webnovel

Bab 1. Terbongkarnya Rahasia Mas Fatir

Seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi Aku harus menyiapkan keperluan suamiku dan juga anak-anak. Sarapan pagi, kopi buat Mas Fatir, bekal untuk Widya dan kifli pun tak luput dari perhatianku.

Setelah semuanya telah siap, baru aku bisa mandi, menganti baju dan berdandan ala kadarnya saja karena keburu waktu melayani anggota keluargaku.

Sebelum berangkat Mas Fatir memberikan diriku amplop berwarna coklat seperti biasanya, yang isinya sama saja setiap bulannya satu juta rupiah untuk jatah sebulan.

"Bun..ini gaji Ayah bulan ini...jangan boros ya Bun..." ucapnya Lalau memberikan amplop yang berisi uang gajinya bulan ini.

"Iya Ayah..." ucapku, kemudian me.cium tangannya takzim. Mas Fatir pun berangkat ke perusahaan.

Mas Fatir selalu menjelaskan, jika gajinya sebagai mandor adalah empat juta rupiah. Satu juta untuk biaya sehari-harinya bekerja di perusahaan mulai dari uang bensin, konsumsi dan uang rokok. Satu juta lima ratus untuk Ibunya dan aku dapat satu juta.

Satu juta rupiah itu pun ku gunakan untuk memenuhi kebutuhan selama sebulan. Aku berusaha menghemat agar bisa si tabung, namu nihil, boro-boro di tabung ini malah minus.

Untuk menutupi kebutuhan yang kurang, aku pun memanfaatkan pisang mentah yang khusus aku beli untuk ku jadikan keripik. Keripik-keripik itu aku titipkan di kios dan warung terdekat di komplek tempat tinggal kami saat ini.

Membuat keripik itu aku lakukan ketika Mas Fatir tak pulang, Karena biasanya jadwal pekerjaannya dalam seminggu itu hanya bisa pulang sebanyak tiga kali. Alasannya katanya seperti itulah pekerjaan Mandor.

Hari ini kebetulan sif jaga Mas Fatir. Ku putuskan untuk membersihkan ruang tempat penyimpanan berkas-berkas laporan milik Mas Fatir. Keasyikan membersihkan, tiba-tiba aku menyenggol susunan beberapa album, dari balik album itu aku melihat buku kecil berwarna biru. Ketika ku perhatikan dengan baik, ternyata itu buku tabungan Mas Fatir yang memang khusus di bagikan oleh perusahaan untuk penyaluran gaji.

Sebenarnya Aku tak berani untuk membukanya, namun rasa penasaran untuk mengetahui jumlah gaji Mas Fatir pun membuatku memberanikan diri.

Ku buka buku tabungan yang berwarna biru tua itu, lalu ku perhatikan saldo dari buku rekening itu. Mataku terbelalak saat mengetahui jumlah uang yang ada di dalam buku tabungan itu.

Yang semakin membuatku terkejut adalah gaji Mas Fatir ternyata sebesar enam juta lima ratus ribu rupiah. Apa maksudnya mengatakan kepadaku jika gajinya hanya empat juta. Trus dua juta lima ratus ya kemana???

Setelah ku perhatikan kembali pengeluarannya, alangkah terkejutnya diriku melihat transaksi keluar sebesar dua juta rupiah. Ke mana Mas Fatir mengirimkan uang sebanyak itu???

Jika semuanya untuk kedua orang tua dan adiknya, seharusnya Dia harus membicarakan dulu padaku. Sebagai seorang istri aku kan berhak untuk mengetahui pengeluaran suami kan??!!

Sungguh, saat ini pikiranku menjadi kacau. Aku yang hanya di beri satu juta rupiah sebulan, kemudian banting tulang mencukupi kekurangan, ternyata Mas Fatir memberikan entah kepada siapa uang sebanyak dua juta rupiah itu.

Apakah semua ini petunjuk dari yang Maha Esa karena selama ini Mas Fatir selalu membohongi diriku?

Ohhhh...sungguh sangat keterlaluan!!!!!!!!

Ia menyuruhku untuk tidak bekerja, karena berjanji akan memenuhi semua kebutuhanku dan anakku, namun apa yang ku dapat??!! Hanya penderitaan. Bahkan membeli satu buah daster rumahan saja aku tak sanggup.

Ku simpan baik-baik buku rekening Mas Fatir di tempat semula. Aku akan menunggunya untuk meminta penjelasan.

Setelah membersihkan, aku pun kembali ke rutinitas ku ketika Mas Fatir tak ada di rumah yaitu membuat Keripik Pisang Pedas untuk di titipkan ke kios dan warung terdekat.

Setelah semua pisang-pisang itu aku iris tipis-tipis. Aku pun mulai memasak untuk menyiapkan makan siang karena sebentar lagi kedua anakku akan pulang dari sekolah.

Tepat pukul sepuluh lebih tiga puluh menit, masakan ku pun selesai. Kemudian aku bergegas untuk menjemput anak-anak di sekolah yang jaraknya sedikit jauh dari rumah.

Dengan mengendarai motor matic pemberian Ayahku sewaktu kuliah dulu, Aku pun melakukannya untuk menjemput ke dua anakku.

Sekitar lima belas menit akhirnya aku pun sampai. Dari kejauhan ku lihat senyum Kifli dan kakaknya Widya yang datang menghampiri diriku di tempat parkiran.

