Kamilia memandang mobilnya yang penyok. Dia sudah menghubungi Hendra dan Bagas. Tidak satu orang pun yang muncul. Kamilia kesal jadinya. Dia harus berurusan dengan polisi.
"Ke mana sih, Hendra kok gak nongol-nongol?" gerutu Kamilia.
"Ayo ke kantor!" ajak Pak Polisi.
"Tunggu teman saya, Pak, ini bukan salah saya!" tawar Kamilia.
"Nona bisa jelaskan nanti di kantor!" kata Polisi itu lagi.
Sebuah mobil minibus hitam tampak akan berjalan mendahului mobil Polisi. Polisi serta-merta mencegatnya. Polisi marah kepada sopirnya. Saat sedang mendamprat sopir itu, tiba-tiba Polisi itu mendapat telpon. Langsung Polisi itu memeriksa nomor plat mobil. Sang supir pucat pasi.
"Minggir!" bentak Polisi.
Beberapa orang Polisi menggeledah isi mobil tersebut. Tidak ada yang mencurigakan, tetapi Polisi tidak putus asa. Mereka tetap mencari. Sampai ada sesuatu yang mencurigakan di kolong jok mobil. Polisi cepat-cepat mengambilnya.
"Naaah! Keluar!" bentak Polisi.
Supir keluar dengan badan gemetar. Dia langsung diborgol dan diseret ke mobil Polisi. Kamilia melihat semuanya, kemudian membuat beberapa foto dan mengirimkannya.
"Apakah ini yang dimaksud Papa Freza," batin Kamilia.
Kamilia memang tidak tahu persis, bisnis apa yang dilakukan oleh bapaknya. Dia pernah bertanya kepada Bagas. Namun, Bagas tidak pernah menceritakan secara detail. Kamilia sebenarnya merasa takut juga saat tadi mendapatkan tugas untuk pura-pura kecelakaan di sini.
Demi bakti dan rasa terima kasih sudah mengakuinya sebagai anak, Kamilia menjalankan tugas dengan baik. Dirinya berhasil memanggil Polisi datang dan menyebabkan kemacetan. Mobil yang dicurigai itu berhasil ditangkap.
Perhatian Polisi tidak lagi kepada Kamilia. Mereka disibukkan dengan temuan baru. Narkoba jenis sabu yang disembunyikan di kolong jok mobil.
"Pak, urusanku bagaimana?" tanya Kamilia demi melihat Polisi akan pergi.
"Urus secara kekeluargaan sana!" kata Polisi setengah membentak.
"Dari tadi, kek," kata Kamilia jengkel.
Akhirnya Kamilia berunding dengan orang yang mobilnya tergores olehnya. Beruntung orang itu mau berdamai. Kamilia memberikan sejumlah uang yang sudah disiapkan Freza. Urusan akhirnya beres. Kamilia membawa mobilnya ke bengkel.
**
Hendra sudah tidak bisa berpikir lagi mesti bagaimana. Semua rencananya pasti gagal. Dia harus memikirkan cara melarikan diri. Polisi pasti mencari dirinya.
"Ini pasti ada penghianatan! Kalau tidak mengapa Kamilia bisa kecelakaan di jalur pengirimanku?" Hendra geram. "Apa mungkin HP-ku sudah ada penyadapnya?"
Hendra membongkar HP-nya segera. Dia membanting ponsel tersebut. Ada benda kecil di dalam ponsel lelaki itu.
"Mengapa aku ceroboh? Aaahh!" Hendra begitu geram kepada dirinya sendiri. Lelaki itu menelpon Calista segera.
Hendra : Calista, kita harus segera pergi!
Calista : Ke mana?
Hendra : Ke mana saja.
Hendra segera berkemas dari rumah sekaligus rencana buat kantor nantinya. Namun, dirinya gagal menguasai bisnis Freza. Tentu sopir itu telah berkoar-koar di kantor polisi. Sebentar lagi akan ada penyergapan kepada dirinya.
Di tempat yang ditentukan Calista sudah menunggu. Hendra membuka kunci mobil, tetapi wanita itu bergeming. Hendra keluar dari mobil. Menarik tangan wanita itu.
"Ayo cepat, Calista!"
Wanita itu hanya memandangnya. Dia menepiskan tangan Hendra. Hendra terpana, otaknya mendadak tumpul tidak mengerti apa yang terjadi.
"Pergilah sendiri! Aku akan tetap di sini," ujar Calista.
Hendra tidak percaya dengan ucapan Calista. Dia menarik pelan tangan mulus itu. Lagi-lagi Calista menepis. Tak ada waktu untuk Hendra memikirkan ini. Dia berbalik dan masuk kembali ke mobilnya.
*Angkat tangan!"
