webnovel

Rena belum berubah

"Happy anniversary mam," ucap Fathan pada Rena. Malam ini keluarganya sedang berbahagia karena merayakan ulangtahun pernikahan di sebuah restoran mewah. Sebelumnya Fathan mengajak Rena untuk belanja bulanan, ternyata itu hanya cara dia agar sang istri ikut dengannya. Padahal, Fathan sudah menyiapkan makan malam romantis untuk keluarganya.

Fathan memberikan sebuah kado untuk Rena, selain itu, Fathan juga memberikan sekuntum bunga untuk istrinya yang selalu setia menemani. Meski terkadang ia sering membuat Fathan jengkel, namun ia sadar, tak ada rumah tangga yang sempurna.

"Selamat ulang tahun pernikahan mama, papa, semoga Gea cepet punya adik," ungkap Gea polos.

"Aamiin," jawab Fathan sembari tersenyum dan berharap.

Rena sangat bahagia karena suaminya adalah lelaki idaman. Namun, dia terlena atas kebaikan dan kelembutan Fathan, ia menyangka hal itu karena semata-mata Fathan terlalu bucin padanya.

Rena hanya tersenyum mendengar ucapan anaknya. Ia tak mengaminkan do'a putrinya karena ia belum siap untuk kembali memiliki anak. Ia takut, jika hamil lagi tubuhnya akan melar dan kecantikannya pudar. Ia takut saat ia tak cantik lagi Fathan akan meninggalkannya seperti mantan suaminya dulu.

Maka dari itu Rena memakai KB implant tanpa sepengetahuan suaminya. Ia takut Fathan akan murka jika mengetahui rahasianya. Rena akan memutuskan mempunyai anak setelah dia siap. Di sisi lain, Rena takut Fathan tak lagi menyayangi Gea jika Fathan memiliki anak kandung.

'"Oh ya mam, aku masih ada kejutan buat kamu sama Gea," ujar Fathan. Dia sering menyebut Rena mam jika sedang akur, dan akan menyebut nama jika sedang marah.

"Kejutan apa mas?" tanya Rena dengan mata berbinar.

"Kejutan apa, pa?" tanya Gea tak kalah girang.

"Rahasia, nanti juga tahu," jawab Fathan lalu ketiganya tertawa bersama-sama.

***

Pagi-pagi sekali ponsel Fathan sudah berdering. Padahal dia masih ingin tidur, lumayan masih ada waktu satu jam lagi untuk berangkat kerja.

Namun saat melihat nama kontak yang memanggil adalah Intan. Sontak Fathan mengambil ponselnya.

"Halo, ada apa mbak Intan?" tanya Fathan.

"Mas, kue yang kamu bawa kemarin di kasih ke Gita, itu dapet beli atau bikin?" tanya Intan sembari menahan tangisnya.

"Oh, itu kue buatan Rena, aku yang suruh dia bikin kue coklat buat Gita, Gita suka banget sama kue coklat 'kan?" ungkap Fathan.

"Mas, Gita keracunan setelah makan kue dan makanan pemberian kalian, apa ini rencana Rena untuk membunuh Gita?" tanya Intan dengan emosi.

"Apa? Gita keracunan? Tapi aku sama Gea juga makan kue yang di buatkan Rena kok, buktinya kami gak kenapa-kenapa, atau mungkin dia habis jajan di tempat lain?" tanya Fathan, ia mencoba untuk tetap santai meski panik. Ia merasa tak mungkin jika istrinya melakukan itu. Apalagi Rena sudah berubah.

"Enggak mas, Gita cuma makan makanan dari kalian itu aja. Sudahlah mas, kalian gak usah ganggu keluargaku lagi, aku takut Rena akan mencelakakan Gita semakin jauh " ucap Intan sambil mematikan panggilan. Kali ini intan lebih berani. Sejak melihat video kecelakaan suaminya dan Fathan ada di lokasi, juga mengingat perlakuan Rena membuat Intan semakin muak dengan mereka.

Fathan mulai curiga. Apa mungkin Rena sengaja memberi racun ke makanan Gita? Ataukah ini memang rencananya sehingga dia tiba-tiba saja berubah sikap menjadi baik pada keluarga kakaknya. Bahkan Rena yang tadinya enggan klarifikasi di sosial media justru dia yang mengajak Fathan untuk melakukannya meski akibatnya Rena akan di bully.

Namun, kalau saja Rena meracuni makanan itu, pastilah ia dan Gea sudah keracunan juga. Tapi logikanya menepisnya, bisa saja Rena hanya memberi racun pada makanan yang dia berikan untuk Gita dan Intan, setelah dia menyisihkan kue untuk anak dan suaminya. Mana mungkin dia membiarkan anak dan suaminya celaka.

Jika benar Rena melakukan perbuatan tercela itu, Fathan tak akan memaafkan Rena. Namun lagi-lagi lelaki itu berfikir, ia sudah mengenal Rena lama, mana mungkin Rena tega melakukan itu. Ia lebih memilih tak menuduh istrinya, ia juga enggan menanyakan pada Rena takut istrinya akan tersinggung.

Fathan segera menghampiri Rena yang sedang memasak. Ia ingin sekali ke rumah sakit untuk menemani keponakannya. Namun, jadwal kerja membuatnya begitu dilema, tak mungkin juga ia cuti karena tak boleh cuti dadakan di tempat kerjanya.

