kehendak, karena dia juga seorang bawahan, meskipun Andrean adalah sahabatnya, namun Riko tidak pernah bertindak semaunya tanpa seizin dari Andrean.
Di tempat yang berbeda Milea masih terlihat sibuk dengan pekerjaannya, beberapa hari ini tugasnya cukup banyak, mengingat belum ada yang menggantikan posisi Naya, sehingga ia yang harus menghandle semua pekerjaan itu.
"Andai aja Naya masih di ruangan ini," lirihnya sambil berbisik.
"Siang bu, udah waktunya makan siang, he,"! Celetuk Naya yang tiba-tiba saja muncul, hingga membuat Milea sedikit kaget.
"Ahh, elo Nay... Panjang umur lo, baru juga gue ngomongin," ucap Milea sambil terus bekerja.
"Pasti lo kesepian karena gak ada gue di sini, makanya sampai ngomong sendiri," ucapnya terlihat senang.
"Kalo kesepian sih enggak, kan gue banyak temen di sini, elo kali yang kesepian di ruangan pak Andrean, hihi," Milea bergidik, seolah ingin menakuti Naya. Sepertinya Milea juga masih berpikir negatif tentang Andrean.
"Udah ah, kita makan siang dulu yuk,!" ajak Naya bersemangat.
"Lo duluan aja deh Nay, gue lagi banyak kerjaan nih, ini juga gara-gara elo di pindahin, jadi pak Hendra nyuruh gue yang ngehandle semuanya," jawab Milea kesal.
"Yee, gue juga ogah di pindahin kalau bukan karena bos langsung yang minta," Naya tak kalah sewotnya.
"Tapi lo seneng kan bisa satu ruangan sama bos ganteng kayak pak Andrean yang... hiiiii,..." lagi-lagi Milea bergidik seolah sedang menakuti Naya.
"Udah ah, gue mau makan dulu," Naya terlihat kesal, sembari berlalu dari hadapan Milea.
"Ciee yang mau makan bareng bos,"
Goda Milea sambil berteriak, ia paling suka mengganggu sahabatnya itu. Sedangkan Naya hanya terlihat mengangkat tangan, seolah tak perduli dengan candaan temannya itu.
Ia pun segera menuju kantin yang letaknya tak jauh dari tempat kerjanya,
Namun di tengah perjalanan, ia tak sengaja melihat Andrean yang tengah berbincang dengan seorang wanita, Naya menaikkan sebelah alisnya, dengan tatapan penuh curiga, segera ia bersembunyi, melihat dari balik tembok, lebih tepatnya ia sedang mengintip.
Pandangannya terus tertuju pada wanita itu, ia berdiri tepat di samping Andrean, wanita yang terlihat cantik dengan rambut setengah bahu, pakaiannya pun cukup sexy, di tambah dengan sepatu high heels yang ia gunakan, semakin menunjang penampilannya yang terkesan aduhai.
'Siapa dia sebenarnya,?' batin Naya bergejolak.
Bersambung...