Belum lagi Hendra menutup pintu mobil, seseorang telah menodongkan senjata kepadanya. Hendra memandang Calista geram. Wanita itu tidak dapat dipercaya, Hendra sudah kena jebakan. Lelaki itu kini tidak berdaya. Kalau dia nekat lari, timah panas pasti menyusulnya.
Hendra mengangkat tangannya pelan-pelan. Calista memandangnya dengan tatapan kosong. Bagaimanapun dia masih mencintai Hendra. Begitu banyak pengorbanannya untuk lelaki itu. Namun, Hendra selalu menghianatinya. Lelaki serakah adalah gelar yang pantas untuknya.
"Ambillah!" seru Hendra sambil melemparkan kunci mobil ke arah Calista. Wanita itu menangkapnya, wajahnya kusut pertanda hatinya sedang tidak baik-baik saja.
**
"Akhirnya Hendra mendekam di penjara. Hahaha hahaha." Freza berkata dengan suara riang.
"Berapa tahun, Pah?" tanya Kamilia.
"Cuma lima tahun, aku sengaja menaruh sedikit saja dari pengiriman kemarin," jawab Tuan Freza.
"Papah bisnis apa, sih?" tanya Kamilia kepada Bagas.
Bagas mengangkat bahu tidak menjawab pertanyaan Kamilia. Begitu pula Tuan Freza, tidak lama kemudian lelaki itu pergi. Kamilia hanya bisa memandang mereka berdua. Sebenarnya dia ingin bertanya lebih lanjut, kalau perlu memaksa Bagas untuk bicara. Namun, Kamilia teringat ada janji dengan Tante Melly untuk datang hari ini.
Entah apa yang ingin Tante Melly bicarakan. Penting sekali rupanya, sehingga dia perlu bertemu. Kamilia jadi rindu kepada wanita itu. Banyak kisah duka ketika dirinya menjadi penghuni rumah bordil itu.
Sejenak Kamilia memandang sekeliling saat tiba di tempat Tante Melly. Pengalaman saat dulu dia ditawar pengunjung membawanya kini untuk berbicara di ruangan tertutup. Muka Tante Melly sangat serius, mukanya tampak tidak bahagia.
"Ada apa, Tante?" tanya Kamilia. Hatinya mulai diliputi perasaan tidak nyaman.
Tante Melly hanya memandang sekilas kepada Kamilia. Dia bingung untuk memulai pembicaraan ini. Wanita yang sebentar lagi setengah abad itu tengah berpikir. Harus bagaimana membicarakan ini dengan Kamilia.
"Mila," Tante Melly menyapanya pelan.
"Ya, Tante?" Kamilia menunggu Tante Melly bicara lebih lanjut. Tante Melly9 tampak ragu-ragu untuk memulai pembicaraan kembali. Kamilia menjadi cemas, apa yang akan Tante Melly bicarakan sebenarnya.
"Kamu masih ingat Hendra?" tanya Tante Melly.
"Tentu saja, Tante. Dia baru saja masuk penjara. Dia jahat, berencana mengambil bisnis ayahku. Untung cepat ketahuan, malah dia masuk penjara," jawab Kamilia.
"Kamu masih bersamanya?" Tante Melly bertanya lagi.
"Dia dengan Calista sekarang, Tante," jawab Kamilia sedih. Bagaimanapun juga Kamilia punya kenangan dan hampir menikah dengan lelaki bajingan itu.
"Kau masih ingat perjanjian kalian dulu, Mila?" Tiba-tiba saja Tante Melly jadi banyak bertanya. Perjanjian dulu segala ditanyakan, entah apa maksudnya.
Kamilia menggelengkan kepalanya. Sebenarnya ada poin-poin yang dia ingat, sebagian lagi sudah lupa dimakan waktu. Hati Kamilia kebat-kebit mendengar penuturan Tante Melly. Sengaja wanita itu bicara berputar-putar dahulu, sebelum ke inti permasalahan.
"Hendra sudah mengembalikan dirimu kepada Tante, Mila, dan dia sudah mengambil uang jaminan yang dulu dia simpan di Tante. Jadi, sekarang dirimu sudah menjadi milik Tante lagi." Tante Melly bicara dengan hati-hati dan pelan.
Walaupun bicara Tante Melly itu pelan, di telinga Kamilia terdengar seperti suara petir yang mengagetkan.
"Apa!? Jadi milik Tante lagi?" Suara Kamilia tercekat. "Aku harus menjadi pelacur lagi!? Perjanjian macam apa ini?"
"Seperti itulah adanya," jawab Tante Melly sambil memperlihatkan beberapa dokumen perjanjian.
Di situ tertera kalau Hendra sudah tidak suka boleh mengembalikan Kamilia kepada Tante Melly. Sebenarnya itu adalah untuk melindungi Kamilia agar dirinya tidak mengalami kekerasan. Dengan sejumlah uang jaminan yang besar tentunya.
"Ya, Tuhan." Kamilia mengusap wajahnya.