webnovel

Negeri Para Pembohong

Apa yang akan kau lakukan ketika bisa mendeteksi sebuah kebohongan? Faresta Haerz— remaja yang memiliki kekuatan supernatural yaitu mengetahui kebohongan dari setiap kata-kata seseorang. Faresta juga sebentar lagi akan masuk ke sebuah sekolah tingkat nasional. Sekolah Menengah Atas yang dikelola langsung oleh pemerintah, sistem serta peraturan sekolah itu juga unik dan mendapat sebutan "Surganya Para Pelajar". Sekolah yang bertempat di sebuah pulau buatan dengan segala fasilitas yang diperlukan pelajar. Selain sistem yg unik, sekolah itu juga memiliki banyak keringanan untuk para pelajar, seperti kebebasan berpenampilan, sistem belajar yang tidak terlalu ketat, fasilitas yang memadai, dan lain-lain. Faresta Haerz yang memiliki sebuah tujuan tertentu akan mulai masuk ke sekolah tersebut, sekolah yang disebut Surga Para Pelajar— SMA GARUDA. Konsep sekolah di sini terinspirasi dari Light Novel karya Shougo Kinugasa-sensei berjudul [Yōkoso Jitsuryoku Shijō Shugi no Kyōshitsu e] atau yang lebih dikenal dengan anime [Welcome To Classroom Of The Elite].

DameNingen · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
18 Chs

Chp1: Day 1 (5)

"Ha... Hah..." Dengan nafas terengah-engah, aku menghentikan langkahku di sebuah lapangan yang saat ini dipenuhi ratusan siswa yang berbaris rapi.

Melihat ke lengan kiriku, aku mendapati jam masih pukul 07:29. "Agh... Untung saja masih sempat! Kenapa Yudha dan Tio meninggalkanku begitu saja?!"

Seorang pria berpakaian guru mendekatiku—dia memang seorang guru—. "Hei nak! Kelas berapa kamu?"

"Eh? A- aku? E- Itu..." Dengan gugup aku merogoh saku dibalik almamater, lalu mengeluarkan sebuah kartu pelajar. Setelah memastikan apa yang tertulis pada kartu pelajar itu, aku langsung menjawab, "Eh... Faresta Haerz dari kelas 10 IPA3."

Mendapat jawaban, pak guru itu langsung mengarahkan jari telunjuknya ke sebuah barisan. "Oh, IPA3 ya. Kau lihat siswa besar dan tinggi itu? Barisan kelas 10 IPA3 ada di sana."

Aku langsung mengetahui siapa yang dikatakan siswa besar dan tinggi oleh pak guru ini. Itu adalah pria yang bersamaku beberapa waktu sebelumnya— Azraei Tio.

"Cepatlah, upacaranya akan dimulai sebentar lagi."

"T- tas saya bagaimana pak?"

"Apa kamu buta? Semua murid kelas satu tidak melepas tas mereka. Jadi bawa saja tasmu itu dan segera ke sana."

"Ah, baik pak!" Dengan segera aku berlari menuju Tio, maksudku barisan yang sama dengan Tio.

"Hah... Ha..." Sepertinya tenagaku hari ini sudah terkuras habis.

Menyadari ada suara dari arah belakang dirinya, Tio menoleh. "Halo Faresta," sapanya. "Tak ku sangka kita ternyata sekelas. Maaf tadi sudah meninggalkanmu dan Yudha," lanjutnya.

"Ahaha..." Karena tak sanggup membalas sapaan Tio, aku hanya bisa tersenyum kecut.

"Tes! Tes! A! 1! 2! 1! 2!"

"Sepertinya upacaranya akan segera dimulai. Faresta, silakan maju, biar aku yang di belakang." ujar Tio memintaku untuk mengambil barisannya.

"Ah— b- baik."

"E- kalau begitu upacara pembukaan tahun ajaran baru SMA Garuda tahun 2021-2022 akan segera dimulai!" Diawali dengan pengumuman singkat dari pengeras suara, upacara pembukaan tahun ajaran baru pun dimulai.