"Sarapan dulu mas," ujar Rena sembari menyiapkan sarapan juga bekal untuk suaminya. Fathan lebih senang memakan bekal dari rumah ketimbang makan di luar, selain hemat juga karena ia begitu menyukai masakan istrinya.

"Mam, Gea mana? Tumben gak ikut sarapan?" tanya Fathan.

"Gea masih tidur mas," jawab Rena.

"Oh ya ma, tadi mbak Intan telpon, katanya Gita keracunan. Sekarang di rawat di rumah sakit," papar Fathan.

"Apa? Kok bisa mas?" tanya Rena terkejut.

"Entahlah, aku ingin sekali menjenguknya, tapi gak bisa karena harus kerja. Kamu bisa kan jenguk dia, biar dari keluarga kita ada yang mewakili jenguk ke sana," pinta Fathan.

"Iya mas, nanti siang aku jenguk Gita ke rumah sakit," ucap Rena dengan tersenyum pada suaminya.

"Terimakasih sayang," kata Fathan sembari mengelus kepala istrinya lalu berangkat ke kantor.

***

Keadaan Gita sudah membaik, frekuensi muntahnya tak sesering sebelumnya. Intan begitu lega melihat putrinya sudah tersenyum lagi ke arahnya.

"Mama, sakit," keluh Gita sambil memegangi perutnya. Wajahnya meringis menahan rasa sakit nya.

"Sabar ya sayang, tadi udah di obati sama pak dokter kan? Insyaallah sebentar lagi sembuh," ucap Intan sembari mengelus perut putrinya.

Airmatanya menetes ke pipi melihat Gita yang ceria kini terbaring lemah di rumah sakit. Ia begitu ketakutan jika terjadi hal buruk pada Gita, Intan sudah sering menderita kehilangan, ia tak ingin jika harus kehilangan Gita, keluarga satu-satunya yang ia miliki.

"Mama nangis?" tanya Gita lirih saat melihat butiran bening itu menetes ke pipi mulus ibunya.

"Mama cuma sedih lihat Gita," ungkapnya sembari menggenggam tangan Gita lalu menciumnya.

"Gita gak apa-apa ma," jawabnya sembari tersenyum. Sungguh, bagi seorang ibu anaknya adalah malaikat kecilnya, hanya dengan kata yang mungkin menurut orang dewasa biasa saja, tapi ketika di ungkapkan oleh anak kecilnya, kata-kata mampu meluluhkan perasaan.

"Mama beli minum dulu ya, mama haus, nanti mama balik lagi ke sini," ujar Intan lalu di balas anggukan oleh Gita. Intan sangat bangga karena di saat tak berdaya saja Gita tak pernah manja.

Ia menghubungi Thariq untuk mengabarkan bahwa hari ini belum bisa kerja karena Gita jatuh sakit. Intan sudah ikhlas jika harus kehilangan kesempatan pekerjaan ini. Ia yakin, Allah akan memudahkan jalannya karena Allah tak akan pernah memberikan beban di luar batas kemampuan hamba-Nya.

Namun di luar dugaan. Thariq justru membolehkan Intan masuk kerja kapan saja, ia juga mendo'akan Gita secepatnya sehat kembali. Intan bersyukur, Allah memang selalu sesuai prasangka hamba-Nya.

Namun kini sesuatu yang mengganjal di hati intan adalah biaya rumah sakit. Dia tak memiliki BPJS karena memang tak membuatnya, ia takut tak bisa membayarnya karena penghasilan setiap bulan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Intan tak mungkin meminta bantuan Fathan kali ini. Ia sudah kecewa atas dugaannya pada keluarga adik iparnya itu.

Ia mencoba menghubungi beberapa temannya, namun mereka tak bisa memberikan pinjaman karena tak ada uang simpanan. Intan membuka dompetnya, di dalamnya hanya ada uang seratus ribuan tiga lembar, tak mungkin cukup untuk membayar biaya perawatan Gita.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Intan saat melihat Rena di loby rumah sakit.

"Katanya Gita keracunan, pasti kamu kasih makan sembarangan ya?" tanya Rena namun terdengar seperti hinaan di telinga Intan.

"Harusnya aku yang nanya sama kamu, kamu sengaja meracuni anak saya? Gita sakit karena makan kue buatan kamu," kata Intan. Kali ini suaranya penuh penekanan. Ia tak ingin lagi di rendahkan oleh istri adik iparnya ini. Bahkan jika benar yang menabrak suaminya adalah Fathan, ia tak segan untuk melaporkannya ke polisi.

"Kalau ngomong jangan sembarangan!" tekan Rena.

Intan heran pada sikap Rena, bukankah kemarin katanya ia sudah berubah. Namun kenapa justru Rena seperti terlihat senang saat Gita sakit. Intan semakin yakin bahwa Rena yang sengaja memberikan racun pada kue untuk Gita. tujuannya, Wallahu alam, Intan tak bisa menebaknya.

Rena menjenguk Gita di kamarnya, ia memotret keadaan Gita lalu di kirim pada Fathan sesuai permintaan suaminya. Setelah itu ia pamit pada Gita dan mengelus kepalanya.

"Terimakasih Tante," ucap Gita pada Rena. Ia hanya menjawab ucapan Gita dengan anggukan kepala dan senyuman yang di paksakan.

"Kalau gak di suruh mas Fathan sih aku males jenguk anak kamu, gak guna!" kata Rena setengah berbisik di telinga Intan lalu menyenggolnya sebelum keluar.

Bersambung.