"Assalamualaikum. Bunda...!!" Ucap keduanya lalu mencium tanganku takzim.

"Wa'alaikum salam anak-anak bunda yang ganteng dan Cantik..." ucapku sambil mencium pipi kedua anakku. " Ayok...pulang..!!!" ucapku lagi sambil memberikan helm pada Widya. Sedangkan Kifli berdiri tepat di depanku menyetir.

Saat ini Widya sudah kelas dua Sekolah Dasar, sedangkan Kifli baru kelas satu Sekolah Dasar.

"Sayang pegangan ya...!!!" ucapku pada Widya yang ku bonceng di belakang.

"Iya Bunda...." Jawab Widya lalu memeluk pinggangku.

Sebelum belok ke komplek tempat tinggal ku, Aku membelokkan arah motor ke warung Mpok Atik. Disana aku menitipkan keripik dua hari yang lalu.

"Assalamualaikum Mpok Atik..." ucapku memberi salam pada wanita yang tak beda jauh umurnya dariku.

"Wa'alaikum salam Mba Viana....waaaah dari jemput anak-anak ya..."!!! ucap Mpok Atik lalu ber basa basi ketika melihat Widya dan Kifli.

"Iya Mpok...." jawabku sambil tersenyum.

"Tunggu ya...aku ambili uang keripik kamu yang kemarin"

"iya Mpok..." ucapku. Mpok Atik selalu tau apa tujuanku jika mengunjungi warungnya. Apalagi kalau bukan menitipkan keripik dan mengambil uang keripik.

"ini uangnya Mba Viana...." Mpok Atik lalu memberikan uang keripik itu padaku. " Oh ya, keripiknya di banyakin ya Mba Viana, soalnya banyak banget yang doyan..." ucapnya lagi.

Mendengar perkataan Mpok Atik, membuat ku semakin semangat untuk membuat keripik. Lumayan bisa di tabung dan untuk jajan anak-anakku.

" Oh....iya Mpok...nanti ta banyakin... terimakasih ya Mpok... Assalamualaikum." ucapku kemudian pamit untuk pulang.

"Wa'alaikum salam. Hati-hati..." ucapnya lalu ku balas dengan bunyi klakson.

Sesampainya di rumah, anak-anak ku suruh untuk mandi lalu ganti baju, sembari menunggu keduanya, Aku pun menyiapkan makan siang mereka.

Selesai makan siang, anak-anak kemudian istirahat. Disinilah kesempatan yang aku pergunakan untuk membuat keripik. Seperti pesan Mpok Atik tadi, Aku harus banyakin buat keripiknya.

Selesai mengamati jualan keripik, Aku pun menuju kios Bu Salamah. Disana aku menitipkan pula keripik-keripik buatanku.

"Assalamualaikum Bu Salamah..."

"Wa'alaikum salam Mba Viana... masuk yuk..entar ya aku ambil uang keripiknya dulu." pintanya menyuruhku menunggu sebentar. Tak lama kemudian, Ia pun datang menghampiri diriku. " Ini Mba Viana..." ucapnya menyerahkan uang hasil jualan keripik itu padaku. " Oh ya...Mba Viana, keripiknya di tambahin lagi ya...sekitar tiga ratus bungkus gitu...soalnya bukan hanya anak- anak yang suka tapi orang-orang tua juga pada suka Mba Viana..." jelasnya lagi.

"Alhamdulillah...iya Bu..nanti saya tambahin lagi....ini keripik yang baru jumlahnya dua ratus lima puluh bungkus Bu.." ucapku bersyukur karena banyak yang menyukai keripik buatanku.

" Iya Mba Viana, buktinya banyak Lo yang suka...Oh ya MB, Ko mba masih repot-repot jualan keripik sih??? kan gaji suami Mba itu kan lumayan cukup..." Bu Salamah Mai kepo ni.

" Alhamdulillah Bu....saya hanya menyalurkan hobby aja....dari pada hanya diam aja di rumah.." ucapku apa adanya.Ku lihat Bu Salamah hanya tersenyum, sepertinya Ia tak enak hati. Aku tak mau mengumbar aib rumah tanggaku ke orang-orang, aku tak mau suamiku malu." Ya Uda Bu saya permisi." Aku pun pamit untuk pulang.

Dari tiga kios dan dua warung, Alhamdulillah hasilnya sangat memuaskan, dan permintaan mereka semua sama, agar menambah lebih banyak lagi keripik untuk dititipkan.

Sistem yang aku gunakan dalam menitipkan keripik yaitu bagi hasil. Sebungkus keripik aku jual lima ribu. Empat ribu buatku dan seribu rupiah untuk penjual.

Alhamdulillah, Hari ini bisa dapat empat juta rupiah. Ku sisipkan untuk tabungan sebanyak dua juta rupiah, untuk modal satu juta rupiah dan menambah kebutuhan rumah dan kebutuhan anak-anak satu juta rupiah.

Modal usaha yang ku gunakan pun berasal dari tabunganku semenjak kuliah, bukan dari uang Mas Fatir.

Aku berharap, berusaha dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa, agar usaha ini di lancarkan dan Aku selalu di berikan kesehatan.

Untuk masalah dengan Mas Fatir akan aku selesaikan ketika Ia pulang nanti.

Sampai di rumah, Setelah membersihkan diri, Aku pun ikut berbaring di samping ke dua anankku yang terlihat begitu lelap. Aku pun tertidur dan menuju alam mimpi bersama ke dua anakku.