**

Di sebuah lapangan yang cukup besar untuk menampung 1 ribu orang lebih, dilakukan upacara pembukaan tahun ajaran baru. Diikuti kurang lebih 900 siswa-siswi yang saling baris berbaris membentuk formasi huruf U dengan sebuah tiang bendera yang menjulang tinggi sebagai pusatnya.

Mengikuti tahap demi tahap yang dikatakan sang moderator upacara, sampailah pada tahapan pengibaran bendera sang saka merah putih. Dalam kesunyian yang seperti tak berujung ini, detakan demi detakan sepatu jenis pantofel yang dipakai oleh para pengibar bendera menggema ke seluruh penjuru sekolah seakan menghancurkan keheningan.

Satu menit, dua menit, hingga akhirnya barisan para pengibar bendera yang tadinya hanya formasi 3x7 biasa mulai memecah membuat formasi baru yang telah terorganisir sebelumnya.

Kemudian tiga dari 21 orang mulai berjalan mendekati tiang bendera, salah satu dari mereka membawa sang saka merah putih dengan wajah berseri. Dilanjutkan dengan mengikatkan tali demi tali dari sang merah putih ke tali yang ada di tiang tersebut, salah satu dari orang yang mengikatkannya kemudian mulai membentangkan sang saka merah putih. "Bendera... Siap!!!" serunya lantang.

"Kepada, sang merah putih... Hormat, Gerak!" Diikuti aba-aba dari orang membentangkan bendera, orang yang menjadi pemimpin upacara mulai memberikan aba-aba lanjutan diiringi lengan kanannya mulai memberi hormat.

Mendengar perintah langsung dari sang pemimpin upacara, para peserta upacara yang terdiri dari para murid serta guru mulai menggerakkan lengannya memberi hormat juga. Tak hanya itu, selagi benderanya mulai bergerak naik, para anggota dari paduan suara mulai mengiringi dengan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" ciptaan dari bapak Wage Rudolf Soepratman, atau yang lebih dikenal sebagai bapak W.R Soepratman.

Detik berubah menjadi menit, keringat mulai bercucuran dari para peserta upacara sembari menahan teriknya matahari pagi. Perlahan tapi pasti, itulah kata yang cocok untuk mengekspresikan keadaan sang saka merah putih saat ini. Yang tadinya membentang di bawah, sekarang telah berkibar dengan gagahnya di atas sana.

"Ah... Sungguh indah..." itulah yang kupikirkan saat ini. Sensasi yang seharusnya hanya bisa kurasakan satu tahun sekali ini, akan bisa kurasakan setiap minggunya.

Setelah momen yang membuat diriku terpesona itu selesai, upacara tetap dilanjutkan sesuai urutan rencana. Pembacaan Pancasila, pembacaan Undang-undang Dasar 1945, pembacaan doa, mengheningkan cipta terhadap para pahlawan, menyanyikan sejumlah lagu nasional, dan diakhiri dengan kata-kata dari moderator sebagai penutup upacara.

**

"Wah... Akhirnya selesai juga!" seruku.

Menoleh ke arah belakang, aku mendapati badan Tio yang begitu tinggi. "Apa kamu menyukai upacara? Kayaknya kamu tadi semangat sekali," kata Tio.

"Y- ya begitulah." Untuk beberapa alasan, aku sangat menyukai upacara bendera seperti ini.

"E- Tes! Tes!" Terdengar lagi suara dari pengeras suara. Sempat jeda sebentar, suara melanjutkan, "Untuk angkatan tahun kedua dan ketiga, dipersilakan untuk masuk ke kelas masing-masing. Untuk angkatan tahun pertama, dimohon untuk segera ke aula sekolah dan membuat barisan sesuai dengan kelas masing-masing."

Tio yang juga mendengar itu berkata,"Begitu katanya. Sebaiknya kita segera mengikuti rombongan kelas ini juga."

"Ah- baik!"

**

Setelah itu kami masuk ke aula dan mulai berbari berdasarkan kelas masing-masing. Kemudian tak lama muncul seseorang pria yang memakai seragam sama sepertiku berdiri di atas panggung kecil dilengkapi dengan mikrofon.

"Baiklah, selamat pagi semuanya. Perkenalkan saya ketua OSIS SMA Garuda angkatan ke 10— Raihan Ardevan, kelas 12 IPA1. Saya di sini hanya ingin mengatakan beberapa poin penting saja, terutama mencangkup 7 peraturan utama yang sudah kalian ketahui sebelumnya. Tujuh peraturan utama dari SMA Garuda, atau yang lebih dikenal oleh para siswa dengan sebutan... Sapta Rules."

"Ternyata benar."

"Wah, rumor itu ternyata benar."

"Ahaha, benar-benar istilah yang aneh."

"Tak aku sangka ketua OSIS yang menyebut istilah itu."

Ketika kata "Sapta Rules" disebutkan oleh ketua OSIS, mendadak suasana menjadi ricuh. Tapi dengan sigap ketua OSIS menenangkan mereka dengan sedikit berdeham. "Ehem!"

Kemudian dia melanjutkan, "Sebutan yang aneh bukan? Menggabungkan bahasa Sanskerta dan bahasa Inggris. Tapi mau bagaimanapun, itu bukanlah sebutan resmi yang diakui oleh sekolah ini, melainkan hanya sebutan yang dibuat oleh para kakak kelas kita terdahulu. Baiklah, cukup basa-basinya. Sekarang saya akan menjelaskan secara singkat mengenai tujuh peraturan utama ini."

Ketua OSIS kemudian mengambil sebuah kertas tebal dan kemudian membacanya. "Pertama, dilarang melakukan kekerasan dalam bentuk apa pun. Sekolah akan memberikan sanksi yang sangat berat terhadap pelaku kekerasan."

"Kedua, dilarang melakukan pemaksaan dalam bentuk apa pun. Sama halnya kekerasan, sekolah tidak akan memberikan sanksi terhadap pelanggar."

"Ketiga, dilarang melakukan hubungan seksual. Sesuai Undang-undang yang berlaku, sekolah tidak akan membiarkan para warga sekolah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan."

"Keempat, dilarang menggunakan seragam lain selain seragam resmi sekolah ini. Ini tidak perlu saya jelaskan lagi, kalian pasti sudah mengerti."

"Kelima, dilarang melepas atau menukar emblem angkatan, papan nama, dan dasi selama masih memakai seragam sekolah (kecuali dalam kondisi tertentu dengan alasan yang jelas dan mendapat izin pihak sekolah). Begitulah katanya, selama kalian memakai yang disebutkan tadi, kalian diperbolehkan melepas almamater itu. Untuk emblem angkatan, kalian akan mendapatkannya dari wali kelas masing-masing."

"Keenam, dilarang melakukan kecurangan dalam bentuk apa pun saat ujian berlangsung. Ingat, jika kalian terbukti melakukan kecurangan, maka hari itu juga kalian angka langsung dikeluarkan dari sekolah ini. Seketat itulah peraturannya, jadi sebisa mungkin jujurlah."

"Ok terakhir, selama memenuhi hasil yang diharapkan serta tidak melanggar keenam peraturan di atas, para warga sekolah berhak mendapat kebebasan baik dalam penampilan, jumlah kehadiran, hubungan percintaan, dll. Ya, kalian tidak salah dengar. Selama memenuhi hasil yang diharapkan pihak sekolah dan juga tidak melanggar keenam peraturan sebelumnya, kalian boleh memanjangkan rambut, mewarnainya, absen selama beberapa hari, berpacaran dengan siapa pun, dan hal lainnya."

Melihat reaksi para siswa, ketua OSIS itu sedikit menaikkan sudut bibirnya sehingga membuat kesan seakan dia tersenyum. Kemudian dia melanjutkan, "Bagaimana? Peraturannya, benar-benar... lucu bukan?"